Bab 54 - Bucin nggak Ngotak

2.4K 194 121
                                    

Dapat 155 vote, update Kamis. Kalau enggak Jumat.

Di Joylada udah bab 55 hari ini.

Ini pada nunggu end dulu baru baca, ya? Hihi

"Mamiii!" Suara teriakan Mbak Laura yang centil dan lebay terdengar ketika memasuki ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mamiii!" Suara teriakan Mbak Laura yang centil dan lebay terdengar ketika memasuki ruang tamu. Mami Lena tampak menarik napas ketika menghampirinya. 

Mbak Laura bahkan tak mau repot bersalaman dengan Mami. Aku tak bisa begitu. Aku mengecup punggung tangan Mami, disusul dengan Daffa yang mengikuti gerakanku.

Anak adalah peniru yang andal. Aku tidak bisa membiarkan perbuatan tidak terpuji Laura mengacaukan EQ Daffa yang kubangun susah payah!

"Mama, kenapa Tante Laula nggak calim cama Nenek?" 

Tuh, kan! Sudah kuduga bakalan begini jadinya. Daffa sudah sangat kritis meski umurnya masih tiga tahun.

"Kadang, enggak semua orang terbiasa melakukan adab kesopanan, Daffa." Aku membelai kepalanya. 

"Maksudmu, aku nggak sopan gitu? Nyolot banget! Cuma perkara salaman aja lebay! Di luar negeri, nggak ada tuh pulang ke rumah trus salaman! Budaya katrok!" Mbak Laura mengentak-ngentak marah hingga membuat Daffa bersembunyi di belakang kakiku. 

"Mbak, gimana kalau istirahat aja? Daripada anak kecil jadi sasaran?" Aku memberi saran dengan lembut. Aku tidak boleh terlihat marah dan kalah pada Laura di depan Daffa.

"Iya, istirahat aja dulu. Kalian pasti masih capek." Mami berusaha menengahi. 

Untungnya Mas Reza pun ikut menarik lengan Mbak Laura menjauh. Meski tak sampai tiga detik, Mbak Laura sudah mengibaskan lengannya dan berjalan sendiri dengan berlenggak-lenggok seperti model papan atas. 

Bahkan aku bisa melihat kalau Mas Reza begitu memuja istrinya. Dia tersenyum tipis dan mengamati bokong Laura yang bergerak ke kanan dan ke kiri dengan lagak yang dibuat-buat.

Aku menarik napas. 

Bucin emang susah!

"Gimana pendaftarannya?" Mami berusaha mengalihkan pandanganku dari kedua orang yang akhirnya naik tangga dan menghilang di belokan.

"Alhamdulillah, Daffa suka, Nek." Aku mulai membiasakan diri memanggil Mami dengan Nenek jika ada Daffa. 

"Alhamdulillah. Daffa sekolah yang pinter, ya. Biar bisa jadi anak saleh yang baik dan berbakti pada orang tua." Mami membelai kepala Daffa penuh kasih.

Daffa mengangguk antusias. "Nanti Daffa mau kayak Papa! Kelja bikin pablik!" 

Aku tertawa. Pernah beberapa bulan lalu Daffa diajak berkeliling ke pabrik. Dia begitu senang. Daffa menyukai ikan sama seperti Mas Bram. Meski mereka tidak memiliki ikatan darah, tapi perhatian Bram, kasih sayangnya, membuat ikatan mereka lebih kental dari sekadar DNA semata.

END Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang