Sudah lama berkeliling, dan nggak dapet juga yang jual jajanan. Ya sudah kita kembali lagi ke taman. Mau pulangpun, masih jam segini. Nanti sajalah, sore sekalian pulangnya.
Duduk di rerumputan hijau. Memandangi jalan dan awan. Serasa milik berdua, hahaha.
"Maudi."
"Ya?"
"Nanti, saat kamu sudah kembali, kamu jangan pernah lupakan kita ya."
"Maksudnya?"
"Ya...kamu jangan pernah lupakan saya, pak Nas, bu Nas, Ade, Yanti, dan lainnya."
"Ya ndaklah om."
"Kamu harus inget, bahwa kamu pernah hadir dalam kehidupan kami, dan membawa kebahagiaan bagi kami."
Aku hanya diam, tak berkutik. Deru nafas yang sudah tak karuan. Mata yang sudah mulai pedih. Berusaha utuk tegar.
"Kamu pernah datang membawa kebahagiaan, dan kamu jangan pergi meninggalkan duka. Pergilah seperti saat kamu pertama kali kemari."
Masih berdiam diri. Mulut bergetar tak dapat mengeluarkan kata.
"Saya tau, kamu tidak akan selamanya disini, dan ini kesempatan saya untuk mengatakan ini, karena sepertinya tidak ada waktu lain lagi."
"Kalau kamu kembali nanti, jangan lupakan kita ya?"
Hanya menggelengkan kepala, menolak untuk melupakan mereka. Mana bisa aku melupakan mereka. Mataku sudah mulai sembab. Sebulir air mata jatuh. Tak dapat ku tahan.
"Eh Maudi, kok kamu nangis, maaf saya bukan bermaksud untuk membuat mu menangis." Sambil mengusap air mataku.
"Ndakpapa kok om, aku ndak akan melupakan kalian, aku akan selalu ingat pada kalian, kalian pernah hadir dalam kehidupanku, kalian selalu membuatku bahagia, kenangan bersama kalian, tidak mungkin aku lupa." Dengan nada gemetaran.
Om Pierre tersenyum manis mendengar jawabanku.
"Oh ya Maudi."
"Ya."
Masih mengatur nafas.
"Kamu tau Taman Makam pahlawan kalibata to?"
"Tau."
"Kamu pernah berkunjung kesana kan?"
"Pernah."
"Dan saya harap, suatu saat kamu bisa berkunjung kembali."
"Memangnya kenapa?"
"Saya ingin kamu datang menemui saya, dengan senyummu yang tak akan saya lupakan."
Deg...
Benar-benar tak dapat merespon. Nafas yang sudah tak karuan. Air mata yang sudah benar-benar tak dapat ku tahan.
"Ya Allah, kuatkan aku."
"Saya menginginkan suatu saat, saya dimakamkan disana, tempat itu sangat indah, saya ingin berkumpul dengan para pejuang, di taman makam pahlawan, namun apakah saya bisa ya? Mereka yang dimakamkan di sana adalah para pejuang, sementara saya hanya tentara biasa, saya tidak ikut perang melawan penjajah."
"Keinginan om, akan tercapai, om adalah seorang pejuang, om adalah pahlawan."
"Memang apa yang sudah saya lakukan untuk Indonesia."
"Ada."
"Apa?"
"Intinya om pernah berkorban untuk Indonesia." Sambil menahan tangis.
"Mana mungkin to."
"Mungkin om."
"Kalau iya, itu benar, saya sangat senang Maudi, saya memang ingin sekali berkorban untuk Negeri, karena saya sudah diterima oleh Negeri ini, dan di Negeri inilah saya harus berjuang."
"Iya om."
Om menghela nafas panjang. Lalu berdiri. "Maudi, ayo pulang, sudah sore."
"Eh, iya."
Kamipun berjalan berbaris. Om berada didepan. Sementara aku masih dibelakang, memikirkan kalimat om tadi. Om sudah berfirasat kah? Ah tidak.
Tapi kalimat om tadi, benar-benar menusuk sekali. Benar-benar tau kalau dirinya akan pergi, dan tau kalau aku akan pergi tak lama lagi.
"Maudi."
"Eh iya om."
"Kamu tu kenapa?"
"Eh ndak papa." Lalu berjalan menyusul om, yang sudah terlebih dahulu berada didepanku jauh.
"Maudi, Maudi, kamu tu kenapa tooooo, ayo fokus-fokus. Belum saatnya Maudi."
~~~~
Kita sudah tiba di rumah. Om langsung pergi ke paviliunnya. Ya sudah, aku kekamar aja. Lagian pikiranku lagi berantakan juga.
Ada apa dengan om? Kenapa dia bisa berfikiran seperti itu. Dengan kalimat yang sangat-sangat menusuk. Seperti tau kalau aku tak akan disini sebentar lagi. Dan dia? Ah sudahlah. Rumit kalau difikir.
Mending mandi sajalah, biar seger. Biar fresh ni pikiran. Haduhhh. Ya memang sih, aku sebentar lagi tak akan disini. Tapi aku juga ndak tau, tanggal berapa.
Atau jangan-jangan pas malam kejadian ya, pas ku tidur eh aku kembali ke duniaku. Memang sih, aku tak ingin melihat mereka diperlakukan seperti itu. Aku tak ingin melihat malam kejadian itu.
Tapi...aku ingin mengantarkan mereka ke peristirahatan terakhir. Aku ingin ikut mengantar iring-iringan mereka.
Tapi...
Ah Maudi, banyak tapinya. Sudahlah tenangkan pikiranmu Maudi. Tunggu saja saat waktunya tiba nanti. Jangan ambil keputusan sendiri. Nikmati dulu alurnya. Atau nanti kamu bisa setres sendiri. Sudah, tenang Maudi.
Sabar.
Rileks.
Oke sudah ya. Kasihan pikiranmu, harus mengikuti keruwetan dirimu. Badanmu butuh ketenangan Maudi. Sudah...
Oke singkat saja ya....😌
Jangan lupa likeeee👍
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Dan Segala Kenangan [REVISI]
Historical FictionCerita ini bergenre fiksi sejarah, namun tidak pure 100% berisi fakta sejarah. Hanya 20% saja kisah sejarah yang tercantum didalamnya, sisanya berdasarkan imajinasiku. Cerita yang mengusung tema tentang sejarah kelam yang pernah terjadi di Negara ki...