Seusai menjalankan kewajiban shalat Maghrib. Aku memutuskan untuk mencari angin sejuk dengan keluar rumah. Celingukan kekanan dan kiri. Eh tak taunya, ada yang sama denganku. Dia sedang duduk diteras paviliun. Ku hampiri saja. Ikut duduk disampingnya.
"Hayo, mikirin apa?" Ucapanku berhasil membuatnya terkejut.
"Eh, Maudi, ndak saya ndak sedang memikirkan apa-apa."
"Mosok?"
"Iyo."
"Oh oghey."
"Bahasa mana itu?"
"A-a ah lupakan."
"Hem, baiklah."
"Oh ya, om tadikan minta foto saat om main basketkan ya?"
"Oh iya, mana saya lihat."
"Sebentar." Aku mengutak atik HP. Mencari foto itu. Karena digaleriku banyak sekali foto-foto om. Nah akhirnya ketemu juga.
"Ni fotonya."
"Oh ini iya, tahun 1961 kemarin."
"Tukan, aku tu punya foto om banyak."
"Oh ya?"
"Iya, banyak."
"Coba mana lagi yang menurutmu bagus, foto saya."
"Emm sebentar." Mulai mencari lagi.
"Ini foto yang aku suka."
"Oh ini, ini itu saat saya mengembalikan fungsi paviliun."
"Iya aku punya foto lainnya itu. Tapi dalam situasi sama juga."
"Mana."
"Tu fotonya."
"Bagaimana menurutmu saya disitu?"
"Gagah sekali kau om, dengan gagah berani kau menyerahkan nyawamu untuk Bangsa."
"Hahaha."
"Lah kok ketawa?"
"Ndak, ndak apa, kamu tu lo, lucu."
"Lucunya dimana?"
"Sudahlah lupakan saja. Oh ya kok kamu disini? Tidak didalam saja? Kan udah malam, dingin."
"Tujuanku kesini tu pengen nyari kesejukan malam."
"Begitukah?"
"Iya om."
Menatap langit malam ternyata menyenangkan. Ditambah dengan indahnya bintang-bintang yang menyala setelah mendapat pantulan sang surya. Ditambah lagi terdapat keindahan tersendiri yang berada disampingku. Sungguh nikmat dunia mana lagi yang kau dustakan? Tak ada dusta disini.
Hanya ada kepedihan untuk menerima kenyataan. Seketika seekor kunang-kunang terbang didepan mata. Nyalanya membuatku terpana akan keindahannya.
'Kunang-kunang.'
Kalimat itu terucap lirih dari mulutku. Dirinya menatap diriku setelah kuucap kata kunang-kunang tadi.
"Ada apa dengan kunang-kunang?" Tanyanya.
"Ada hal spesial akan kunan-kunang, kunang-kunang tak hanya hewan, namun ia juga bisa menjadi sebuah perumpamaan bagi seseorang yang memilik keindahan seperti kunang-kunang."
"Siapa orang itu?"
"Ada. Orang tersebut sangat berjasa bagi kami, orang-orang yang tak kenal akan rasa takut, perih, putus asa, menyesal, kecewa. Tak ada dalam diri mereka." Dirinya masih terus menatapku. Penasaran akan setiap kalimat yang kuucapkan.
"Mereka yang didiri mereka hanya ada kata bertahan. Keberanian, jiwa semangat yang menyala, namun mereka tiada daya meratapi apa yang sedang terjadi."
"Si-siapa yang kau maksud, Maudi?"
"Seseorang tersebut tak dapat dilupakan."
"Kau tak mengatakan, mana saya paham."
"Tak perlu om tau, karena yang saya ucapkan ada didirimu." Detik itu juga aku memutuskan untuk beranjak dari tempat dan meninggalkannya sendirian. Tanpa pamit dan izin terlebih dahulu. Tak ingin menjawab lagi pertanyaannya. Cukup sekian rasa pedih yang kau berikan. Biarkan malam ini aku beristirahat sejenak. Sebelum esok pedih ini tiba lagi.
Memasuki kamar, ingin menutup jendela. Namun lagi-lagi aku melihat dirinya, masih dengan rasa penasaran akan ucapanku.
"Tak usah difikirkan." Ucapku setelahnya kututup jendela kamar. Sebelum ia menjawab. Adzan berkumandang. Sebaiknya aku menjalankan kewajiban saja. Berdo'a meminta jawaban akan apa yang sedang terjadi padaku. Rasa penasaran masih menyelimuti diriku.
Tujuanku kesini apa?
Apakah aku dikirim kesini hanya untuk membuatku sesak setiap hari? Meratapi apa yang akan semesta timpa untukku. Selesai shalat, aku memutuskan untuk rebahan diranjang. Menenangkan diri dan pikiran. Memejamkan mata sejenak. Membayangkan suka dan duka berada disini. Menatap langit-langit kamar. Berusaha untuk terpejam. Susah tidur dijam sekian. Biasanya aku tidur dijam ± 00.00.
Ah sudahlah, aku keluar sejenak. Berharap dirinya tak ada disana. Duduk didepan rumah. Menghela napas berat. Seraya memejamkan mata. Mencoba untuk tetap bertahan. Besok aku harus sekolah. Besok pulang om akan menjemputku. Apakah om akan bertanya lagi besok? Kalau iya, maka aku harus menjawab apa?
Hemm sebaiknya besok aku kabur saja sebelum dirinya datang menjemputku disekolah. Sebenarnya tidak ada masalah diantara kami. Hanya saja aku yang ingin menghindar dari dirinya untuk sejenak ini. Ingin menghilngkan sesak didiriku terlebih dahulu.
Karena masih banyak sesak yang lainnya yang masih menunggu. Masih banyak air mata yang akan mengalir. Tak hanya setetes air mata yang jatuh. Namun berpuluh-puluh air mata yang akan mengalir. Dan tak hanya jatuh dari sepasang mata. Namun berbagai pasang mata akan mengalir air mata.
Tak hanya aku yang cengeng bila disini. Ku akui aku beruntung, bisa masuk kedunia ini. Namun lagi-lagi ini hanya mimpi atau nyata? Aku tak mengerti teka-teki dunia. Ya sudah jalani saja alur yang telah digariskannya untukku. Menikmati perjalanan yang sedang terjadi. Dirasa tak ada yang penting, dan sepertinya aku sudah ngantuk.
Aku memutuskan untuk masuk lagi kedalam. Merebahkan badan. Memejamkan mata. Tertidur pulas disana. Selamat malam dunia yang penuh dengan teka-teki ini.
Oghey💃
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Dan Segala Kenangan [REVISI]
Ficción históricaCerita ini bergenre fiksi sejarah, namun tidak pure 100% berisi fakta sejarah. Hanya 20% saja kisah sejarah yang tercantum didalamnya, sisanya berdasarkan imajinasiku. Cerita yang mengusung tema tentang sejarah kelam yang pernah terjadi di Negara ki...