42. Sepi yang Ku Rasa

605 49 11
                                    

1 Oktober 1965

Setelah kejadian naas tersebut, sekarang suasana terlihat sangat sepi. Jam 06.30 biasanya kita bersama menikamati sarapan. Setelah selesai sarapan kita saling beepamitan akan pergi ke tempat tujuan.


Namun hari ini berbeda, suasana gembira dipagi hari kini tak ku rasakan kembali. Suara nyaring Ade yang memanggil nama bu Nas kini tak lagi terdengar. Suara om Pierre yang setiap pagi memanggilku kini tak terdengar lagi.

Aku rindu suasana dulu, hari ini sekolahku libur. Jadi aku ingin menghambiskan waktu disini. Pak Hamdan kali ini ada dirumah. Ia sedang melapor bahwa telah ada peristiwa pemberontakan dirumah pak Nas.

Aku sedang terduduk ditaman, memandangi bayang-bayang Ade yang setiap sore bermain sepeda bersama om. Lalu kini siapa yang akan bermain sepeda setiap sore berkeliling taman? Hanya bisa menangis mengenang itu semua. Tertunduk lesu dalam bayangan indah.

Akuu berdiri berjalan perlahan hingga terhenti disuatu titik. Terduduk dihamparan rumput yang hijau. Memandangi hijaunya rerumputan didepanku. Meletakkan tangan disana, menangis membayangkannya.

"Disinilah terakhir kali Ade bermain sepeda bersama om. Dan disinilah om terakhir kali memberi coklat pada Ade. Sekarang pemandangan seperti itu tidak akan terjadi lagi."

Berusaha untuk tegar memanglah tidak mudah. Maudi gagal membangun benteng pertahanan agar dirinya tidak menangis. Dirinya menangis sendu disana.

"Om Pierre siapa lagi yang akan mendorong sepeda Ade setiap sore berkeliling tamannn."

"Ade siapalagi yang akan bermain disini menggunakan sepeda, kemudian meminta coklat pada om Pierre."

"Tidak ada, kalaupun ada hal itu akan berbeda suasananya. Suasana seperti dulu tidak bisa ku rasakan kembaliii."

Melihat Maudi yang sudah menangis sesenggukan, pak Hamdan berlari menemuinya. Berusaha membuatnya sadar.

"Maudi...Maudi tenangkan dirimu nak."

"Pak Hamdan, disini, disinilah om dan Ade bermain bukan? Lalu siapa yang akan bermain disini lagi? Siapa pak?" Seperti halnya orang yang histeris, begitulah kondisi Maudi saat ini.

"Nak, Pierre dan Ade pasti akan baik-baik saja."

"Pak Hamdan jangan berbohong hanya untuk membuatku tenang!!"

"Kita berdo'a saja."

"Om Pierre udah pergi pakkk."

"Pierre pasti akan kembali."

"Tidak!!"

"Maudi sudah tenangkan dirimu."

Kalian pasti bisa mengerti apa yang dirasakan Maudi. Dirinya seperti orang yang hilang kesadaran. Menangis sesenggukan. Berteriak sekuat tenaga. Pak Hamdan yang tak kuasa melihat Maudi yang sehisteris itu lantas memeluknya untuk menenangkannya.

"Sudah Maudi sudah."

Maudi masih menangis sesenggukan dipelukan pak Hamdan. Tak lama kemudian dirinya melepas pelukan itu. Lantas dirinya berlari ke dalam rumah.

"Maudiii."

Saat pak Hamdan hendak mengejar. Tiba-tiba saja ada ajudan lain yang melapor bahwa ada tamu didepan.

"Ada apa?"

"Siap ada tamu didepan."

"Siapa?"

"Pak Jusuf Razak."

"Adik iparnya Pierre?"

"Dirinya ingin bertemu Pierre, ingin menjemput Pierre, untuk kembali ke Semarang."

Kamu Dan Segala Kenangan [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang