1. Pembukaan

1.7K 97 2
                                    

Saat ini aku tengah duduk di taman yang rindang menikmati sejuknya udara pagi. Meskipun yang kita ketahui bahwa udara kota metropolitan ini kini sudah tercemar. Namun aku masih bisa menemukan udara sejuk pagi hari kota metropolitan ini, walau hanya sedikit.

Ku baringkan tubuhku di hamparan rumput yang hijau seusai joging mengelilingi komplek perumahan.

Memandangi awan yang melukiskan beragam bentuk. Bentuk-bentuk yang abstrak namun indah untuk dinikmati mata.

Aku memutuskan untuk masuk ke dalam saat dirasa istirahat ku sudah cukup.

Aku pergi ke ruang keluarga. Duduk di depan televisi. Hari ini aku bebas akan tugas yang terus mengejar ku selama satu minggu ini. Lantaran hari ini adalah hari Sabtu.

Duduk sambil melihat channel televisi, yang sedang menayangkan kartun favoritku. Rasanya seperti ada yang kurang, kalau menonton televisi tanpa cemilan.

Aku pun memutuskan untuk pergi kedapur. Menggoreng sosis dan membuat es sirup manis. Saat sedang asik memotong-motong sosis, tiba-tiba saja ada yang datang menghampiriku dan mencoba untuk melarang ku melakukan pekerjaan ini.

Siapa lagi kalau bukan mbak Inah. Mbak Inah adalah asisten rumah tangga dirumahku. Namun sudah aku anggap seperti kakak ku sendiri.

Mbak Inah ini terbilang masih muda, karena umurnya baru 20 tahun. Selisih lima tahun saja dari usia ku.

Mbak Inah adalah anak rantau. Ia merantau dari desa ke kota Jakarta. Ia mengenyam pendidikan tinggi di Jakarta.

Mbak Inah memutuskan untuk kuliah sambil bekerja. Hal ini ia lakukan untuk membiayai pendidikannya. Lantaran mbak Inah berasal dari keluarga sederhana.

Ayah nya bekerja sebagai buruh tani di kampung halamannya, sementara ibu nya adalah seorang pedagang gorengan keliling di kampung halamannya.

"Eh non Maudi, sini biar mbak saja yang melakukannya."

"Eh ndak usah mbak, lagian cuma motong sosis sama buat es sirup doang kok."

"Iya biar mbak saja."

"Nggak usah mbak. Tapi kalau mbak maksa boleh-boleh aja sih, tapi ada syaratnya."

"Apa itu syaratnya?"

"Mbak harus temenin aku nonton TV."

"Tapi non, pekerjaan mbak kan banyak."

"Aku bantu."

"Eh ya jangan dong, nanti saya bisa dimarahin kalau non bantu saya."

"Siapa juga yang bakal marah? Itu mah alesan mbak saja biar aku nggak bantu mbak. Ya sudah kalau begitu izinin aku buat ngelakuin ini sendiri. Lagian aku juga udah lama nggak berkutik di dapur."

"Memang non pernah? Kan rumah sebesar ini pasti ada asistennya kan sebelum saya."

"Pernah, waktu itu asisten di rumah ini izin keluar karena mau kembali ke desanya. Ya sambil menunggu asisten baru, aku yang melakukan pekerjaan rumah."

"Wihh non hebat."

"Hebat dari mananya? Mbak lebih hebat. Mbak bisa melakukan semuanya sendiri. Mbak loh kuliah sambil bekerja. Merantau pula."

"Hehe, ya mau bagaimana lagi non keadaan yang memaksa mbak melakukan ini semua. Tapi mbak sangat bersyukur masih diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi. Setidaknya mbak bisa mengangkat derajat orang tua mbak. Mbak sudah capek selalu dipandang sebelah mata sama tetangga di desa."

"Semangat ya mbak, aku yakin mbak pasti bisa melewati ini semua. Aku yakin mbak pasti akan sukses kedepannya."

"Aamiin non. Makasih ya sudah mau jadi teman baik mbak selama di kota ini."

Kamu Dan Segala Kenangan [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang