17. Minggu

455 43 0
                                    

Hari ini adalah hari yang dinantikan semua orang. Karena dihari ini semua orang dapat beristirahat dari sibuknya hari-hari biasa.

Duduk didepan teras rumah adalah pilihanku untuk memulai hari ini. Memandang pemandangan. Menikmati suasana.

"Eh Maudi." Kaget mbak Mardiah yang tiba-tiba datang di belakangku.

"Ya mbak?"

"Bisa tolongin mbak tidak?"

"Tolongin apa mbak?"

"Tolong kamu sirami tanaman itu ya, soalnya mbak banyak pekerjaan didalam, ndak sempat sepertinya untuk menyiram. Maaf ya kalau jadi ngerepotin kamu."

"Ya ilah mbak, gakpapa kalik, santai saja, ini juga sudah sepantasnya aku ikut membantu beberes dirumah ini."

"Iya, mbak minta tolong ya."

"Iya mbak."

"Ya sudah mbak masuk dulu ya, terima kasih sebelumnya."

"Iya mbak sama-sama."

Aku hidupkan selang yang telah terhubung dengan kran yang sudah menyala. Memberi minum kepada tanaman hijau yang kehausan. Tanaman disini tumbuh dengan suburnya.

"Maudii." Teriak seseorang yang suaranya tak asing bagiku. Itu pasti bu Nas. Dan ya saat aku menoleh, ku dapati bu Nas yang sedang berlari kecil kearahku.

"Eh ada apa bu? Kok lari-lari begitu."

"Kamu ikut ibu ke pasar mau tidak?"

"Pasar?"

"Iya, ibu mau belanja, soalnya bahan-bahan dapur sudah menipis."

"Eum baik buk, kalau begitu saya matikan krannya dulu."

"Iya."

Seusainya aku dan bu Nas berjalan ke pasar. Berbelanja kebutuhan dapur. Saat sedang berbelanja, tiba-tiba saja ada rampok yang merampok bu Nas. Akupun berlari mengejar perampok tersebut dengan gesitnya. Tak tau saja aku ini siapa.

Aku cuman berpura-pura kalem didepan orang baru. Ya aslinya aku tu bar-bar. Ku kejar perampok tadi sambil berteriak. "HEH BERHENTI LO."

Perampoknya tak mau berhenti, ohhh nantangin ini, oke. Kecepatan lariku ku tambah. Dan akhirnya aku berhasil menggeret baju belakangnya hingga membuatnya terhenti dan menoleh.

"Siapa kamu?" Tanyanya.

"Dan lo siapa?" Tanyaku balik.

"Ngajak berantem ni anak." Ancamnya.

"Ayo." Jawabku balik menantang.

Dan ya kamipun bergulat, saling pukul, tak peduli ia lebih tua dariku. Jika ia orang salah mengapa harus dibela? Jika ia salah ya harus diberi pelajaran. Sudah berumur kok ngerampok, memberi contoh yang tak baik saja.

"Maudiii." Panggil bu Nas dengan suara yang terdengar begitu khawatir. Maaf bu aku tak menggubrisnya, maaf bu, ini juga demi ibu.

"Sudah hentikan Maudiii." Pinta bu Nas.

Lagi-lagi aku tak mendengarkannya. Hingga tanpa ku sadari, ternyata perampok ini membawa senjata tajam, yakni pisau. Dan saat diriku lengah ia ternyata memanfaatkannya. Ia menggores lengan kiriku dengan pisaunya. Ternyata ia membawa pisau dan aku tidak mengetahuinya.

"Au." Keluhku.

Amarahku bertambah menjadi. Saat hendak melayangkan satu pukulan lagi. Rombongan warga datang, membuatku mengurungkan niat untuk memukulnya. Wargapun dengan cekatan, menangkap perampok tadi. Mengamuk masanya.

Kamu Dan Segala Kenangan [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang