15. Balon

473 44 1
                                    

Sesampainya di rumah, aku berteriak memanggil Ade. "Adeee." Sang pemilik nama muncul, berlari kearahku. Ku peluk dirinya terlebih dahulu.

"Coba liat kakak bawa apa?"

"Apa itu kak?"

"Taraaa." Ku tunjukkan lima balon yang warna-warni ini.

"Ade suka?"

"Suka sekaliii. Terima kasih kak." Ucapnya sambil mencium pipiku.

"Sama-sama sayang." Ku cium balik keningnya.

"Ya sudah Ade mainnya di taman gih."

"Baik kak."

Setelah Ade ke taman, keluarlah seorang bapak yang dengan gagahnya berjalan menghampiriku. Berdiri tegap didepanku. Matanya menyala penuh tanya. Membuatku gugup tak berdaya.

"Kenapa pulang terlambat?"

"A-i-itu pak, sa-saya tadi mencari penjual balon dulu. Saya pengen membelikan Ade balon." Jawabku gugup.

"Mengapa harus cari penjual balon?"

"Tak tau kenapa, saya ingin saja membelikan Ade balon, yang jual susah dicari, jadi saya keliling dulu sama om, mencari si penjualnya."

"Benarkah Pierre?" Tanya pak Nas pada om, yang kebetulan ada disampingku. Ku lirik dirinya. Penuh harap dirinya menjawab 'iya.'

"Iya pak." Jawabnya. Pak Nas bernafas lega akan jawaban kebohonganku. Ya masa aku bilang ke pak Nas yang sebenarnya.

"Baiklah kalau begitu, saya masuk dulu ya, kamu tidak perlu gugup seperti itu, Maudi."

"Hehe. I-iya pak. Oh ya, saya juga mau kedalam, mau shalat."

"Baiklah." Aku masuk kekamar. Melaksanakan kewajiban. Tak lupa ku meminta do'a akan jawaban apa yang sedang terjadi padaku.

Seusainya aku kembali keluar. Berlari menemui Ade yang sedang asik bermain. Berlarian mengelilingi taman. Dengan penuh canda tawa kami bermain. Menikmati waktu yang diberikan. Tak ku sangka Ade berani naik-naik ke kursi taman.

"Eh Ade, nanti jatuh lo, ayo turun."

"Tidak, Ade tidak mau turun."

"Adeee." Gertakku, sedikit meninggikan suara agar Ade mau turun dari kursi. Karena aku tidak ingin hal buruk terjadi padanya.

"Balonnya terlihat indah kak dari sini."

Seindah dirimu Ade.

"Ih iya, tapikan kalau jatuh sakit."

"Tidak. Kan Ade kuat."

"Iya, Ade kuat, tapikan kalau Ade jatuh, nanti mama sama ayah khawatir lo, nanti mereka sedih, Ade mau mereka sedih?"

"Tidak."

"Makanya turun ya sayang."

"Tapi Ade tetap mau disini." Dan yang ku khawatirkan terjadi. Ade terpeleset jatuh. Namun untungnya sesigap mungkin aku menangkapnya. Syukurlah dirinya tak terluka.

Tak ku sangka, ternyata dari tadi ada yang mengawasi kami bermain. Dan sekarang dirinya berlari kearah Ade dengan rasa khawatir.

"Ade tidak apa-apa? Ada yang luka tidak?" Tanyanya setiba dihadapan kami.

"Tidak om, Ade baik-baik saja, tapi kak Maudi yang terluka om."

"Maudi?"

"A-aku baik-baik saja om."

"Sini saya bantu." Tangannya yang terulur kugapainya. Berdiri sejajar didepannya. Lagi-lagi mata ini bertemu. Mataku mengisyaratkan kepedihan. Dan matanya mengisyaratkan tanda tanya. Secepatnya aku mengalihkan pandanganku kearah lain.

Kamu Dan Segala Kenangan [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang