"Bu ini tepungnya diapain?"
"Diayak dulu aja, habis itu kamu kasih ke mbak Mar, biar di ulenin sama dia."
"Baik bu."
Mulailah aku mengayak tepung, agar tepung halus tak ada yang menggumpal. Selesai mengayak tepung, aku membawanya ke mbak Mar, yang ada di posisi depan.
Tiba-tiba saja.
Brukk.
Aku menubruk seseorang, dan untungnya tepungnya nggak tumpah semua. Masih ada setengah di mangkok.
Karena terkejut, akupun menatap lumayan lama tepung yang sedang ku pegang. Lalu beralih, aku lihat siapa yang menubrukku. Eh ternyata om Pierre yang menubruk.
"Eh ada apa Maudi?" Tanya bu Nas.
"Ini bu, tepungnya tumpah setengah, ini gara-gara om Pierre ni, masuk nggak permisi." Tanpa rasa bersalah aku menyalahkan om seenaknya.
"Lah kok saya?"
"Lah siapa lagi? Kan emang om yang salah, dateng nggak permisi."
"Kamu juga, jalannya nggak liat kedepan, malah fokus ke tepung."
"Tapi kan-" Kalimatku terputus saat bu Nas berbicara.
"Eh sudah, kalian malah berantem, sudah begini saja, kamu beli tepungnya lagi saja Maudi."
"Baik bu, maaf ya bu jadi berantakan, ini semua salah om titik."
Tanpa basa-basi aku langsung keluar. Dan sialnya aku lupa kalau bu Nas belum memberikanku uang untuk membeli tepungnya. Saking emosianya sih, aku jadi comot penuh tepung. Jadi putih aku.
Dengan lari terbirit-birit aku kembali lagi ke dapur. Bu Nas yang melihatku hanya tersenyum-senyum sambil menggelengkan kepala.
"Hehe." Tawa cengegesanku.
"Maudi-Maudi, ini uangnya."
"Makasih bu, saya permisi."
Eh ternyata om Pierre masih didapur juga, ya udahlah ku tarik aja tangannya, tujuannya untuk mengajaknya ke warung. Karena masih marah, jadi aku tarik saja. Maaf ya om.
Sesampainya di teras depan, aku lepas tangannya. Kesannya malah lucu bukannya serem atau gimana. Bagaikan cewek yang sedang ngambek sama cowoknya.
"Kenapa kamu tarik tangan saya."
"Ini gara-gara om ya, coba aja om masuk dengan permisi, aku nggak akan kena tepung begini."
"Kamu juga salah, jalan nggak liat ke depan."
"Ya intinya om yang salah."
"Kamu juga salah."
Tak menjawab, hanya melirik sinis ke arahnya.
"Sudah-sudah." Suara Ade berteriak.
Aku dan om malah jadi saling bertatapan kan.
"Kalian itu sudah besar, kenapa kalian berantem didepan rumah, nanti kalau dilihat orang kan ndak enak." Suara nyaring Ade saat marah.
"Ini Ade, om ini, liat gara-gara om kak Maudi jadi kotor."
"Om Pierre?" Ucap Ade sambil menatap sinis dirinya. Layaknya seorang anak yang sedang marah kepada ayahnya.
"Ndak Ade, kak Maudi juga salah."
"Sudah-sudah, Ade ndak mau tau siapa yang salah, yang Ade mau kalian minta maaf."
"Tapi Ade-"
Kalimatku terputus lagi.
"Ndak ada tapi-tapian, ayo minta maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Dan Segala Kenangan [REVISI]
Ficção HistóricaCerita ini bergenre fiksi sejarah, namun tidak pure 100% berisi fakta sejarah. Hanya 20% saja kisah sejarah yang tercantum didalamnya, sisanya berdasarkan imajinasiku. Cerita yang mengusung tema tentang sejarah kelam yang pernah terjadi di Negara ki...