5 Oktober 1965
Hari ini 5 Oktober 1965, bertepatan dengan hari ABRI yang ke-20 tahun. Jauh-jauh hari sebelum hari H, para Angkatan bersenjata telah mempersiapkan sebuah acara yang akan mereka laksanakan saat hari jadi mereka tiba. Angkatan bersenjata berencana ingin mengadakan parade besar-besaran.
Namun sayang, ulang tahun ABRI kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Rencana mereka sirna, seperti halnya harapan yang hilang ditenggelamkan oleh kenyataan. Hari dimana mereka yang seharusnya merayakan, justru dihari ini mereka harus melepaskan.
Aku masih berada dirumah, Pak Nas, bu Nas dan lainnya telah berada disana. Pak Hamdan masih disini bersamaku. Mengenakan pakaian serba hitam dan terduduk melamun ditaman. Tak menyangka bahwa hal ini akan Maudi rasakan.
"Maudi ayo."
"Eh iya pak."
"Memang hal ini berat utuk dirasakan, namun kita harus mengantar mereka. Melepaskan mereka dengan ikhlas. Dengan iringan do'a kita mengantar mereka ke tempat yang paling tenang."
Maudi sudah benar-benar tidak bisa lagi menampung air matanya. Air matanya silih bergantian jatuh tak karuan.
"Pak Hamdan kenapa ini semua terjadi pada mereka? Mereka tak bersalah sama sekali, mereka tak tau apapun, mereka difitnah pakkk."
"Sudah Maudi, mereka sudah tenang. Allah Maha Baik, Allah akan menempatkan mereka di Surga-Nya. Kita hanya bisa mengikhlaskan dan mendo'akan yang terbaik untuk mereka."
"Pak Hamdannn."
"Sudah, hapus air matamu kita kesana sekarang."
"Tidak pak."
"Maudi jangan keras kepala, kita harus mengantar Pierre kan? Kalau dia ada disini dia pasti akan menghapus air matamu itu, dia tidak mau melihatmu menangis begini. Ya jangan nangis lagi."
"I-iya pak." Suaranya sesenggukan.
"Ya sudah ayo." Mobil sudah melaju ke tempat tujuan.
~~~~Setibanya ditempat, yakni di MBAD akupun masuk kedalam. Suasana sudah begitu ramai, banyak suara tangisan dimana-mana. Suasana sendu yang kurasakan.
"Maudi."
"Bu Nas."
"Ayo ikut saya, kita temui keluarga Pierre."
"Tidak bu."
"Kenapa?"
Tanpa berkata Maudi hanya menggelengkan kepalanya sambil menahan tangis. Bu Nas yang peka akan keadaanpun tau suasana hati Maudi.
"Maudi setidaknya sebentar saja."
"Baik bu."
Bu Nas dan Maudi berjalan menghampiri ibu Cornet M.E yang sedang menangis sambil memeluk peti jenazah sang putra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Dan Segala Kenangan [REVISI]
Historical FictionCerita ini bergenre fiksi sejarah, namun tidak pure 100% berisi fakta sejarah. Hanya 20% saja kisah sejarah yang tercantum didalamnya, sisanya berdasarkan imajinasiku. Cerita yang mengusung tema tentang sejarah kelam yang pernah terjadi di Negara ki...