37. Everlasting

114 12 4
                                    

*Raisha POV*

Melvin mengantar gue sampai di depan rumah kemudian ia memesan taksi. Masih tidak berbicara dengan gue setelah pertanyaan yang ia lontarkan tidak terjawab oleh gue.

Gue... gatau apakah harus jujur tentang semua ini kepada Margo?

Selama ini, ketika Margo bertanya itu pakaian siapa, gue selalu tidak menjawab dan malah mengalihkan pembicaraan.

Gue yakin Margo pun penasaran, namun Margo being Margo yang selalu sabar dan tidak akan bertanya sampai akhirnya gue membeberkan semuanya.

Dan mungkin, malam ini lah saatnya.

"Gue balik dulu. Taksi gue udah sampe."

Gue mengangguk pelan, "hati-hati Vin."

Setelah melihat taksi berjalan menjauh dari jarak pandang gue, gue masuk ke dalam rumah dan menyadari bahwa manusia yang akan gue ceritakan seluruh dosa gue sudah dirumah.

***

"Margo"

"Ya, sayang?"

Gue melangkahkan kaki gue mendekat ke arah tempat tidur, ke arah si tinggi yang menjadi rumah gue. Ke si tinggi yang sedang sibuk memainkan nintendo switch nya.

Gue lelah. Gue lelah menutupi ini semua dari orang yang amat gue sayang.

Gue lelah berpura-pura bahwa gue baik-baik saja. Gue kira rasa ini sudah selesai. Gue kira semua sesal sudah berakhir. Nyatanya, sosok yang gue sapa dan temui hari ini benar-benar membawa dampak yang benar-benar tidak bisa gue gambarkan.

Rasanya dunia gue langsung diputar balikkan.

Kembali menjadi Raisha yang kehilangan arah.

Kembali menjadi Raisha yang tidak bisa apa-apa.

Gue memeluk Margo yang tidak pernah sedikitpun mengeluh meskipun gue baru dari luar dan belum sempat mandi.

Tentu saja Margo tidak akan ambil pusing, dia tinggal mandi lagi atau mandi bareng sama gue?

Ya Margo dengan segala magisnya yang seakan gue lupakan tadi.

Margo, dengan segala presensinya yang mampu menjadikan gue berdiri sampai saat ini.

"Kangen." Kata gue kemudian memeluknya erat. Menghirup wangi mint khas sabun kesukaan Margo, membuat gue tenang.

Rasanya gue bisa istirahat.

"How's the gala? Great?" Katanya masih tidak mengalihkan pandangannya dari si switch kesayangan yang kalo ga ada di samping nakas tempat tidur, dicariinnya bisa seharian penuh.

Gue menggeleng lemah.

Margo kemudian mengusap lembut kepala gue, kemudian mengecup pelan puncak kepala gue. Nah ini pasti si switch udah dia taro balik di nakas.

"Ada yang mau kamu ceritain, Rai?"

Gue sebenernya tau kalo Margo akan santai banget denger cerita gue. Atau lebih tepatnya berusaha untuk santai? Karena apa yang akan gue katakan malam ini kepadanya mungkin sesuatu yang bisa membuat kepercayaannya hilang sedikit demi sedikit ke gue.

Entah ya gue merasa coping mechanism Margo ini tuh keren banget. Ga ada loh dia pernah bilang cemburu secara langsung ketika gue cerita Abam. Apa ya? I really adore him karena dia bisa sepengertian itu.

EVERLASTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang