*Abam POV*
Gue terbangun dari tidur gue dan ternyata gue gak mimpi. Masih ada Raisha di sebelah gue.
Jam 6 pagi. Rasanya udah siang banget. Edan.
Gue berusaha meninggalkan Raisha dari tempat tidur agar dia tetap tertidur pulas sedangkan gue haus banget dan asem banget mulut, mau ke dapur cari minum terus lanjut ngerokok.
Pas gue keluar kamar, gue membeku di tempat.
Shit.
Ada. Sultan. Di. Balkon.
Mati. Gue.
Dia membalikkan badannya dan menatap gue.
Masih dengan setelan lengkap ngantornya. Nggak sih, kancing udah dibuka dua, tangan digulung berantakan, dan rambut yang... ah udah lama ya gue gak ketemu Sultan? Rambut idaman wanitanya kembali lagi.
Dia melambaikan tangannya ke gue, mengundang gue untuk berjalan mendekat ke arahnya. Ngasep bareng. Untung otak gue masih bisa dipake. Gue buru-buru masuk kamar tamu, kamar dimana tempat gue menanggalkan celana jeans gue semalam. Gue ganti baju dengan setelan gue seperti semalam ketika menjemput Raisha kemudian merapikan baju gue. Gue masukkan baju dan celana pendek yang gue pake semalam ke dalam paper bag (yang gue temukan di dalam kamar ini) yang berisi baju-baju gue yang selama ini sengaja gue tinggalkan.
Keluar dari kamar gue letakkan paper bag tersebut di dekat tas gue yang tergeletak di pantry sejak semalam. Gue ambil kotak rokok gue dari dalam tas. Oh iya gak lupa nenggak air putih dulu biar licin suara nanggepin pertanyaan Sultan yang pastinya mematikan. Gue tarik napas dalam-dalam kemudian berjalan mendekat ke arah balkon.
"Tan." Kata gue se casual mungkin. Aslinya gue jiper setengah mampus.
Dia nawarin korek ke gue, yang gue sambut dengan baik. Padahal asli tangan gue gemeteran.
Dia menyesap rokoknya dan menghembuskannya perlahan.
"How's aussie, Bam?"
Gue terbatuk. Keselek asep rokok sendiri. Loh? Sultan tau?
"Lo... tau?"
"How could I not know? Jere told me everything."
Gue menyesap rokok gue lagi, jelas lah. Siapa lagi temen main Jere kalo bukan Sultan abis gue tinggal minggat?
"I asked him to reached you."
Jir. Fakta apaan lagi sih ini. Sinting.
"Gausah kaget gitu. Nyokap lo yang ngasih tau semuanya. She asked if there is something wrong with you when you decided to go to Australia back then."
Gue menghisap rokok gue dalam.
Bunda.
"Dan... kalau-kalau adek gue kabur nyari lo setidaknya gue tau lo sama dia ada di negara yang aman."
Gue masih terdiam. Gak mau memutus perkataan Sultan.
"Bam. Gue minta maaf."
Hiya. Keselek asep rokok lagi gue.
"Hah?"
"Sorry. For everything."
Gue menghembuskan asap rokok gue, "harusnya gue yang minta maaf, Tan."
"Udah, kelar diantara kita. Tapi antara adek gue sama lo belon kelar."
"Ni mau gue kelarin kok." Gue tersenyum tipis. Miris. Sedih sih. Tapi harus.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVERLASTING
FanfictionPeople said, love is meant for everyone. When they met, they show sparks in their eyes. Butterfly in their stomach. And heart that beat harder than usual. For me, It was always you. Who silently crept into my heart. And open the door that I planned...