* Abam POV *
Days gone by and I am still in the maze of my heart.
It's been a while since that day. The day I decided to ran away and lost everything (in terms of my feeling).
Gue...cabut ke Australia.
Bukan karena gue patah hati-kecewa-pengecut aja sih, tapi karena emang gue hoki dikasih beasiswa sama kantor gue buat lanjut studi, and I am gladly accept that, since no one wanted me in Indonesia that time, kecuali Bunda.
Bunda pun sekarang nyusul bokap ke Eropa, menyelesaikan sisa tugasnya, sebelum balik Jakarta lagi.
Gue... sekarang baik-baik saja, em... atau mencoba baik-baik saja?
Saat itu terjadi terlalu cepat. Seperti sambaran petir yang datang tiba-tiba ketika langit sangat cerah.
Gue dalam satu waktu kehilangan 2 orang yang sangat berharga bagi gue. Pahit ya?
Karena kebodohan gue lah, semua itu terjadi. Ya sesungguhnya, semuanya nggak salah gue juga sih, semuanya punya porsi salah masing-masing, tapi sial di gue aja, itu orang-orang mempunyai benang merah sama gue semua, yaudah gue yang rugi banyak.
"Bam, nggak berangkat ke kampus?"
Itu suara Bunda. Iya, Bunda lagi nyamper gue ke Sydney, tempat dimana gue sekarang mengemban ilmu master gue.
Gue yang masih termenung di depan laptop gue otomatis langsung menatap Bunda dan tersenyum, "ngga deh, Abam males. Mungkin nanti siangan deh kalau ternyata ada mentok tesisnya baru Abam ke library."
Bunda mengangguk pelan, "yaudah kalau gitu, temenin Bunda yuk."
Waduh. Belanja nih. Bunda bakal balik Eropa lagi lusa. Temennya banyak banget yang nitip, jadi heran gue nih nyokap kesini nyamper gue apa mau jastip sih niatnya?
"Emang kemarin belum dapet semua? Perasaan itu sepatu UGG udah banyak banget sampe gak muat dimasukkin ke koper."
Gue asli lagi males banget keluar soalnya cuaca diluar lagi dingin-berangin. Meskipun Sydney gak ada salju tetep aja anginnya coy, bikin merinding. Gue mah tim anak tropis banget deh.
Hehe. Gak juga sih. Gue juga sering misuh-misuh pas di Jakarta gara-gara panas banget.
"Cepet sih Bam berbakti sedikit sama Bunda."
Gue melirik Bunda, gustii.... kurang berbakti apa gue kemaren seharian nggak ngerjain tesis demi menemani doi belanja sampe tangan gue sengklek.
"Abam ih."
"Duh, ngelebih-lebihin pacar aja ngambeknya." kata gue sambil bangkit dari sofa nyaman depan TV. Bunda yang mendengar keluh kesah gue langsung menyambit punggung gue dengan bantal sofa.
"Bunda! Nggak Abam anter nih!"
"Cepetan!"
***
Disinilah gue terdampar, Paddy's market dimana banyak banget orang yang lagi sibuk tawar menawar. Penuhnya udah kayak laron kalau lagi musim kemarau di Indo, ada mulu, banyak banget, heran.
And you know what?
Ini Paddy's market isinya orang Indonesia semua kali! Woy yang ngomong Indo banyak banget? Gue sampe ngira ini Jakarta bukan Sydney.
"Bun, masih lama gak? Lagian ini beli banyak banget sih."
"Kamu berisik banget sih. Udah deh cari coffee shop aja nanti chat Bunda."
KAMU SEDANG MEMBACA
EVERLASTING
FanfictionPeople said, love is meant for everyone. When they met, they show sparks in their eyes. Butterfly in their stomach. And heart that beat harder than usual. For me, It was always you. Who silently crept into my heart. And open the door that I planned...