18

210 32 1
                                    

* Abam POV *

"RAISHA!"

Gue mengejarnya, secepat mungkin. Perempuan yang selama ini gue hindari muncul lagi ke kehidupan gue. Tanpa pernah gue bayangkan sebelumnya.

Gue bego banget emang. Kenapa coba sampe gue gak mikir sejauh itu kalau dimana ada Alicia disitu ada Raisha?

Langkah Raisha terhenti tepat sebelum keluar dari area kafe, dan ia membalikkan badannya ke gue. Menatap gue dalam diam. Lalu, satu tetesan air mata jatuh ke pipinya.

Gue berjalan mendekat ke arahnya, menghilangkan seluruh keraguan gue untuk mendekatkan jarak yang sudah gue buat sejauh mungkin dengan Raisha.

Satu langkah.

Dua langkah.

Tiga langkah.

Gue sudah berada di dekat Raisha, memandang paras cantik yang hanya bisa gue tatap dari layar hp gue beberapa bulan ke belakang, melihat foto akrab kita, dulu.

Nampak jelas di matanya, amarah dan rindu berkecamuk. Namun... benarkah itu rindu? Untuk seorang seperti gue?

"Rai—"

"Where have you been all these time?" Katanya telak menohok hati gue.

Lidah gue kelu. Mulut gue terkatup rapat.

"Why you suddenly dump me like I was a trash that you never really need in your life?"

"Rai— please. It is not like that."

"Then what?"

Kali ini, setetes air mata jatuh lagi. Tatapan itu. Tatapan terluka yang entah mengapa, pernah gue lihat dulu, ketika Raisha putus dengan mantannya.

Am I finally take that "soft" spot in her heart? But... if I did... when did it start?

"Do you hate me that much?" Tuturnya lagi. Jelas. Gue telak.

Ngga Rai.

Gue ngga benci lo.

Gue—

"Segitu kecewanya kah lo hari itu sampai tidak menghubungi gue? For God's sake Abraham! I just wanna—"

"Save our friendship?" Kata gue, sarkas. Lalu tawa kering gue keluar begitu saja.

Satu tetes air mata turun lagi membasahi pipinya.

Sakit. Hati gue sakit.

Ingin rasanya gue memukuli diri gue sendiri karena gue, selalu, dengan mudahnya membuat Raisha menangis.

"Raisha.. I am so sorry." Kata gue. Lemas. Gue.. sudah tidak tau apa kata yang pantas yang harus gue katakan ke Raisha selain maaf.

"Kenapa...kenapa... dengan seenak jidatnya lo ninggalin gue, Bam?"

Gue terdiam. Lagi. Gue tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Jawaban gue sangat jelas, jawaban seorang pengecut. Jawaban yang jelas akan mendapat tamparan telak di pipi gue dari Raisha.

Gue terdiam dan hanya mampu menatap nya dalam.

***

* Raisha POV *

Gue marah. Terlalu marah. Ini bukan apa yang mau gue katakan ke dia.

Gue kangen lo, Bam.

Lo selama ini kemana aja sih.

Tapi amarah itu muncul entah darimana. Gue gabisa bilang itu semua langsung ke Abam.

Dan musnah sudah seluruh keberanian gue yang selama ini sudah gue pupuk untuk mengatakan hal tersebut.

EVERLASTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang