12 - Raisha

202 30 6
                                    

* Raisha POV *

"Loh? Lo bawa mobil? Tumben amat? Vespa dikemanain?"

Hari ini, gue untuk yang kesekian kalinya pulang sama Dylan. It is not that I used him or else, cuma kebetulan gue pulang selalu bareng, in terms of time, sama dia dan dia selalu nawarin dan gue gaenak buat nolak? Pernah kok tapi gue tolak tawarannya, gak gue ceritain aja.

Setelah tragedi pengakuan malam itu, gue sempet jaga jarak dari Dylan hampir 2 minggu. Karena gue takut. Hati gue belum bisa memilih.

Tapi... Dylan berbeda. Dia selalu mendekati gue disaat orang-orang selalu balik kanan ketika gue tolak. Seperti hari ini.

Long story short, Dylan tiba-tiba menemukan gue kebasahan tadi pagi. Gue yang sudah berusaha tidak terlihat mengenaskan karena kehujanan pagi-pagi tidak bisa memungkiri kalau gue bete baju gue basah.

Disaat gue lagi misuh, Dylan nongol. Dan dia langsung memaksa gue untuk pulang bareng dia, katanya gini "kalau lo yang sakit gue yang repot. Balik bareng gue aja gue gak mau tau."

Dan disinilah gue sekarang, di depan lobby kantor dan masih bingung karena biasanya Dylan bawa vespa merah tiba-tiba nongol naik brio. Lucu gak si? Kecil-kecil lucu gitu kan mobilnya? Hehe. Bukan Dylan nya ya.

"Gue kandangin. Lagipula hujan dari pagi juga. Banyak tanya amat si neng?" Katanya, playfully.

"Gak takut macet?" Tanya gue lagi. Sebab, saking seringnya gue dibonceng Dylan, gue jadi agak sedikit hapal sama kebiasaan misuh Dylan di jalanan. Jadi, dia tuh tiap ada motor berkelakuan otak keluar dikit pasti maki-maki. Makanya ini gue khawatir banget dia bawa mobil. Bukan apa-apa, pasti kebun binatang keluar semua disebutin deh pas dia lagi nyetir.

"Kalo macet-macetannya ditemenin cewek kayak lo mah bukan takut, tapi seneng hehe. Masuk sini, dingin tau diluar. Lagian yang jemput udah di depan mata juga."

Gue memutar bola mata gue dan berjalan menuju pintu passengers seat. Gue membuka pintu dan duduk di kursi penumpang, disusul dengan adegan memukul lengannya, untuk merespon candaannya barusan, "sial lo."

"Kok sial? Beneran loh ini. Gue seneng banget kalau lama-lama sama lo. Abisnya dari awal pulang bareng status gue ga pernah naik, cuma sebatas babang gojek aja, hahahah"

"Dylan... stop it." Pasti pipi gue udah merah banget karena malu diledekin Dylan mulu.

"Why? You like it though? Kalau ngeledekin lo bisa selalu munculin senyum itu mah gue ledekin mulu deh. Paling gak sekarang gue udah naik pangkat... jadi abang taksi? Hehehe"

Gue tertegun. Ternyata selama ini dia mengamati gue sebegitu dalam nya ya?

Kalau memang iya benar, berarti gue jahat sama Dylan. Kenapa jahat? Karena gue terlalu transparan menunjukkan reaksi gue atas leluconnya. Membuat dia salah berpikir akan gue. Menjadikan gue seorang penjahat karena pasti gue akan menyakiti hatinya, cepat atau lambat. Yet, I think until now I don't deserve anyone.

"Dont think too much. Entar laper." Celetuknya.

"I am not."

"Ya gue ngasih tau aja. Soalnya kita kejebak macet jadi ga ada protes bilang kok gak nyampe-nyampe ya."

"Iya Dylan bawel banget." Kata gue sembari mengecilkan AC mobil Dylan yang entah kenapa dia setel dingin banget.

Kebodohan Raisha lagi hari ini, lupa bawa blazer ataupun sweater untuk jadi outer blouse tipis gue yang alhasil menjadikan gue kedinginan. Setengah mati.

EVERLASTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang