-Abam POV-
Dimana ada pertemuan disana pasti ada perpisahan, people said that.
Namun coba deh dipikir, ya buat apa bertemu kalau nantinya akan berpisah? Lebih baik tidak usah bertemu sama sekali bukan?
Menurut gue pun, sudah cukup hati ini merasa sakit yang tak berdarah. Perasaan bersalah namun tidak mampu berbuat apa-apa.
2 tahun setelah perpisahan gue dengan Raisha sore itu di Sydney, rasanya masih sama. The longing feelings of having her inside my hug is still there.
I know it's crazy. Believe me, if you happen dive too deep in to your feelings, then BAAM there is no way out, unless you seek it voluntarily of course.
Gue? Memilih untuk tidak mencarinya. Bodoh memang. Tapi buat apa? Tidak ada yang bisa menggantikan Raisha di hidup gue saat ini. Belum ada sih lebih tepatnya. Gue tuh butuh apa ya? Kayak keyakinan kalau Raisha juga bisa bahagia tanpa gue.
'Lo nya goblok sih Bam, pas masih pacaran aja lo sia-siain!'
Iya gue tau kalian semua akan ngomong kayak gitu karena ya... iya emang gue goblok. Gue ga akan ngelak lagi. Udah kenapa jangan di perjelas karena gue udah tau YA IYA SAYA BODOH MEMANG.
Setelah kejadian sore itu, gue memutuskan untuk benar-benar hilang dari kehidupan Raisha dan segalanya yang berkaitan dengan dirinya.
Jujur, gue benar-benar mau menghilang hari itu entah kemana saja yang jauh asal gue tidak bertemu lagi dengan Raisha.
Setelah kejadian putus yang yaudah merelakan untuk putus agar Raisha bisa mencapai perasaan bahagianya, gue berpikir bahwa memang lebih baik gue tidak ada di dalam satu ruang, even satu hirupan udara yang sama dengan Raisha. Anjing, dipikir-pikir gue mellow banget yak.
Maka sore itu, 2 tahun yang lalu gue email HR Manager kantor gue untuk memindahkan gue, to any vacant position outside Aussie and of course not going back to Indonesia, especially Jakarta.
Kabar yang gue inginkan tidak lama datang, gue di mutasi, ke Jepang, dan disinilah gue, di sebuah kota kecil bernama Kobe. Tempat dimana gue membenahi diri dan juga hati. Ya itu tadi, udah beres sih pembenahan diri ga seancur kemaren-kemaren itu, dimana gue kalo diinget-inget ancur-seancur ancurnya sampe Bang Adra harus stay di apart gue ketika Jere balik Amerika.
Back then, I was physically stable— when at work. But when the work finished then yea I became like a zombie. I've been in a state where I didn't eat properly for 5 days straight and I didn't feel anything at all.
Back in reality, nope. Kantor gue bukan di Kobe. Gue ditempatkan di Osaka. Kebetulan daripada gue menempati apartment di Osaka yang harganya sama dengan satu rumah di Kobe, lebih baik tinggal di Kobe sekalian bukan?
Kobe...also less crowded.
Dan ya, commute from Kobe to Osaka is not that hard like if I commute from BSD to Sudirman (yea I know it is HELL). Terus juga gimana ya? Kayak pengen aja gitu nyari keramaian biar rasanya gak sepi. Kayak hidup gue. CIAAAA GALAU AMAT.
Keliatannya gue udah bisa biasa aja ye? Udah bisa ngelawak lagi kayak dulu. Nyatanya mah... auk ah. Gue kaga mau move on duluan sampe gue liat Raisha nikah sama orang lain. BODOAMAAAAT GUE PATAH HATI DAH WKWKWK.
Lanjut ye kaga usah bahas kegalauan seorang Abraham lagi. Pagi-pagi gini gue biasanya akan berangkat cabut dari rumah dan berjalan menuju stasiun JR Line yang berjarak sekitar 10 menit jalan kaki dari rumah gue. Mantep kan gue jadi makin sehat. YA ABIS GIMANEEE JEPANG MAHAL BETUL PARKIR MOBIL DOANG.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVERLASTING
FanfictionPeople said, love is meant for everyone. When they met, they show sparks in their eyes. Butterfly in their stomach. And heart that beat harder than usual. For me, It was always you. Who silently crept into my heart. And open the door that I planned...