#30 Plot Twist

366 71 8
                                    

Hanya ada satu hal yang berputar di kepala Aletha. Ia harus pulang ke rumah Papinya, mengambil semua barang-barang pemberian Guanlin lalu mengembalikannya dengan segera. Persetan soal harga barang-barang branded itu. Aletha tidak ingin berurusan dengan laki-laki itu lagi. Dia tidak mau ikut mati.

Kaki jenjangnya melangkah, melewati bangunan yang masih di penuhi oleh police line. Dengan terburu-buru, ia menerobos masuk.

Bukan hanya ia seorang diri, ada Papa juga beberapa orang penyelidik juga detektif sewaan laki-laki itu--Papa tidak percaya dengan apa yang diberitakan oleh media massa.

Syukurlah, pria itu masih cukup waras sehingga tidak mudah tertipu oleh muslihat pelaku yang ia yakini adalah Guanlin.

Derap langkah kaki Aletha yang menggema ke berbagai sudut membuat Papa mengalihkan fokusnya lalu menoleh, melihat Aletha yang sama sekali tidak berbalik menatapnya.

"Aletha, kamu kenapa ke sini?"

"Mau ambil barang-barang."

Gadis pemilik nama menyahut tanpa minat, bertingkah acuh tak acuh. Arah pandangnya hanya terpaku pada pintu kamarnya yang sudah cukup lama tidak ia sambangi.

"Kita masih perlu melakukan investigasi, kamu jangan sembarang ambil--"

"Tutup aja penyelidikannya, percuma."

"Tapi Aletha--ALETHA!"

BLAM!!

Aletha menutup pintu kamarnya dengan kasar kala dirinya sudah masuk ke dalam ruangan itu, membanting hingga membuat gema cukup nyaring lalu menguncinya dari dalam.

Gadis itu menghela napas berat. Tidak ada hal yang ia lakukan untuk sejenak selain memandang sebuah lemari kaca berukuran besar dengan beberapa tas dalam berbagai merk berjajar rapi di dalamnya. Berjalan pelan tapi pasti, ia sudah berdiri tepat di depan lemari pada akhirnya.

Tanpa membuang lebih banyak waktu, Aletha membuka salah satu pintu kaca lemari itu lalu mengambil tas-tas mahal tersebut lalu melemparnya asal ke lantai. Semua, sampai tak ada lagi yang tersisa di lemari itu.

Deru napasnya mulai memburu. Bukan karena lelah, ia menahan amarah.

Ia benci Guanlin. Benar-benar membencinya sampai-sampai ingin mematahkan tulang leher laki-laki itu detik ini juga.

Aletha memandang lantai kamarnya yang sudah kacau balau, tampak sangat berantakan dengan tas-tas mewah yang bergelimpangan di atasnya. Ia menelisik tiap-tiapnya lamat-lamat sebelum akhirnya ia menyerit, keningnya berkerut hingga alisnya menaut.

Diantara banyaknya tas-tas tersebut, ada satu yang terbuka resletingnya.. dengan ujung lembaran kertas menyembul keluar. Seingatnya, ia selalu memastikan jika ia tidak meninggalkan barang apapun pada tasnya sebelum benda itu masuk ke dalam lemari.

Sebab rasa penasarannya, ia berjongkok lalu membuka tas tersebut lalu mengelurkan semua isi di dalamnya.

Ada paspor miliknya, sebuah tiket pesawat, juga secarik kertas yang bertuliskan,

Venesia bukan tempat yang buruk buat merubah hidup jadi individu yang baru kan?

.

.

.

"Minggir! Gue mau ketemu Guanlin!"

"Gak bisa mbak. Kalau belum ada janji, mbak gak boleh masuk."

Aletha mendengus geram kala seorang pria menghalangi langkahnya di depan gerbang sebuah mansion mewah. Dengan rasa kesal tertahan, ia menendang kardus--berisi tas-tas pemberian Guanlin--di depan kakinya.

[On Hold] Sweet RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang