#09 Salah Paham

548 78 35
                                    

"Jaemin, lo gak bisa berhenti dulu apa?!" Sang pemilik nama tak acuh. Ia terus berjalan cepat tanpa peduli pada gadis yang berlari-lari kecil guna mengejar langkahnya. "Gimana gue ngejelasinnya kalo lo ngehindar gini?!" Sahut gadis itu lagi, kesal.

"Berisik!!" Cecar Jaemin tanpa menoleh pada sumber suara.

Jaemin tak peduli, ia tak butuh penjelasan apapun. Apa yang ia dengar sudah cukup menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Kalimat gadis itu terus terngiang di benaknya dan membuatnya ingin marah. Rasanya seperti—gadis itu berhasil menginjak-injak harga dirinya dengan menjadikannya sebagai objek taruhan. Jaemin sama sekali tak habis pikir dan tak menyangka jika hal sememalukan ini akan terjadi pada dirinya.

Jaemin memang sering menggoda banyak gadis tanpa alasan yang jelas—mempermainkan hati mereka entah apa tujuannya. Jadi, apa ini yang namanya karma?

Tetap saja Jaemin tidak terima jika karma yang datang seperti ini. Apa perbuatannya separah itu sampai-sampai ia dipermainkan oleh seorang perempuan? Jaemin sudah tidak tahu sejatuh apa reputasinya sekarang, terlebih kalau warga kampus tahu.

"Lo masih gak mau berhenti juga?!" Sungut Aletha kesal.

Jaemin mengkatup rapat kedua sisi bibirnya. Kepalanya pening sebab mendengar suara gadis itu tanpa henti. Belum lagi menahan amarah yang sudah hampir tumpah.

Aletha mendengus. Memandang Jaemin yang tak tampak akan menuruti kalimatnya, ia memilih menyerah. Sudah cukup waktu dan tenaganya terbuang sia-sia hanya untuk mengejar Jaemin sebab ingin meluruskan perkara 'taruhan' yang melibatkan dirinya. Aletha sudah tak peduli, biar saja.

"Terserah kalo lo gak mau berhenti! Gue gak peduli, bodo amat!" Cecar Aletha kesal dari tempatnya berdiri. "Bagus kalo lo udah tau semuanya lebih cepat, jadi beban gue berkurang karena gak perlu repot-repot mikirin alasan buat putus!"

Kalimat itu akhirnya berhasil menahan Jaemin. Ia menghentikan langkah kakinya, diam di tempat selama beberapa saat sebelum akhirnya berbalik, memandangi punggung gadis yang entah sejak kapan berjalan menjauh.

Laki-laki itu menyerit lalu mendecak, "kok malah dia yang marah?"

Jaemin hanya diam termangu. Ia menunduk, memandang ke sembarang dengan tatapan kosong karena tenggelam dalam lamunan. Ia yang biasanya jadi paling cerewet dan berisik urutan kedua setelah Haechan, kini bak sebongkah patung lilin sebab terus bungkam dan tak banyak bergerak, hanya duduk di sofa sembari sesekali bergumam pelan—mengumpat kasar.

Haechan dan Renjun terlalu fokus pada layar televisi juga joystick PS. Tak ada satu pun dari mereka yang peduli pada Jaemin yang tingkahnya mendadak aneh—meski sempat merasa heran, keduanya menyerah untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada laki-laki itu sebab tiap kali ditanya pasti jawabannya hanya umpatan atau dengusan kasar.

"Kayaknya lo kemasukan deh, Jaem."

Refleks, Jaemin menoleh, menatap Si pemilik unit apartemen yang berjalan mendekat lalu menjatuhkan bokongnya pada sofa, duduk bersandar tepat di sebelah Jaemin setelah hampir setengah jam tak keluar kamar karena tengah video call dengan kekasihnya.

"Gak usah ngebacot, gua lagi bete," ucap Jaemin tanpa minat—suasana hatinya benar-benar tak bersahabat.

"Ah, bete mulu elu mah, macem anak perawan," cibir Haechan tanpa menampik pandangan dari televisi. "Aduh, anjing!" Umpatnya sesaat setelah Jaemin menendang kepala laki-laki yang duduk di lantai—tepat di depannya.

[On Hold] Sweet RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang