#18 Parfum Tom Ford

396 66 35
                                    

Aletha duduk di sebuah kursi di sudut coffee shop langganannya bersama sosok yang sudah hampir dua bulan tak pernah ia temui. Laki-laki itu mendadak hilang tanpa jejak lalu kembali secara tiba-tiba, siapa yang tidak bingung?

"Ah, gila banget lo! Masa pergi lama gak bilang apa-apa ke gue?" Cecar Aletha.

"Gue ke Taiwan sebentar doang padahal, lebay lo!" Balas lelaki itu.

"Sebentar apanya?! Dua bulan, Lin, dua bulan!"

Pria bersurai legam itu tertawa renyah saat melihat Aletha yang mengacung dua jari tangannya di udara sembari berucap dengan mata melotot. Wajah gadis itu tak akan pernah tampak menyeramkan bagi Guanlin, seperti apapun ekspresi yang ditunjukannya.

Sebab baginya, Aletha selalu menggemaskan.

Aletha mendengus, "malah ketawa lagi!"

"Sorry-sorry," ucap Guanlin sembari menahan tawanya. "Nih, oleh-oleh," ujarnya lagi sembari menyodorkan sebuah paper bag kecil yang sebelumnya ia letakkan di kursi kosong di sebelahnya.

Aletha yang sebelumnya merengut sebal sontak memerjapkan kelopak matanya beberapa kali kala melihat paper bag hitam legam dengan deretan huruf di tengahnya sebagai logo brand.

Tom Ford.

Sebab penasaran, ia mengambil alih paper bag tersebut, menaruhnya di atas pangkuan lalu mengeluarkan sebuah kotak berukuran sedang dari dalamnya.

"Parfum?" Tanya gadis itu sembari melirik sang empu dan hanya dibalas dengan sebuah dehem.

Aletha mendadak antusias. Ia belum pernah punya parfum dengan merk ini sebelumnya. Ia mengeluarkan kotak tersebut lalu membukanya. Ia juga langsung menyemprotkan sedikit parfum ke pergelangan tangannya, namun, ekspresinya yang semula penasaran sekaligus antusias sontak berubah. Keningnya berkerut hingga kedua alisnya menaut menjadi satu.

"Ini mah bau parfum lo!" Sungut Aletha. Guanlin hanya tertawa renyah. "Kalo ngasih hadiah yang bener kek, ish!" Timpalnya lagi, mendesis.

"Biar lo gak kangen-kangen banget sama gue kalo gue tiba-tiba pergi jauh tapi gak bilang-bilang ke lo lagi." Guanlin berujar saat tawanya mulai reda. "Jangan lupa, nanti malem semprot ke guling, biar berasa tidur sambil dipeluk gue."

"Najis!"

Guanlin hanya terkekeh saat gadis dihadapannya tak henti-henti menggerutu. Kesal sekali ia sepertinya. Tapi bagi Guanlin, menggoda Aletha seperti tadi ada kesenangan tersendiri. Sebab, Aletha yang mencak-mencak itu tampak sangat menggemaskan baginya.

"Lo mirip banget sama adek gue, Tha."

Kalimat Guanlin barusan berhasil membuat Aletha berhenti dengan kalimatnya. Bibirnya mendadak bungkam. Ia menatap lurus manik mata laki-laki jangkung itu. Meski terkekeh, tetap saja ada semburat sendu dalam tatapan lelaki Lai itu.

Aletha mendadak jadi ingat apa alasan Guanlin mau berteman dengannya. Mau menanjakannya. Mau menuruti apapun keinginannya. Mau membelikan apapun yang Aletha minta.

Sebab menurut Guanlin, Aletha mirip sekali dengan mendiang adik perempuannya.

Ya. Putri bungsu keluarga Lai sudah meninggal. Tewas dibunuh oleh pesaing bisnis keluarga mereka empat tahun lalu.

Memang dunia bisnis sekejam itu, ya?

Tidak. Sebenarnya tidak semuanya semengerikan itu. Hanya saja... dalam dunia bisnis gelap, hal itu lumrah terjadi.

"Ya udah, angkat gue jadi anggota keluarga Lai dong, biar gue beneran jadi adek lo," gurau Aletha sembari tertawa hambar. Hanya mencoba mengubah suasana.

[On Hold] Sweet RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang