#07 Tsundere

503 76 14
                                    

Dengan sebelah lubang hidung sengaja di sumpal tisu agar ingus berhenti menetes, Aletha memotong wortel dengan asal. Sejak pertama memijakkan kakinya di dapur, Aletha tak henti-hentinya menggerutu. Kalau memasak perlu membubuhkan cinta, lain halnya dengan Aletha yang sengaja menuangkan dendam.

Kalau Aletha berusaha memasak makanan enak saja rasanya berantakan, tak perlu dibayangkan akan jadi seperti apa kalau ia sengaja masak makanan yang tidak enak. Pasti tidak akan layak dikonsumsi manusia.

"Hatchu!"

Aletha langsung meletakan pisau dengan asal setelah bersin. Ia juga melepas sumpalan tisu di hidungnya lalu membuangnya ke tempat sampah. Sejak semalam ia terus-menerus bersin dan pilek. Dan sialnya, tiap kali bersin ia ingat wajah menyebalkan Jaemin saat dengan sengaja meninggalkannya sendirian di halte kemarin.

"Jaemin sialan!" Umpatnya kesal.

Aletha masih ingat betul rasanya seperti apa. Angin dingin yang menusuk hingga ke tulang juga cipratan air yang terus mengotori ujung sepatunya. Hujannya mereda setelah beberapa jam, alhasil Aletha terjebak di halte sampai langit berubah gelap. Bukan hal yang aneh kalau ia terserang flu seperti ini.

Mengingatnya membuat Aletha semakin membenci Jaemin.

Gadis itu mendesis. Emosinya yang kian tersulut membuatnya semakin bersemangat untuk balas dendam. Ia kembali memotong bahan-bahan makanan yang berserakan di atas meja pantry. Tujuan utamanya masih belum berubah, ia harus meracuni Jaemin dengan masakannnya yang tak layak untuk dimakan manusia.

Meracuni yang Aletha lakukan bukan dengan menuangkan obat pelancar pencernaan ke dalam masakannya agar Jaemin diare. Ia tidak mau ditangkap atas tuduhan pembunuhan berencana.

Aletha hanya akan menambahkan bumbu-bumbu dalam takaran yang tidak wajar saja. Tak lupa juga menaburkan banyak-banyak dendam. Ia yakin, hanya dengan itu Jaemin pasti tak akan bisa berhenti bolak-balik ke kamar mandi sebab muntah-muntah.

"Kamu masak apa? Sini, Mama bantu."

Aletha tak perlu menoleh untuk tahu siapa orang yang baru saja datang ke dapur. Tak ada suara wanita lain di rumah ini yang mampu membuatnya muak ketika mendengarnya.

"Gue lagi bikin makanan beracun, jangan ikut campur," ujar Aletha tak acuh.

Kening wanita tersebut menyerit, "maksudnya gimana?"

"Gak usah bawel, udah sana."

Wanita itu tak sedikit pun beranjak dari tempatnya. Saat ekor mata Aletha masih bisa menangkap sosok wanita tersebut, ia menghela napas jengah.

"Gue lagi pegang pisau nih, jangan bikin kesel," tekan Aletha sembari melayangkan tatapan nyalang. "Urusin aja anak lo, nangis tuh. Berisik banget," timpalnya lagi.

Wanita itu refleks menoleh ke belakang sekilas. Tak ada yang buka suara sehingga sayup-sayup suara tangis Noel semakin terdengar jelas.

"Kalo butuh bantuan, bilang aja ya," ujar wanita itu.

Aletha hanya berdehem tanpa minat, bermaksud agar wanita itu segera pergi dari hadapannya. Dalam hitungan detik, wanita yang berstatus sebagai ibu tirinya itu pergi meninggalkannya sendirian di dapur.

Dengan perasaan tenang, Aletha kembali melanjutkan kegiatan masak-masaknya, lengkap dengan adegan bersin-bersin.

"Non Letha, ini obatnya."

Aletha mendongak, ia tersenyum tipis pada wanita bertubuh sedikit gempal yang sudah menemaninya sejak kecil itu.

"Makasih ya, Bi."

[On Hold] Sweet RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang