Dengan deru napas yang sedikit memburu, Jaemin menekan beberapa tombol angka di pintu. Setelah pintunya berhasil terbuka, tak perlu membuang waktu barang sedetik, laki-laki itu langsung melangkahkan kakinya memasuki kediaman yang bukan miliknya.
Tak ada satupun yang bisa menghalaunya. Menghalangi kemarahannya.
Jaemin datang di waktu yang tepat. Sang pemilik unit apartemen sedang duduk di sofa ruang tengah. Namun ia tak sendiri, ada dua sosok laki-laki lain yang duduk di antaranya.
Derap langkahnya yang kasar membuat ruangan dipenuhi suara gema akibat sepatunya yang terus menghentak lantai di setiap langkah. Semua orang yang tengah duduk dan berbincang mengalihkan atensinya, menatap Na Jaemin dengan bingung.
BUAKH!!
Sang lelaki Na baru saja meninju pipi kiri sahabatnya setelah menarik kerah baju laki-laki itu.
"ANJING LO, JEN!" Desisnya emosi.
BUUGH!!
"KENAPA LO BERENGSEK BANGET, SETAN?!"
Kepalan tangan Jaemin yang masih mengudara dan siap untuk kembali mendarat di wajah Jeno mendadak tak bisa kembali melayangkan pukulannya sebab Haechan menahan tangan juga menarik tubuh laki-laki itu agar sedikit menjauh dari Jeno.
Namun, Jaemin memberontak. "Lepas, bangsat!"
"Udah Jaem, lo jangan main pukul-pukul kayak gini. Jeno temen lo, temen kita," ujar Haechan.
"Gue gak pernah punya temen bajingan kayak dia!" Sungut Jaemin emosi, lengkap dengan tatapannya yang tajam, yang terarah pada Jeno.
Sosok yang dituju hanya sibuk menyeka luka gores di kulit pipinya yang mulai terasa nyeri dan ngilu. Tak bisa diremehkan, tinjuan Jaemin barusan benar-benar kuat.
Tidak heran, orang yang marah tenaganya memang akan meningkat berkali-kali lipat.
"Gak usah pake emosi, kita bisa bicarain masalahnya baik-baik."
Jaemin mendecih, tak terima dengan perkataan Renjun barusan.
"Apa yang perlu dibicarain baik-baik? SI BANGSAT INI EMANG HARUS DIHAJAR BIAR SADAR SAMA APA KESALAHANNYA!"
"Tapi--"
"Kenapa sih lo berdua ngebela dia terus?!" Sela Jaemin kesal.
Gema suara lantang Jaemin mendominasi saat tiba-tiba ruangan menjadi hening. Di saat yang sama, Jeno berdiri, mulai menyejajarkan tubuhnya dengan sosok lelaki Na yang masih berapi-api.
"Lo gak tau apa-apa, jadi berhenti ikut campur," ucap Jeno dengan nada datar, namun terdengar dingin.
"Lo pikir gue gak tau kalo lo tidur sama cewek lain di belakang Nara, hah?! Nara kurang apa, Jen?!"
Jeno menghela napas berat lalu membuang pandangannya ke sembarang arah. Ia tidak mengeluarkan kata untuk mengelak karena memang tidak ada hal yang bisa disanggah olehnya. Apa yang Jaemin katakan barusan.. memang benar.
"Mana janji lo yang bilang gak bakal nyakitin Nara?" Mungkin nada bicaranya memang tidak setinggi sebelumnya, tapi Jaemin menekan tiap kata yang baru saja ia ucapkan. "Lo sadar nggak, kalo bukan cuma janji lo ke gue yang lo hancurin? Tapi hatinya Nara juga," sambung Jaemin lagi.
Jeno kembali mengarahkan arah pandangnya hingga sorot matanya mampu menatap lurus pada sepasang netra milik laki-laki dihadapannya. Di samping paha, kedua tangannya mulai mengepal dengan kuat. Mungkin ekspresi tampak datar, tapi Jeno sedang mati-matian menahan amarah juga menahan diri agar tidak berbalik meninju Jaemin.
KAMU SEDANG MEMBACA
[On Hold] Sweet Revenge
Fanfic"Demi Macbook? Lo jadiin gue bahan taruhan demi Macbook?!" Wajar kan kalo Jaemin marah? ©Scarletarius, 2020