Setelah menekan beberapa tombol angka, pintu unit apartemen itu terbuka. Aletha berjalan menyusuri lantai marmer bersamaan dengan lampu yang tiba-tiba menyala setelah kakinya memijak lantai dingin tersebut.
Jaemin yang mengekor pada gadis itu asyik mengedarkan pandangannya ke segala penjuru sambil sedikit melongo. Maklum, ia tidak tahu menahu jika Aletha tinggal di hunian semewah ini. Terlebih sendirian.
Percaya gue kalo dia emang kaya. Batin laki-laki itu buka suara.
"Sana, toilet ada di sebelah kanan." Aletha berujar sembari mendaratkan bokongnya pada sofa yang super empuk.
Setelah mengantar Aletha pulang dari rumah Nara sore tadi, alih-alih langsung pergi, Jaemin justru berjalan mengikuti Aletha, beralasan ingin menumpang buang air kecil di toiletnya. Namun, bukannya berjalan mengikuti arahan sang pemilik rumah barusan, Jaemin justru ikut duduk dan merebahkan dirinya tepat di sebelah Aletha.
Sontak Aletha menoleh dengan kening menyerit. "Ngapain malah duduk? Sana ih, awas aja kalo lo sampe ngompol di sini!" Desisnya mengancam.
"Boongan, percaya aja lo."
Jaemin membalas sembari merebahkan punggungnya pada sandaran sofa seraya memejamkan matanya. Ia ingin merilekskan otot punggungnya yang sedikit pegal. Namun, kedamaian yang ia ciptakan itu hanya bertahan sebentar, tidak lebih dari lima detik karena Aletha langsung memukul lengan laki-laki itu menggunakan bantal sofa.
"Ish, sialan!" Cebiknya kesal.
"Ugh, sakit anjir!" Balas Jaemin sembari mengusap lengannya.
"Udah sana pulang!" Sahut Aletha lagi, mengusir.
"Gue numpang duduk doang bentar, paling cuma lima belas menit," timpal laki-laki itu.
Aletha mendengus, "terserah, tapi lo gak bakal gue kasih minum."
"Pantes kaya, orang pelit."
"Bodo amat!"
Setelahnya tidak ada percakapan lagi. Aletha buru-buru menggeser tubuhnya, memberi jarak antara dirinya dengan si lelaki Na yang semula duduk berdekatan dengannya. Bahkan bahu mereka nyaris bersentuhan saking dekatnya.
Di tengah keheningan yang menyelimuti mereka, tiba-tiba Aletha teringat percakapannya dengan Nara sebelumnya.
Mendengar kalimat perempuan itu, Aletha jadi tahu jika Nara merasa bersalah telah bergantung pada Jaemin karena yang perempuan itu tahu Jaemin adalah kekasihnya. Nara tahu diri, tidak etis jika ia meminta bantuan pada kekasih orang jadi ia meminta maaf dan berjanji tidak akan melakukannya lagi karena itu pasti membuat Aletha tidak nyaman.
Namun, bagaimana dengan Jaemin? Meski Nara akan menjaga jaraknya dengan Jaemin nantinya, bukan kah justru laki-laki itu yang akan menghampirinya?
Karena siklusnya memang seperti itu. Sang lelaki Na itu masih belum bisa terlepas dari belenggu gadis itu. Akan selalu ada bayang-bayang Nara dalam harinya.
"Kenapa melamun?"
Lamunan Aletha mendadak buyar saat suara Jaemin kembali masuk melewati lubang pendengarannya.
"O-oh?" Sahut Aletha setengah kaget. "Cuma lagi kepikiran obrolan gue sama Nara tadi," timpalnya.
"Emang kalian ngobrolin apa?" Tanya Jaemin penasaran.
"Nara minta maaf ke gue karena ngusik lo. Dia ngerasa bersalah karena terus-terusan minta tolong sama lo. Dia pikir gue gak nyaman sama tindakan dia. Padahal kan lo sama dia gak ada kaitannya sama gue. Gue aja bukan siapa-siapanya lo, apa boleh gue gak nyaman kalo dia nelfon lo?" Ucap Aletha sembari tertawa hambar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[On Hold] Sweet Revenge
Fanfiction"Demi Macbook? Lo jadiin gue bahan taruhan demi Macbook?!" Wajar kan kalo Jaemin marah? ©Scarletarius, 2020