"Chuuya-san, tidak makan?" Seorang remaja menghampiri si surai senja yang tengah menenggak winenya. Sepertinya wine terlihat lebih menarik daripada sebuah makan malam.
"Ah? Nanti saja," Chuuya menjawab dengan dingin. Entah kenapa hari ini emosi Chuuya sedang tidak stabil. Netra birunya hanya menatap tajam lurus ke depan. Wine yang ditenggaknya seperti candu baginya.
"Aku... aku dengar... menghabiskan wine lebih dari 1 gelas per harinya bisa berpengaruh pada kesehatan Chuuya-san..." Remaja tersebut berusaha mengingatkan Chuuya dengan sopan. Ia tidak berani melarang Chuuya untuk meminum segelas wine sekali lagi.
"Siapa yang peduli padaku? Kaupikir aku punya orang yang peduli padaku?"
"A- Aku peduli!" Sebuah pernyataan terlontar dari mulut remaja yang ada di samping Chuuya, menarik perhatian si surai senja yang hampir menenggak winenya lagi.
Remaja tersebut memainkan ujung cravatnya dengan ragu, "Ma- maafkan ketidaksopananku untuk berteriak pada Chuuya-san, tapi... aku peduli,"
Chuuya menatap remaja yang bersurai hitam tersebut dengan saksama, "Kau? Kenapa? Bukankah aku hanya seorang mentor bagimu?"
"Tidak, ah... hm," Si surai hitam menjawab dengan kalimat yang agak terbata-bata. Ia menarik napas sebelum menjawab pertanyaan Chuuya, "Chuuya-san 'kan... sudah membantuku mencari dan mengembangkan kemampuanku. Aku... aku merasa jauh lebih aman berada di sekitar Chuuya-san,"
Sepasang netra biru yang awalnya menatap remaja tersebut dengan kesan merendahkan, kini berubah menjadi tatapan tercengang. "Hoo... kau ternyata bisa bicara sebanyak ini, ya?"
"Ah, maaf,"
"Tidak, tidak. Jika kau memang menganggapku sebagai sosok yang 'lebih' dari sekadar mentor, maka..." Si surai senja tersenyum untuk pertama kalinya hari itu, "Mari kita berjuang bersama, Akutagawa-kun,"
*
*
*
*** Chuuya's Point of View
Anak itu... benar-benar mengingatkanku pada seseorang. Ah, tapi.. tidak, tidak. Ini bukan waktunya.
Tapi... ah... mengapa kalimat seorang anak kecil dapat membuatku serasa terserang?
*** Pesan terkirim! ***
Baiklah, foto nomor telepon sudah kukirim untuk dilacak oleh bos. Semoga saja harapanku berhasil. Sekarang, aku hanya perlu menunggu kepastian, bukan?
Aku bosan berada di tempat ini, membuat onar saja! Kota yang dihuni agensi bodoh, belum lagi beberapa anggota agensi detektif bersenjata ada di sini juga. Untuk apa mereka di sini? Tidak ada gunanya selain menjadi saksi mata pertengkaranku dengan Akutagawa.
Mereka bahkan tidak membantu setidaknya mencari Akutagawa. Ah, tidak ada juga gunanya aku berharap. Mereka bukanlah rekanku.
Aku melangkahkan kaki untuk kembali ke tempat asalku, gedung rahasia milik Port Mafia.
Suasana kota memang lebih tenang, namun warganya menjadi waspada sejak 'kejadian' itu. Karena itulah tadi aku terkejut ketika bertemu dengan seorang anak kecil yang memiliki nyali untuk mengajakku berbicara. Biasanya, anak-anak akan lari dariku. Entahlah, mungkin orangtua mereka menyuruh mereka untuk menjauhiku dengan memberitahukan rumor atau cerita bohong untuk menakut-nakuti anaknya.
Begitulah dunia. Kita adalah orang brengsek di cerita orang lain. Sungguh ironis.
Kuperhatikan langkah anak yang tadi sempat berbicara denganku yang perlahan menjauh. Penampilan anak itu... sangat mengingatkanku pada Akutagawa.
Sepertinya aku akan berkeliling dalam sekadar ingatan belaka. Pengalaman yang seharusnya bisa bertahan, malah berakhir nahas. Apa yang kupikirkan saat itu?
Tak terasa, langkahku sudah mencapai tujuan. Seorang pria menyambutku dengan bungkukan hormat sebelum melaporkan bahwa kondisi sedang aman. Mendengar kata 'aman', sangat terasa janggal. Seperti ada udang di balik batu.
Akhir-akhir ini suasana kota memang membaik. Hanya saja sisa-sisa kewaspadaan masih ada dalam batin tiap warganya.
Piip!
Suara dering alat komunikasi yang terpasang di sisi kanan telinga si surai senja berbunyi cukup keras sebelum Chuuya sempat menapakkan kakinya ke area apartemen rahasia tersebut.
Panggilan dari Mori.
"Ada apa, Bos?"
"Chuuya-kun, kau harus segera bersiap dengan pasukanmu,"
"Heh? Memangnya ada apa?
Tidak terdengar jawaban dari seberang sana, namun hal itu cukup meyakinkan Chuuya bahwa alamat pemilik nomor sudah ditemukan.
"Ah... baiklah, saya mengerti."
Sudah bukan waktunya untuk memikirkan dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Hydrangea - Chuuaku angst fanfiction
FanfictionAkhir dari sebuah cerita adalah ketika orang yang dulunya membuat kenangan denganmu, justru menjadi sebuah kenangan belaka. ©️Characters owned by Kafuka Asagiri Warning : OOC, BL fluff, angst, profanities