"Kamu bicara apa, Akutagawa?" Chuuya menatapnya tajam, "Kau bicara apa? Kau tidak ingin kembali?!"
"Siapa yang bilang begitu?" Si surai hitam terdiam, ia tidak bisa mengeluarkan kata-kata dari mulutnya. Lidahnya kelu, ia tak tahu harus berbuat apa.
"Aku ingin kembali, tidak, aku sangat ingin," Akutagawa menundukkan kepalanya, ia terbatuk kecil karena debu gudang tersebut, "Tapi--"
"Lalu kenapa kau mempersulit segalanya, HAH?!" Seru Chuuya mulai terpancing, "Kau pikir seberapa lama usahaku untuk menca--"
"Siapa yang menyuruhmu untuk mencariku? Siapa?!" Tanya Akutagawa menyudutkan Chuuya, "Siapa yang memintamu? Aku bahkan tidak meminta, justru aku memintamu untuk jangan bertemu lagi denganku,"
"Dan dengan mudahnya kau berpikir aku akan pergi?" Manik biru si surai senja menatap Akutagawa dalam-dalam, "Kau berpikiran terlalu dangkal, Akutagawa,"
"Aku bukan manusia, Chuuya-san... aku..." Si surai hitam menahan Rashomonnya, "Aku... bisa melukaimu, bahkan sudah terjadi, dan aku tidak menginginkan itu untuk terjadi lagi,"
"Maka kubilang kembalilah, kita masih punya banyak urusan,"
"Urusan siapa? Urusanmu?" Akutagawa bangkit dari tempatnya beristirahat dengan hati-hati, "Aku tidak bisa membantumu, kau lihat sendiri aku sudah mengacaukannya,"
"Itu tidak-"
"Kau yang bilang sendiri," Si surai hitam menghela napas kasar, ia merasa Rashomonnya sewaktu-waktu akan lepas dengan sendirinya.
"Bahaya-" gumam Akutagawa. Ia menoleh ke arah Chuuya yang masih bersikeras ingin membawanya pulang, "Aku tidak bisa menahannya, kau harus pergi, cepat,"
"Siapa kau bisa memerintahku semudah it-"
BRUAK! BRAK! PRANG!!
Benda tajam milik Akutagawa melesat dengan cepat lantaran emosinya yang sudah tidak bisa ia kendalikan, dan menerjang Chuuya dengan cepat, membantingnya keluar dari gudang serta meninggalkan pecahan kaca yang terbentur tubuhnya.
"Su- sudah kubilang..." Akutagawa berusaha menarik Rashomonnya, "SUDAH KUBILANG PERGI!"
"LANGKAHI DULU MAYATKU!" Chuuya masih menahan diri agar tidak menyerangnya lagi. Luka di tubuh Akutagawa sudah cukup parah, namun ia masih bisa menghajar habis Chuuya dan melemparkannya ke luar gudang tua.
"Kaupikir Rashomonku selemah apa?" Akutagawa menarik kembali Rashomonnya, "Ia bertindak atas perasaanku, dan perasaanku sudah tidak karuan. Sudah kubilang..."
BRUAK!!
Lagi-lagi Akutagawa gagal menahan kemampuannya, dan melepaskan Rashomonnya yang sudah mengamuk tersebut ke arah Chuuya, dan menyentakkan kepala naga tersebut ke sisi tubah si surai senja.
"AGH-!!"
Darah segar keluar dari sisi tubuh Chuuya. Serangan barusan tidak dapat ia hindari. Kecepatannya sangat tidak normal.
Manik abu-abu si surai hitam melebar, ia tidak sadar apa yang terjadi.
"Apa yang telah kulakukan?"
"Aku menyakitinya lagi?"
Akutagawa dengan cepat menarik Rashomonnya kembali dan segera menjauh dari daerah serangannya.
Tap tap tap!
Akutagawa memaksa dirinya untuk melangkah lebih cepat, lalu segera berlari dari jangkauan Chuuya.
"OI- AKUTAGAWA-! MAU KE MANA LAGI KAMU?!"
Seruan Chuuya berhasil menghentikan langkah si surai hitam. Hatinya sedang hancur, dan ini bukan saat yang bagus untuk berbicara.
"Demi kebaikan kita... aku tidak ingin melanjutkan semuanya lagi,"
Chuuya terkesiap melihat suatu pemandangan yang tidak normal baginya.
"Aku... cukup- cukup, aku tidak ingin melanjutkan semuanya,"
Bulir kristal cair menetes membasahi pipi si surai hitam, bercampur dengan darah dari mulutnya.
"Tidak mungkin..." Batin Chuuya.
"Aku- aku..."
Akutagawa yang tidak berani bertindak lagi langsung menghindar sejauh-jauhnya, dan berdiri di atap gedung, "Aku tidak bisa melakukan ini, aku harus pergi,"
"OI AKUTAGAWA!"
Tidak terlihat lagi jumbai jubah Akutagawa yang hitam. Ia sudah menjauh sejauh mungkin dari penglihatan Chuuya.
"Brengsek..." Luka yang diderita Chuuya kini sama parahnya dengan Akutagawa. Ia tidak dapat berjalan dengan mudah. Menggunakan kemampuannya di saat seperti ini sepertinya juga bukan keputusan yang bagus.
"Ah... apa yang harus kulakukan?" Batin si surai senja, memperhatikan lukanya sendiri.
Kalau ia tetap berdiam diri di sini, akan menjadi lebih buruk. Polisi mencari mereka sekarang. Kini mereka tak lebih dari buronan liar.
Semua hanya masalah waktu. Meskipun untuk melepaskan diri dari genggaman para polisi sangat mudah, ia tetap tidak tahu rencana selanjutnya.
Plok plok plok...
Terdengar suara tepuk tangan berkesan merendahkan, membuat Chuuya langsung menoleh waspada.
"Menarik sekali, kau sangat keren,"
"Basa-basi..." Gumam Chuuya segera menjauh sejauh yang ia bisa. "Aku tidak butuh pujian itu,"
"Aku juga tidak bertanya apakah kau butuh atau tidak," Pria tersebut terduduk santai di jalan yang basah karena genangan air hujan, "Kini kau butuh bantuanku?"
"Siapa bilang aku butuh bantuanmu?"
"Instingku? Sepertinya kau sangat terpojok sekarang. Coba lihat, lihat, luka itu tidak terlihat baik..." Pria tersebut tersenyum polos seakan-akan tidak terjadi apapun.
"Anii-san sudah mati. Kaupikir kau bisa mengembalikan mayat hidup? Ahhh!!! Hahaha..." Pria tersebut tertawa, "Justru seharusnya aku yang berterima kasih padamu... aniki bukan orang baik. Yah, akupun bukan, sih,"
Si surai senja hanya terdiam, ia tidak membuka suara. Mau apa orang ini sebenarnya?
"Hm? Ya, kaupikir kenapa aku tidak marah? Dari tadi... tidak... dari awal sekali aku sangat ingin membunuhnya, namun hal tersebut selalu gagal. Hingga anjing mafia tadi, rekanmu, ya? Membunuhnya,"
Orang ini... bertingkah layaknya anak kecil yang tidak suka dengan temannya.
Tidak... mungkin dendamnya lebih besar daripada itu.
"Dengar, ya, mungkin ini terdengar bodoh, tapi tentu saja aku berpikir, kita ini serupa tapi tidak sama. Kau ingin mengejar rekanmu, kan?"
Lagi-lagi si surai senja terdiam. Perkataan orang ini ada benarnya. Tidak bisa disangkal juga.
"Jadi... setuju?"
"Jangan kecewakan aku,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Hydrangea - Chuuaku angst fanfiction
Fiksi PenggemarAkhir dari sebuah cerita adalah ketika orang yang dulunya membuat kenangan denganmu, justru menjadi sebuah kenangan belaka. ©️Characters owned by Kafuka Asagiri Warning : OOC, BL fluff, angst, profanities