"Ryu...-?" Akutagawa memandang tepat ke manik biru penuh harap milik Chuuya, "Boleh saja..."
"Soukka? Benar?"
"Ha'i," Akutagawa mengangguk, mengizinkan Chuuya memanggilnya dengan nama panggilan itu. Umumnya ia tidak pernah mengizinkan siapapun selain adiknya, Gin, untuk memanggilnya dengan nama depannya. Untuk Chuuya, ia membuat pengecualian.
"Sudah mulai larut malam," Ujar Chuuya menengadahkan kepalanya memandang cahaya rembulan yang bersinar indah di langit gelap itu. Bintang-bintang tersebar menghiasi keindahan angkasa, memberikan rasi bintang yang menawan di matanya. "Kita harus segera kembali ke apartemen sebelum lewat jam 12,"
Akutagawa mengangguk dan beranjak dari depan semak bunga hortensia nan indah itu, dan langsung berbalik badan, dan tanpa sengaja ia berpapasan langsung dengan wajah si surai senja yang juga sedang beranjak, mempertemukan kedua netra tersebut.
"Akutagawa-kun...?" Chuuya menyadari rona merah yang terlintas di wajah si surai hitam, membuatnya terheran memandanginya.
"Maaf, aku tidak senga-" Sebuah kecupan hangat mendarat di pipi si surai hitam untuk beberapa detik, dan diakhiri dengan senyum tulus Chuuya dengan manik birunya yang bersinar itu.
Ia tertawa melihat rona merah tersebut malah semakin merah di pipi Akutagawa yang mulutnya langsung terkatup. Degup jantungnya semakin cepat, ia tidak menyangka Chuuya akan melakukan itu.
"Maaf, kau kaget ya? Aku sudah tahu kok," Chuuya meninggalkan senyum jahil di wajahnya, "Kau harus lebih pintar dalam menyembunyikan perasaan,"
Segitu mudahnya kah untuk ditebak? Batin si surai hitam memalingkan wajahnya.
"Kupikir-"
"Kau tidak tahu? Mungkin aku hebat dalam hal mengendap-endap ya?" Ujar Chuuya tertawa kecil, "Dari kemarin saja sudah kuperhatikan kamu,"
Rasa tidak percaya masih meliputi pikiran si surai hitam, ia tidak menyangka perasaannya terjawab.
"Sudahlah, kita harus segera kembali," Tutur si surai senja sambil membawa coatnya yang ia gantungkan di salah satu dahan pohon yang memiliki ranting kuat di sebelahnya.
Akutagawa hanya mengangguk, dan mengikuti Chuuya dari belakang, meski pada akhirnya lengannya ditarik dan membuatnya berada di sebelah si surai senja.
"Rotinya sudah kan?"
"Sudah,"
*
*
*
Bunga hydrangea yang kemarin mereka temukan di taman, basah dengan rintik hujan turun di pagi hari yang sudah mengintip di jendela apartemen yang memiliki sekat hitam tersebut, membangunkan kedua eksekutif yang tengah berada di dalamnya.
Tentu saja tidak semuanya tidur. Dan tentu saja yang berada dalam keadaan sedang duduk di bar kecil apartemennya itu meminum secangkir teh adalah tak lain dari si surai hitam.
"Ryu... kau tidak tidur semalam?" Tanya Chuuya yang masih mengucek matanya. Rambutnya sungguh tidak beraturan.
"Tidur," Jawab si surai hitam mengalihkan pandangannya dan bergumam, "Meski hanya sekitar 2 jam,"
"Matakku..." Sebuah tepukan pelan mendarat di dahi si surai hitam, "Kau ini... tidur tidak pernah benar. Lain kali kuperhatikan jadwal tidurmu nih?"
"I'ie- arigatou, tidak perlu," Ucap Akutagawa agak terkejut. Chuuya hanya tersenyum melihatnya, "Ya sudah, janji ya untuk menjaga kesehatanmu?"
"Ha'i,"
*
*
*
"Hah... hujan pagi-pagi... menyebalkan sekali," Gerutu si surai senja menengadahkan kepalanya ke langit mendung yang berkabut tersebut.
Tetesan air hujan membasahi topi kesayangan si surai senja, "Aku pribadi lebih suka cuaca cerah- lebih mudah melihat keadaan sekitar,"
"Soukka..." Gumam si surai hitam menengadahkan kepalanya. Ia menyukai hujan. Menurutnya, setetes air hujan memiliki banyak makna.
"Akutagawa-kun, di daerah yang akan kita tuju nantinya banyak asap. Kau tak masalah kah? Jika ada masalah, kau bisa ke pelabuhan saja," Namun Akutagawa menggeleng, "I'ie, tidak perlu, aku akan ikuti perintahmu,"
"Sou? Kalau begitu kau ke pelabuhan ya, aku tidak mau masalah kesehatanmu semakin parah karena kusuruh kau ikut denganku," Ucap Chuuya tersenyum.
Seperti yang diucapkan oleh Akutagawa, ia mengangguk dan menerima perintah dari eksekutif bersurai senja tersebut.
Hujan turun membasahi kota tempat mereka berdua berada, membuat keduanya berlari dalam hujan.
"Matakku~! Tambah lebat rupanya," Chuuya mengeluh, "Mana sinyal pelacaknya tidak bekerja dengan lancar pula,"
"Hah... mau bagaimana lagi, Akutagawa-kun, kau langsung ke pelabuhan saja ya?" Ujar Chuuya mengarahkannya, "Daripada kita terjebak hujan begini, mana berkabut pula, penglihatan jadi agak terganggu,"
"Ha'i,"
Di saat itu juga kedua eksekutif itu berpisah, berjalan ke lokasi masing-masing.
Hujan turun agak mereda, rintik-rintik bulir hujan membasahi jalan di pelabuhan. Sejuknya udara yang menusuk tulang benar-benar terasa berbeda dari biasanya.
Akutagawa memicingkan matanya, menerobos hujan yang hanya rintik-rintik pada akhirnya, lalu memasuki daerah pelabuhan yang hening.
"Ini sangat hening..." Batin si surai hitam agak curiga. Sepasang netranya menyapu setiap sudut matinya.
Tidak ada suara langkah kaki.
Tembakan senjata.
Hanya ada deru ombak yang menyapu pesisir pantai.
Benda hitam tajam milik Akutagawa dengan mudah menebas semua lawan yang bahkan menggunakan pistol dan senapan sekalipun. Membunuh bukanlah tugas yang sulit bagi eksekutif ini.
Satu persatu lawan yang dihadapinya tumbang, tentu saja.
Setelah ia merasa sudah tidak ada orang yang menghalanginya lagi, ia langsung mengambil barang yang dimaksud oleh si surai senja.
Sebuah kotak.
Kotak yang berisi pistol unik. Bisa jadi bukti atau barang untuk dilacak.
"Tugasku di sini selesai..." Gumam si surai hitam.
Tiba-tiba suara langkah kaki terdengar, semakin dekat suaranya, membuat Akutagawa menoleh cepat ke belakangnya.
BRAKK!!!
Sebuah rashomon milik Akutagawa dihempaskannya ke pria tinggi yang berada sekitar 10 meter darinya, dan seketika rashomon miliknya dimatikan. "Apa-apaan-?" Gumam si surai hitam terperangah.
"Akutagawa-kun... kita bertemu lagi ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Hydrangea - Chuuaku angst fanfiction
FanfictionAkhir dari sebuah cerita adalah ketika orang yang dulunya membuat kenangan denganmu, justru menjadi sebuah kenangan belaka. ©️Characters owned by Kafuka Asagiri Warning : OOC, BL fluff, angst, profanities