Last Standing #2

33 6 0
                                    

"Kenapa kau membuang waktu untuk datang ke sini? Bukannya sudah kubilang, lebih baik kamu di markas saja, kan?!"

"Aku tahu, tapi Chuuya-san yang tidak sengaja meneleponku, kan? Jadi bukan semuanya salahku!" Si Surai Hitam tidak terima. Ia tidak terima dirinya disalahkan karena sebuah kesalahan lain yang atasannya lakukan.

Koordinasi Chuuya dan Akutagawa memang ada kalanya tidak berjalan baik sama sekali, contohnya pada saat ini. 

Sistem kasta memang sangat diterapkan oleh Port Mafia. Namun, itu bukan alasan yang cukup kuat bagi Chuuya untuk tidak memiliki koordinasi yang kuat dengan Akutagawa.

Pasalnya, Chuuya selalu merasa Akutagawa lah yang membutuhkan bantuannya, tanpa menyadari bahwa ia sendiri sebenarnya butuh bantuan.

Si Surai senja memang selalu begini.

*

*

*

"Koordinasi kalian sangat buruk. Baru pertama kali ada orang yang melawan saya dengan koordinasi asal-asalan. Kalian pikir saya ini penjahat gadungan?" Nakamura hanya menggelengkan kepalanya bak seorang jenderal meremehkan bawahannya. Tentu saja hati Chuuya memanas melihat itu.

Akutagawa sendiri ikut tersulut emosi. Yah, saat ini ia hanya bisa berharap untuk berhasil melumpuhkan pria tua itu terlebih dahulu.

Di sisi lain, Chuuya beranggapan bahwa anak tersebut harus dibereskan terlebih dahulu. Sayangnya, ia tidak tega. Ia tidak setega Akutagawa untuk melumpuhkan seorang anak.

Bak langit dan bumi, Chuuya dan Akutagawa sangat sulit berinteraksi di keadaan seperti ini. Rasanya mereka terkekang, tidak ada jalan keluar tanpa harus berkoordinasi dengan sesama.

"Chuuya-san- lebih baik kita-"

"Jangan ikut campur. Bukannya dari awal kau sudah memutuskan untuk pergi?" Chuuya memotong kalimat Akutagawa dengan ketus, "Lagipula, aku bisa melakukan ini sendiri. Aku hanya perlu menemukan sudut yang tepat untuk menumbangkan keduanya."

"Tapi, Chuuya-san-"

"Kau mengerti maksudku tidak?!" Si Surai Senja melemparkan sebongkah besar puing bangunan langsung menuju Akutagawa.

BRAK!!!

Untungnya, Akutagawa masih sempat membelah puing tersebut dengan tepat waktu. 

Debu dan partikel kecil lainnya melayang ke mana-mana, memicu Akutagawa untuk terbatuk kecil.

"Kalau tidak mau mati, ya pulang!"

Si surai hitam menatap Chuuya dengan kesalnya. Ia menaikkan volume suaranya, "MAU SAMPAI KAPAN SEPERTI INI?!"

"Kalian tidak profesional sama sekali, hanya membuang-buang waktuku." Pria itu memerintahkan putranya yang kelihatannya tidak lebih dari hanya 'seorang' robot untuk menyerang Chuuya dan Akutagawa dengan pasif menggunakan kemampuannya.

Orang tua macam apa yang membiarkan atau bahkan memerintahkan anaknya untuk maju terlebih dahulu tanpa arahan yang jelas? Chuuya sendiri tidak habis pikir dibuatnya.

Memang, untuk saat ini gas yang dibuat oleh anak itu bukanlah gas yang terlalu berbahaya, tapi cukup untuk membuat pergerakan Akutagawa terhambat.

Harapan Akutagawa saat ini sangatlah mudah untuk dikabulkan, namun sulit untuk direalisasikan. Ia hanya ingin Chuuya memahami situasi tanpa bergerak sendiri. Apakah itu sangat sulit untuk dilakukan bagi orang yang cukup keras kepala seperti Si Surai Senja?

"Mau sampai kapan, kamu bilang?" Si Surai Senja memasang ekspresi merendahkan terhadap Akutagawa, "Bukannya justru pertanyaan itu seharusnya ditujukan padamu? Berani-beraninya bicara begitu di depanku, sialan."

Blue Hydrangea - Chuuaku angst fanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang