"Tugas kita selesai lebih cepat dari dugaan- kau mau beli sesuatu?" Tawar si surai senja tersenyum pada Akutagawa yang langsung terbuyarkan dari lamunannya. "Beli sesuatu?" Ia mengerenyitkan dahinya terheran-heran.
"Pekerjaannya 'kan lancar. Kamu tidak mau apapun untuk beristirahat sekitar sampai malam?"
Akutagaw hanya menggeleng dan menolak dengan sopan, "Tidak perlu, Chuuya-san, aku tidak melakukan apa-apa hari in-"
"Ah... sudahlah tak apa! Aku yang traktir, setuju?" Sifat agak memaksa Chuuya membuat Akutagawa tidak mempunyai pilihan lain, ia mengangguk.
Tanpa perlu diberitahu, si surai senja sudah mengetahui apa yang akan diinginkan oleh Akutagawa hanya dengan melihat manik abu-abunya itu. "Buah ara dan teh?", "Ha'i,"
*
*
*
Mengetahui bahwa identitas kedua eksekutif mafia tersebut sangat dirahasiakan demi keselamatan mereka, maka itulah mereka sempat memakai pakaian selain pakaian sehari-harinya yang sering terlihat di siaran berita dan poster-poster di sepanjang jalan.
Tentu saja Akutagawa tetap memakai jubahnya yang hitam tersebut, hanya saja memiliki model turtleneck dan serba hitam. Berbeda dengan Chuuya yang selera pakaiannya bisa dibilang lebih bagus daripada si surai hitam. Tentu saja ia masih menggunakan topinya. Sangatlah jarang untuk bisa melihatnya tanpa topi kesayangannya itu.
Suasana kota terlihat sangat berbeda dengan mereka yang menyamar. Sepertinya memang begitu kenyataannya, kota ini sebelumnya tidak memiliki gangster dan musuh pemerintah, namun kehadiran para penyelundup yang berpikir kota ini tentramlah yang membuat kota ini berbahaya, untuk pertama kalinya.
"Tunggu sebentar ya, aku akan segera kembali," Ujar Chuuya membeli sebuah manisan di kedai waffle tersebut. Akutagawa agak terpana melihatnya, mengingat selama di Port Mafia Chuuya hanya makan makanan yang bahkan tidak manis sama sekali. Jangankan makanannya, wine-nya saja bukanlah minuman manis...
"Jangan bilang siapa-siapa ya," Canda si surai senja tertawa. Manik birunya terlihat bersinar. Tanpa disadari, Akutagawa secara otomatis melamun menatap manik birunya yang indah tersebut, mempertemukan manik biru dengan manik abu-abu milik Akutagawa.
"Kenapa? Kau juga mau?" Chuuya menyodorkan wafflenya itu, namun lagi-lagi Akutagawa menolak, "I'ie, arigatou-" Semburat merah tipis melintas di pipi si surai hitam, ia jadi tidak berani menatap Chuuya secara langsung lagi.
"Kau hanya eksekutif bawahan... tidak usah repot-repot memikirkan hal ini... itu takkan pernah terjadi, tidak akan..."
Batin si surai hitam memalingkan pandangannya dari satu-satunya dan orang pertama yang bisa membuat jantungnya berdegup tidak karuan.
"Hoi, Akutagawa, kau mau teh, kan? Ayo cepat, akan kubelikan untukmu," Tawar Chuuya lagi-lagi membuyarkan lamunan si surai hitam. Akutagawa mengangguk cepat dan mengikutinya dari belakang.
Chuuya jelas benar-benar mengenal daerah ini. Dia bahkan sudah tahu seluk beluk pusat perbelanjaan terluas di kota ini.
Chuuya bukan orang yang bisa tenang saja berdiam di apartemen tanpa kerjaan satupun mengingat betapa ambisiusnya dia mengenai pekerjaan.
Kapan lagi bisa beli hal-hal yang begini dan memuaskan keinginan yang lama terpendam, kan?
"Akutagawa-kun, nih, teh jenis kesukaanmu, chamomile," Si surai senja tersenyum dan menyodorkan cup kertas teh tersebut pada Akutagawa. "Arigatou-"
Cup teh panas benar-benar hal yang sangat menenangkan menurut si surai hitam. Ia memang paling suka teh serta buah ara. Biasanya adiknya yang menyiapkannya untuk dia, itupun tidak sering, mengingat kesibukan kelompoknya, Black Lizard.
"Kau tadi mau buah ara juga?" Tanya Chuuya mengamat-amati toko, barangkali ada yang menjual buah-buahan. "Jika itu tidak merepotkan..." Ucap si surai hitam agak tidak enak hati, namun Chuuya dengan tenang menggeleng, "Tidak kok, hal yang merepotkanku adalah jika para anggota detektif bersenjata brengsek tersebut datang," Candanya setengah serius, tertawa kecil.
"Begitu ya..." Gumam si surai hitam menghela napas, "Kalau begitu... jika tidak keberatan maka baiklah,"
Chuuya tersenyum melihatnya telah berhasil membujuk pria bersurai hitam dan keras kepala ini, "Yosha, akan kubelikan juga,"
Pusat perbelanjaan kabarnya memang sangat ramai setiap harinya, bahkan di hari Minggu, masih banyak toko yang buka demi memenuhi kebutuhan warga kotanya. Tentu saja pusat perbelanjaan ini memiliki kelengkapan di bidang jenis barang atau jasa yang disediakan.
Lokasinya juga strategis, berada di pusat kota, sehingga warga di sini tidak ada kesulitan mencapainya.
"Kau tidak ingin roti selai ara? Sebentar lagi malam, mungkin sekalian makan malam?" Tanya si surai senja menatap lurus ke arah toko roti yang asapnya masih mengepul, tentu saja roti-rotinya masih segar.
"Boleh saja..." Jawab si surai hitam pasif. Ia menerima apapun makanannya jika itu berhubungan dengan buah ara kesukaannya.
"Bagus, kau harus makan malam hari ini," Ujar si surai senja mengingatkan seraya tersenyum dan menyebrang jalan untuk membelikan roti bagi Akutagawa.
Ting! Ting! Ting!
Selagi menunggu, si surai hitam menerima telepon dari bosnya, "Halo, Akutagawa-kun? Ponsel Chuuya mati ya?"
"Ah... iya..." Jawab Akutagawa mengawasi Chuuya dari seberang jalan, "Chuuya-san lupa me-recharge ponselnya,"
"Begitukah? Kalau begitu, saya titip pesan untuknya,"
"Apakah itu, bos? Akan saya sampaikan,"
"Dia sedang ditarget,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Hydrangea - Chuuaku angst fanfiction
FanfictionAkhir dari sebuah cerita adalah ketika orang yang dulunya membuat kenangan denganmu, justru menjadi sebuah kenangan belaka. ©️Characters owned by Kafuka Asagiri Warning : OOC, BL fluff, angst, profanities