"Kalau ada waktu, akan kuberitahu..."
Begitu isi batin si surai hitam yang berjalan di belakang Chuuya yang melihat suasana sekitar dengan malas.
Hiruk pikuk kota kecil ini seharusnya membuat mereka lebih mudah mencaritahu tentang seluk beluk kota ini. Namun tentu saja, yang namanya organisasi pasti memiliki jalan tikus.
"Ah, tugas kali ini aku bisa sendiri, kau tidak perlu ikut, istirahatlah," Ujar Chuuya tersenyum meyakinkan.
Namun tentu saja si surai hitam agak bingung, apakah ia berbuat salah?
"Tenang saja, kau kemarin tidak tidur cukup, kan? Kenapa tidak istirahat? Biar aku yang selesaikan sisanya," Tukas Chuuya, manik birunya menyapu setiap sudut yang terlihat olehnya, "Kamu jangan aneh-aneh, jangan keluar dari arahanku atau bos, ya?"
Tangan berbalut sarung hitam tersebut meraih kepala si surai hitam, dan menepuknya pelan.
*
*
*
"Akutagawa-kun? Apakah Chuuya-san sudah berangkat?" Terdengar suara panggilan dari alat komunikasi yang dipasang di telinga si surai hitam.
"Sudah,"
"Bagus, semua berjalan sesuai perintah," Ujar suara di seberang sana.
"Rencana?"
"Ya, ini supaya kau bisa segera menyelesaikan misimu sendiri, yaitu membunuh kepala managernya," Jelas Mori dari kantornya.
"Tapi Chuuya-san bilang..."
"Tidak ada waktu, Akutagawa-kun, kau harus cepat sebelum terlambat," Ujar Mori, dengan cepat mematikan teleponnya, membuat Akutagawa merasa serba salah.
Namun, perintah adalah perintah.
***
Terkadang hidup membuatmu frustasi. Disuguhi dua pilihan, dan pilihan itu sama saja beresiko.
Hidup tidak mudah.
Akutagawa berjalan menyusuri jalan sepi tersebut. Hawanya sangat tidak mengenakkan. Angin dingin berdesir menusuk rusuknya. Hanya suara langkah kaki yang menemaninya saat ini.
Akutagawa sering, ah, mungkin hampir selalu berada di situasi seperti ini, terkekang antara dua pilihan, namun kali ini berbeda. Chuuya adalah salah satu orang yang ia ingin untuk merasa bangga padanya. Namun... itu tentu tidak mudah. Mengingat... masa kecilnya yang penuh kesengsaraan selama dididik oleh Dazai.
Ah, ia berusaha melupakannya, namun Dazai, Dazai, DAZAI! Nama itu tidak bisa pergi dari otaknya. Hal itu benar-benar memuakkan baginya, namun takdir adalah takdir.
Ia kembali melangkah ke lorong tempat kepala rahasia tersebut ditahan. Ia tahu Chuuya benar-benar menghargai hidup orang ini.
"Bos... menyuruhku untuk membunuhnya, kan?"
Dengan cepat, Akutagawa mengeluarkan rashomonnya yang tajam mengkilat, baru kali ini ia diperintahkan untuk membunuh namun ada batin yang menjaganya.
Hal ini benar-benar membuatnya merasa bersalah, apakah Chuuya akan membencinya setelah ini? Ia berharap Chuuya dapat mengerti penjelasannya.
SRAT!
Benda hitam tajam dan kaku tersebut mendesing keluar, menembus jantung pria malang tersebut, dan melepasnya bersimbah darah.
Ah, semoga saja sudah selesai.
Ia membatin.
...
***
"Lho, Akutagawa-kun? Rambutmu berantakan," Tanya Chuuya, menatap aneh rambut Akutagawa yang acak-acakan.
"Ah... tadi aku sempat keluar, angin sangat kencang, jadi rambutku tertiup," Ujar Akutagawa mengarang sebuah alasan.
"Kau tidak aneh-aneh, kan?" Tanya Chuuya memicingkan matanya. "I'ie, aku tidak-"
"Hahaha, bercanda kok," Chuuya tertawa kecil, ia malah semakin mengacak-acak rambut si surai hitam, "Iya, aku percaya padamu,"
***
"Bagaimana ini..." Batin si surai hitam di tengah malam. Ia tidak bisa tidur. Batinnya berkecamuk. Chuuya memercayainya, namun ia memiliki perasaan bersalah meliputinya.
Chuuya yang sudah terlelap tersebut terus menerus berputar balik, memeluk selimut yang ada di kasurnya.
Akutagawa yang berada di kasur seberangnya hanya bisa terduduk diam, menatap orang yang ia sayangi tidur tidak tenang. Kalau bisa dibilang, tidurnya memang tidak pernah benar.
"Ryuu..."
Sebuah panggilan membuat Akutagawa menoleh ke arah sumbernya. Ia menatap Chuuya dengan heran, "Ha'i?"
Barulah ia sadar bahwa si surai senja tengah mengigau. Akhirnya Akutagawa tidak jadi mendekat.
"Ryuu..." Panggil si surai senja sekali lagi dalam mimpinya. Akhirnya si surai hitam mendekat, "Ha'i...?"
Sebuah tangan yang dingin karena pendingin ruangan meraih telapak tangan Akutagawa, lalu memeluknya.
Akutagawa merasakan hangat di pipi si surai senja, membuatnya dengan reflek mengelus pipi hangat Chuuya yang tengah tertidur tersebut.
Di tengah tidur pulasnya Chuuya, ia tersenyum kecil. Benar-benar suatu saat yang tidak terduga.
Sial, ia manis sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Hydrangea - Chuuaku angst fanfiction
FanficAkhir dari sebuah cerita adalah ketika orang yang dulunya membuat kenangan denganmu, justru menjadi sebuah kenangan belaka. ©️Characters owned by Kafuka Asagiri Warning : OOC, BL fluff, angst, profanities