BAB 18

7.2K 952 26
                                    

maap delay mulu wkwkwk ✌🏻

~||~

            Papan dengan tulisan 'rumah dijual' sudah tertempel dipintu garasi rumahnya. Shafira pun sudah mulai menggunakan ojek online sebagai transportasinya untuk bekerja atau diantar oleh Papanya dengan motor.

Semua seperti mimpi. Hanya dalam waktu dua minggu, Shafira sudah tidak menemukan dua kendaraan yang sering dikendarainya digarasi rumahnya. Kakaknya tidak pernah pulang dan Mama serta Papanya hampir setiap hari bertengkar meributkan tagihan bulanan yang harus dibayar karena akhir bulan sudah didepan mata.

Shafira menghela nafas. Dia mengerti bahwa kehidupan tidak selamanya berada diatas, namun dia juga tidak menyangka bahwa perputaran kehidupannya akan turun secepat ini.

"Lesuh banget, neng," tegur Bu Ita dari mejanya yang berada di ujung meja antara Cindi dan Shafira.

Shafira mengangkat kepalanya dan tersenyum pada bu Ita. "Laper bu," sahutnya asal.

Bu Ita, Bu Anjani, Cindi, dan Dinar tertawa mendengar jawaban Shafira. "Ke kantin dulu sana isi perut," sahut Bu Anjani.

"Tanggung bu, bentar lagi istirahat." Ujar Shafira.

"Shaburi yuk," celetuk Cindi yang duduk tepat didepan Shafira, entah pada siapa.

"Tengah bulan ini, lagi miskin-miskinnya," jawab Dinar yang disetujui oleh Shafira walaupun kini hidupnya akan seperti setiap tengah bulan karena hampir separuh gajinya akan dia pakai untuk membantu orangtuanya meringankan tagihan pinjaman mereka sambil menunggu rumah mereka terjual.

Cindi mendengus. "kasbon deh sama gue,"

Kalau sudah begitu, bagaimana caranya Shafira menolak? Karena sejak bekerja, Shafira hanya akan menolak ajakan makan siang hanya apabila ada pekerjaan yang deadline, meeting yang tidak selesai-selesai atau harus bertemu dengan media.

"Yuk aja," sahut bu Anjani. "Kalau kalian oke, gue booking pak Taufik nih." Tambah bu Anjani menyebut salah satu driver kantor yang memang dikhususkan untuk tim Humas, business development, dan corporate secretary serta legal.

"Aku gak ikutan ya. Mau lunch sama pak Anggoro, bu Sandra dan lain-lain." seru bu Ita.

"Ya udah, kroco-kroco aja deh kita. Gimana?" tanya bu Anjani.

Shafira menghela nafas. "Aku bebas deh, bu." Sahutnya. "Tapi jalan jam 12 ya. Aku kelarin laporan buat meeting bu Ita." Tambahnya yang langsung disetujui oleh bu Anjani dan Cindi.

"Eh gue ikut ya," seru Dinar.

"Iya kan tadi udah bilang kroco-kroco aja yang pergi," sahut Cindi santai membuat Shafira tertawa kecil.

Setidaknya dikantor dia bisa melupakan sedikit masalahnya dirumah.

~||~

Hingga kini, Shafira belum menceritakan sedikitpun masalah didalam rumahnya dengan Revaldo. Karena, untuk apa? walaupun Revaldo pacarnya, tapi laki-laki itu tetap orang luar, orang asing dan Shafira merasa tidak memiliki kewajiban untuk bercerita padanya. Selain dia malu, Shafira juga takut hanya akan menambah beban fikiran Revaldo karena laki-laki itu pun sedang memiliki masalah.

Jadi selama mereka berinteraksi, baik lewat telepon, chatting atau video call, Shafira tidak pernah menunjukan bahwa dirinya sedang dilanda masalah besar.

His PromisesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang