BAB 6

14.6K 1.7K 76
                                    

          

No edit

Happy reading :)

~||~

"Fir, dipanggil bapak diruangan," seru bu Anjani melalui telepon kantor milik Shafira.

                "Hah? Serius?" tanya Shafira kaget karena seumur dia bekerja diperusahaan ini, belum pernah dia dipanggil oleh bosnya.

                "Iya," sahut bu Anjani.

                "Ada apa bu?" tanya Shafira.

                "Ngomongin kontrak yang kamu minta tanda tangan dua hari lalu kali," sahutnya. Shafira menganggukan kepalanya. Dia lupa kalau kemarin sempat menitip kontrak kerjasama ke bu Anjani untuk di tandatangani Pak Herman.

                "Oke deh. On the way, ya," Shafira segera meletakkan kembali gagang teleponnya dan segera berdiri menuju ruangan Pak Herman.

                Tidak sampai lima menit, Shafira sudah sampai di depan ruangan pak Herman. Ruangan itu hanya ruangan yang disekat kaca. Tidak seperti di film-film, ruangan direktur utama kantor tempat Shafira bekerja hanya ruangan kecil bersekat kaca dan dengan pintu kaca.

                "Langsung masuk aja," seru bu Anjani.

                Shafira tersenyum. "Wish me luck!" Shafira kemudian segera mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan pak Herman.

                "Selamat siang, pak," sapa Shafira.

                Pak Herman berperawakan tinggi –jelas karena dia bule, hidungnya mancung, kulit putih dan raut wajahnya selalu terlihat ramah. Beliau tersenyum dan menyuruh Shafira duduk dengan tangannya.

                "Shafira benar?" tanya pak Herman mengalihkan tatapannya dari layar laptop.

                "Iya, pak betul. Ada apa ya pak?"

                "Ada beberapa hal yang saya mau tanya mengenai kontrak ini," pak Herman menunjuk kertas yang berada diatas meja kerjanya dan tanpa sadar Shafira menghela nafas.

                Selama lebih dari 10 menit Shafira membicarakan perihal kontrak barunya dengan atasannya. Tidak ada yang tidak bisa Shafira jawab dan gadis itu bersyukur.

                "Kamu masih main sama Valdo?" Shafira hampir tersedak salivanya sendiri saat dikiranya perbincangan mereka sudah berakhir.

                "Hmm... Nggak sih, pak. Dia kan ada di Bali jadi saya sudah lama juga gak ketemu dengan Valdo," sahut Shafira malu.

                Pak Herman menganggukan kepalanya. "chating masih dong?"

                "Masih, pak"

                "Seberapa sering?"

                "Gak terlalu sering, pak" sahut Shafira mencoba untuk jujur.

                Iya mereka gak terlalu sering chating. Paling hanya saat pagi, makan siang, saat Shafira akan pulang kantor, dan malam.

                Gak terlalu sering kan, ya?

                "Kalau boleh tau, kenapa ya, pak?" Shafira memberanikan diri untuk bertanya.

                Pak Herman tertawa kecil. "Gak apa-apa. Saya Cuma tanya aja," sahutnya dan Shafira hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

                "Oke. Kamu boleh kembali ke meja kamu," seru pak Herman.

His PromisesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang