Kenapa takdir sangat suka mempermainkan hidupnya?
Juna sekarang berada di kantor polisi. Dia bertemu dengan dua orang yang telah membuat dan merencanakan kecelakaannya kemaren. Jujur kalau dia diizinkan untuk membalas dendam kepada dua orang itu, mungkin detik ini juga, orang itu sudah habis di tangan Juna.
Dia menatap tajam tanpa ekspresi dua orang itu. "Kalian tau apa yang sudah kalian perbuat?" tanya Juna serius.
"Kalian tau berurusan sama siapa?" tanya Juna lagi.
"Kami hanya menjalankan perintah Tuan Addi, tidak lebih," bela salah satunya.
Juna tertawa miris. "Tidak lebih? Tidak lebih tapi membuat sepupu saya meninggal. Kalian tahu arti sepupu bagi saya? Kalian tahu betapa sayangnya anak saya ke sepupu saya? Kalian sudah berhasil merampas satu kebahagiaan anak saya dan merampas orang yang paling berharga dalam hidup saya," tambah Juna serius.
"Ampuni kami, kami serius tidak tau apa-apa." Dua orang itu memohon ampun kepada Juna.
"Urusan kalian sama Tuhan, bukan sama saya." Juna langsung berdiri, lama-lama berhadapan dengan pembunuh sepupunya membuat Juna rasanya ingin segera menghabisi mereka berdua.
"Jadi bagaimana Pak Juna? Apakah kasus ini segera kita urus dan bawa ke pengadilan?" tanya kepala kepolisian yang hari ini menemani Juna.
Juna memberikan berkas kepada kepala kepolisian. Beliau terkejut menerima berkas yang diberikan oleh Juna. "Bisa kan?" tanya Juna memastikan.
Kepala kepolisian tersebut mengangguk dan masih terlihat tidak percaya.
"Saya juga akan bertemu dengan kepala kejaksaan. Berkas ini juga harus ada di tangan yang tepat." Juna menepuk berkas yang dia pegang. Percayalah dia semalam tidak tidur hanya untuk menemukan bukti dan keganjalan dari dana perusahaannya.
"Tapi berkas ini tidak hanya merugikan perusahaan Bapak Addi, bisa saja mitra kerja yang tertulis di dalamnya juga akan terlibat dan membuat perusahaan Bapak kehilangan mitra kerja."
"Ga apa-apa, hukum lebih utama. Lagian ini sepertinya sudah sangat lama. Soal mencari mitra baru itu bisa dipikirkan nanti," ucap Juna serius. "Baik kalau begitu saya permisi dulu. Kabari saya kalau surat penangkapannya sudah keluar," pamit Juna dan segera pergi.
Juna langsung bertemu dengan kepala kejaksaan alias ayahnya Jeffri. Perusahaan Syahreza sepenuhnya dipegang oleh Arsenio, sedangkan Arvin menjabat sebagai kepala kejaksaan negeri Jakarta Selatan.
"Wah ada apa nih Bapak Juna ke sini? Kabarnya Pak Juna bakal tinggal di Jakarta lagi ya?"
Juna tertawa renyah. "Iya nih. Kasian anak ditinggal sendiri."
"Oh iya benar juga sih, kemaren-kemaren ada Abbas ya Pak yang menemani anak Bapak."
"Seru gak sekarang udah jadi kepala kejaksaan?" tanya Juna basa basi.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENDRA || Huang Renjun
Fanfiction[ S E L E S A I ✅ ] Bunda...aku capek, boleh aku peluk bunda sekali saja? -Rendra Junaldi