Impiannya sederhana, hanya ingin dipeluk Bunda sebelum dia benar-benar pergi dari dunia ini.
Rendra membuka matanya berat. Badannya sakit semua. Dia bahkan kesulitan buat bernapas. Dadanya sejak semalam sakit dan dia sudah berusaha untuk menahannya. Belum lagi luka di punggungnya yang sangat perih. Rendra juga tidak berhenti batuk, membuat dadanya makin sesak dan sulit buat bernapas. Apalagi kondisi gudang yang kotor dan berdebu, ditambah cuaca yang di luar cukup dingin karena hujan deras. Tubuh Rendra sekarang sudah menggigil.
Rendra perlahan menguatkan diri buat berdiri dan keluar dari gudang. Rendra yakin, sekarang pasti sudah lewat dari jam tujuh pagi. Saat dia membuka pintu, cahaya dari luar membuat matanya perih, serta dinginnya hujan membuat badannya makin menggigil. Rendra menumpukan badannya ke pintu gudang, semuanya terasa sangat sakit. Dadanya terasa dibebani oleh sesuatu benda yang sangat berat, menghimpit jantung dan paru-parunya.
"Aden? Aden kenapa bisa ada di depan gudang? Aden kapan pulang?" Suara Bibi mengagetkan Rendra. "Aden kenapa?" tanya Bibi yang khawatir melihat kondisi majikannya itu.
"Teteh udah pergi belum, Bi?" tanya Rendra sudah payah.
"Sudah, Den. Tuan sama Nyonya juga sudah berangkat sejak tadi. Aden sakit? Biar Bibi bantu ya Den." Bibi menawarkan diri untuk membantu Rendra.
"Ga usah, Bi. Saya harus balik ke kosan." Rendra menahan Bibi untuk tidak usah membantunya. Dia mau segera pergi, tapi rasa sesak di dadanya sangat menyiksa, apalagi rasa sakit di punggungnya.
"Argh!" rintih Rendra yang beneran sudah tidak kuat.
"Aden baik-baik aja? Bibi bantu ya Den."
"G-gak u-usah Bi. S-saya baik-baik aja," tolak Rendra dan sekali lagi berusaha buat menguatkan diri.
"Badan Aden menggigil, Bibi ambilkan jaket Aden dulu ya di kamar. Biar Pak Ujang yang anter Aden ke kosan. Sebentar ya, Den."
Rendra tidak bisa menolak lagi karena dia beneran kesusahan buat bicara. Rendra menekan dadanya kuat-kuat. 'Jangan kambuh sekarang. Jangan,' batin Rendra ke dirinya sendiri. Dia terus-terusan menepuk dadanya yang beneran terasa sesak, ditambah sekarang pasokan oksigen seakan berkurang yang membuatnya sulit bernapas.
"Ini, Den, jaketnya, dipake dulu."
Bibi membantu Rendra untuk memakai jaket dan mengeratkan jaket tersebut agar tubuh Rendra sedikit lebih hangat. Di samping Bibi juga ada Pak Ujang, salah satu supir yang bekerja di rumahnya.
"Yuk, Den. Saya antar. Aden kuat jalan?"
Rendra mengangguk lemah, tapi nyatanya dia sama sekali tidak kuat buat berdiri. Akhirnya Pak Ujang membantu Rendra buat memapahnya dan Bibi yang sigap buat memayungkan majikannya itu biar tidak kehujanan. Setelah Rendra duduk di dalam bangku belakang mobil, Pak Ujang segera naik dan duduk di belakang kemudi. Dia memastikan keadaan majikannya itu, khawatir tentu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENDRA || Huang Renjun
Fanfiction[ S E L E S A I ✅ ] Bunda...aku capek, boleh aku peluk bunda sekali saja? -Rendra Junaldi