Bunda, Ayah bilang aku hanyalah sebuah samsak.
Mahira baru saja pulang kampus. Dia capek, lelah karena seharian berada di kampus. Sekarang dia malah menyaksikan keributan sang ayah yang menyuruh orang suruhannya untuk membawa sosok sang adik pulang. Dia marah karena ayahnya selalu mencari Rendra ketika sedang dalam kondisi marah seperti ini. Apa Rendra benar-benar anak kandung ayahnya itu? Kenapa sikapnya sangat kasar kepada Rendra?
Lihatlah! Ayahnya itu memecahkan gelas kaca dan melemparkannya sembarangan. Beliau marah besar. Temperamen ayahnya memang sangat buruk. Entah kenapa beliau bisa seperti ini.
"Ayah!" teriak Mahira marah pada ayahnya.
"BAWA RENDRA KE SINI JUGA SEKARANG!" Ayahnya berucap tegas dengan mata nyalang penuh emosi. Kebiasaan dari dulu. Seakan anak kandungnya itu benar-benar samsak untuk dia bisa melepas semua kekesalan dan kemarahan.
"Aku gak akan biarkan Ayah menemui Rendra dalam keadaan seperti ini. Aku gak akan biarkan Ayah menyakiti Rendra!" ucap Mahira tegas kepada sang ayah.
"Kamu berani melawan Ayah, Sayang?"
"Aku gak mau adik aku terluka hanya karena Ayah," ujar Mahira dengan tatapan memohon kepada ayahnya itu.
Ayahnya menatap Mahira tajam, tapi entah kenapa dia tidak pernah membentak atau bahkan kasar kepada Mahira. "Ayah hanya ingin ketemu sama anak itu Sayang, ada tugas yang harus dia lakukan saat ini."
"Gak! Ayah pasti mau menyakitinya." Tidak ada rasa takut dan gentar di mata Mahira, dia memang mau adiknya pulang, tapi tidak untuk disakiti oleh sang ayah.
"Suruh anak buah saya buat jemput Rendra dan paksa dia ke sini," ucap ayahnya kepada sang istri.
Mahira menggelengkan kepalanya. "Gak! Aku gak akan biarkan ayah menyakiti Rendra lagi."
"Mahira! Biarkan ayah kamu, jangan jadi anak pembangkang." Ibunya berteriak marah padanya.
"Bu! Jangan provokasi keadaan ini terus, Rendra masih kecil."
"Aku sudah bilang orang suruhan kamu untuk menjemput Rendra," lapor sang ibu. Ayahnya tersenyum sinis dan merasa senang. Jangan harap itu perasaan senang seorang ayah kepada anak, tapi perasaan tinju ke samsak yang sudah lama hilang.
"Kurung Mahira di kamarnya," perintah sang ayah.
Mahira menggelengkan kepalanya. "Yah, engga Yah, aku mohon jangan sakiti Rendra. Ayah!" Mahira ditarik ke kamarnya dan dikunci begitu saja biar tidak menganggu kegiatan ayahnya.
"Ayah! Mahira mohon yah, jangan sakiti Rendra!"
Di sinilah Rendra sekarang, di rumah yang menjadi saksi setiap hinaan, pukulan, dan penyiksaan Rendra. Dia sudah berada di hadapan sang ayah. Rendra berusaha setenang mungkin, meskipun perasaannya gusar dan merasa tidak aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENDRA || Huang Renjun
Fiksi Penggemar[ S E L E S A I ✅ ] Bunda...aku capek, boleh aku peluk bunda sekali saja? -Rendra Junaldi