04. Di luar disanjung, di dalam jelas dicela.

4K 529 47
                                    

Bunda dimana? Rendra boleh tinggal lagi bersama Bunda?

Bunda dimana? Rendra boleh tinggal lagi bersama Bunda?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Prang!

Suara pecahan kaca terdengar dari rumah besar dan megah itu. Gak hanya sekali, tapi berkali-kali. Kericuhan dan kegaduhan yang terjadi di rumah itu bukanlah hal baru bagi semua asisten rumah tangga dan pekerja di sana. Sudah sangat sering mereka menyaksikan dan mendengar amukan dari sang tuan rumah.

Prang!

Prang!

Makian dan bentakan saling bergantian keluar dari suara pria berumur itu. Sesekali cambukan juga melayang mengenai punggung seorang remaja yang pasrah menerima perlakuan sang ayah.

Bugh!

"Gak guna! Saya menyesal bawa kamu!"

Remaja itu hanya diam, menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Sudah biasa memang, bahkan luka yang kemaren aja masih basah dan sekarang dia harus mendapatkan pukulan baru. Remaja itu lelah. Dia benar-benar gak tahan, tapi dia gak bisa membantah ayahnya. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk melawan amukan ayahnya itu.

Wanita paruh baya yang duduk tak jauh dari mereka hanya diam menyaksikan penyiksaan remaja itu. Sudah tontonan setiap hari. Dia bahkan tersenyum senang menyaksikannya, kalau bisa dia ingin remaja itu pergi dari rumahnya, untuk selamanya.

"Coba kamu minta maaf! Mulut ada tapi gak guna!" bentak sang ayah lagi, masih dengan memukul dan mencambuk punggung anaknya itu.

"Kamu sama seperti ibu kamu! GAK GUNA!" Sang ayah kembali melayangkan cambuk entah untuk kesekian kalinya.

Remaja itu menahan sakit yang luar biasa. Dia menahan air matanya. Dia gak mau menangisi takdir yang bahkan sejak dulu tidak pernah berubah. Remaja itu berdiri, dengan susah payah. Mukanya babak belur, darah segar mengalir dari pelipis dan dari sudut bibirnya.

"Bunuh! Bunuh saja aku sekalian! Bunuh!" ucapnya putus asa dengan nada memohon, tidak ada rasa takut di sana. Dia gak kuat lagi hidup dalam penyiksaan ini. 17 tahun dia hidup, dan selama 12 tahun dia selalu disiksa sama ayahnya. Tidak ada senyum ataupun tawa yang dulu pernah dia rasakan. Tidak ada kehangatan dari rumah ini yang dia terima.

Ayahnya tertawa dengan keras. Dia menarik kerah baju remaja itu, menatap nyalang sang anak. Anak kandungnya sendiri. "Kenapa? Sakit?" tanya ayahnya santai sambil tersenyum sinis. "Kamu tahu? Kenapa kamu saya bawa ke sini? Kamu itu samsak saya, jadi wajar saya pukul kamu kalau marah." Pria itu berucap santai tanpa dosa.

Remaja itu hanya bisa menatap ayahnya nanar, begitu tidak diinginkan kah dirinya? Bahkan ayahnya terang-terangan hanya menganggapnya sebagai samsak, bukan sebagai anak.

"Masuk kamar dan jangan keluar sebelum saya kasih izin!" Sang ayah memberikan perintah keras dan mendorong remaja itu dengan kuat. Badan lemah itu terhuyung dan membentur meja di depannya.

RENDRA || Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang