Apa benar kematian harus dibalas kematian?
Sudah terhitung sebulan Rendra tinggal di kosan. Dia selalu menghiraukan panggilan dari Mahira, kakaknya. Tiap hari Mahira selalu menelponnya, tapi tidak ada satupun yang dia angkat. Selama ini kakaknya sudah sangat baik padanya, tapi Rendra tidak mau hanya karena dirinya, kakak tirinya itu ikut dibenci oleh sang ayah. Rendra juga setiap hari berusaha untuk tidak ketahuan di kosan kalau dia sebenarnya kabur dari rumah. Dia juga selalu menutup diri dan hanya menampilkan sifat dia yang bodoh amat sama apapun itu.
Malam ini Rendra tidak ikut gabung bersama yang lain. Dia memilih berada di kamarnya. Lagian dia juga masih canggung untuk berada di keramaian karena dia biasanya selalu sendiri di rumah. Rendra termenung cukup lama di kasurnya. Satu bulan berada di kosan membuat perasaannya campur aduk. Dia bahkan tidak mengerti apa yang sebenarnya dia rasakan saat ini. Satu bulan sudah dia jauh dari orang-orang yang selama 12 tahun atau bahkan 17 tahun ini menemaninya. Rendra merasa tidak tenang sudah kabur dari rumah. Dia memikirkan ayahnya. Walaupun sang ayah gak pernah menganggapnya sebagai anak atau bahkan sebagai manusia. Tapi Rendra tetap menganggap pria paruh baya itu sebagai ayahnya, orang yang harusnya dia hormati dan dia sayangi.
"Ini keputusan yang tepat Ren, Ayah gak bakalan khawatir," bisiknya ke diri sendiri.
Dia menatap langit-langit kamar dengan tatapan penuh bimbang. "Apa yang gue resahin sih? Kenapa jadi gini? Ayah pasti baik-baik saja tanpa gue. Malah sepertinya gak ada gue malah makin bagus buat Ayah."
Rendra berusaha membuat dirinya tenang. Rendra menatap ponselnya yang sejak tadi tidak berhenti bergetar. Banyak panggilan dan pesan dari kakak tirinya. Ingin rasanya Rendra mengangkat panggilan itu, tapi dia gak mau membuat kakaknya itu terlibat dalam masalahnya dengan sang ayah.
Satu panggilan yang membuat ekspresi Rendra langsung berubah. Seseorang yang tiba-tiba langsung membuat senyum terukir indah di wajahnya.
Bapak.
Laki-laki yang sempat dia anggap ayah kandungnya selama 6 bulan dan menjadi sosok orangtuanya di dalam kartu keluarga. Keluarga Bapak Junaldi. Secara hokum, Rendra berada di dalam keluarga Junaldi Purnawijaya, bukan keluarga ayahnya saat ini.
Rendra sedikit ragu untuk mengangkatnya. Setelah cukup lama menimbang, akhirnya Rendra mengangkatnya. "Iya halo Bapak," sapa Rendra pelan.
"Halo Rendra, kamu udah tidur, Nak? Bapak ganggu tidur kamu?" tanya Bapaknya di seberang sana. Hati Rendra sedikit agak tenang kalau mendengar suara Bapaknya.
"Enggak, Pak, Rendra belum tidur."
"Gimana kabar kamu, Nak? Sudah lama Bapak gak ketemu sama kamu."
"Aku baik-baik saja, Bapak gimana?" bohong Rendra, dia bahkan jauh dari kata baik akhir-akhir ini. Dia sulit tidur dan selalu dihantui oleh mimpi buruk yang membuatnya kembali susah tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENDRA || Huang Renjun
Fanfic[ S E L E S A I ✅ ] Bunda...aku capek, boleh aku peluk bunda sekali saja? -Rendra Junaldi