Remove all the pain from my heart, please
Keadaan Addi di tahanan tampak kacau. Dia tidak menyangka akan berakhir di tahanan seperti ini. Kesal, tentu saja. Padahal rencananya tinggal selangkah lagi, tapi ada saja yang menghalangi langkahnya. Apalagi Juna. Juna orang yang dari dulu sudah menggagalkan banyak rencananya.
Sekarang semuanya kacau. Semuanya sudah berantakan. Dia harus keluar dari sini sebelum semuanya benar-benar hancur. Addi terus memutar otaknya bagaimana bisa keluar dari sini. Tapi rasanya sangat mustahil mengingat bukti dan tuduhan yang diajukan pada dirinya. Sangat mustahil untuk bisa keluar dengan cepat.
"Ada cara lain biar saya bisa keluar dari sini?" tanya Addi kepada pengacaranya.
"Tuntutan penggelapan dan pembunuhan sepertinya bakalan susah untuk disanggah, buktinya sudah cukup kuat. Tapi kalau kekerasan, Bapak bisa berunding kepada pihak yang bersangkutan untuk diberi keringanan."
"Juna gak akan mau berunding." Addi berucap yakin.
"Saya juga tidak tau harus berbuat apa Pak, semua bukti sudah sangat jelas dan kuat, akan susah untuk disanggah," ucap pengacaranya. "Mungkin Bapak memang harus mengakui semua perbuatan bapak, agar hukuman yang diberikan kepada Bapak bisa berkurang." Pengacaranya sudah angkat tangan dengan kasus yang sebenarnya sudah sangat jelas.
"Sekarang Anda tahu di mana keberadaan Rendra?" tanya Addi serius.
"Saya belum mendapatkan kabar, Pak. Selama ini saya hanya melihat Bapak Juna di kantornya."
"Baik, Anda silahkan pergi. Gak usah susah payah mengurus kasus ini kalau anda tidak ada niatan untuk mengeluarkan saya."
"Maafkan saya Pak, tapi saya akan tetap dampingi Bapak selama persidangan nanti. Kalau begitu permisi." Pengacaranya pergi, meninggalkan Addi. Tidak ada hal yang bisa dilakukan selain mengakui kesalahan dan perbuatan Addi.
"Pak, saya boleh pinjam telponnya untuk menelpon kerabat saya?" tanya Addi kepada penjaga tahanan.
"Silahkan, tapi jangan lama."
Addi menelpon seseorang dengan serius. Entah dengan siapa dan dalam rangka apa dia berbicara dengan orang yang dia telpon sekarang. Tapi yang jelas, hasratnya untuk balas dendam kepada Juna sangat tinggi.
'Jangan harap dengan saya berada di sini, kamu bakalan aman Juna. Tunggu pembalasan saya.'
Dia sudah bertekad untuk tidak akan hancur sendirian. Jika dia hancur, maka Juna juga harus hancur bersama dengan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RENDRA || Huang Renjun
Fiksi Penggemar[ S E L E S A I ✅ ] Bunda...aku capek, boleh aku peluk bunda sekali saja? -Rendra Junaldi