Chapter 7

9.8K 865 18
                                    

Sudah sekitar 4 kali ia mengetuk pintu kamar milik Kevi yang berada disampingnya itu namun Kevi tak kunjung keluar.

Jangankan keluar, menjawab saja tidak.

"Kevi.. Mama bilang Mama mau berangkat lagi sama Papa. Lo gak mau ketemu dulu gitu?" Tanyanya sambil masih mengetuk pintu.

Sagara menghela nafas lelah. Kali ini ia memutuskan untuk pergi saja.

Mungkin Kevi masih marah kepada soal kejadian di rumah sakit waktu itu.

Ralat. Kevi sepertinya memang selalu marah dengan kehadiran dirinya.

Beberapa menit setelah Sagara pergi, kemudian pintu yang sedari tadi terkunci akhirnya terbuka menampakkan sesosok Kevi dengan wajah tanpa ekspresi miliknya.

Lalu Kevi segera pergi kebawah, berharap agar orangtuanya belum berangkat.

Tanpa disadari sejak tadi Sagara memerhatikan Kevi dibalik pintu yang tertutup setengah sambil tersenyum.

"Dasar gengsian."

Sagara sengaja tidak ikut kebawah, karena ia merasa harus memberikan waktu bagi Kevi dan keluarganya.

Lagipula dia sudah berpamitan tadi. Dengan cara memeluk ibunya selama mungkin yang ia rasa.

....

Sekitar pukul dua siang, Sagara bangun dari tidur siangnya dan merasa sangat lapar.

Saat hendak turun kebawah bermaksud untuk mengambil makanan,ia melihat Kevi yang sedang memasak sesuatu.

Sagara tak mau mengganggu Kevi dengan kehadirannya, lantas ia hendak pergi kembali menaiki tangga dan pergi ke kamarnya.

"Kenapa balik lagi?" Ucap Kevi

Sagara terkejut, sampai merasa kalau dirinya seperti ketahuan mencuri saat Kevi memanggil nya.

"Emhh itu.. anu.." Ucapnya otomatis gugup. Aneh sekali.

"Mau makan ga? Gua kebetulan masak banyak." Ucap Kevi dengan nada yang terkesan mengintimidasi.

Sagara melebarkan matanya.

"Ini serius Kevi ngajak makan?" Ucapnya dalam hati.

"Mau ga?" Kevi mengucapkan itu dengan sedikit tekanan.

"Mau!" Ucapnya sedikit keras antara dengan semangat atau refleks karena kaget.

Lalu ia duduk didepan Kevi yang kini menyajikan sepiring nasi goreng disana.

"Makasih.." Ucapnya sambil menunduk.

Lalu mereka makan dengan tenang dan hening.

Namun bagi Sagara suasana itu begitu membuat nya gugup dan sangat tidak nyaman.

"Gak usah geer. Mama titipin lo ke gua. Gua cuma ngelakuin apa yang Mama suruh." Ucap Kevi setelah selesai makan.

"Iya.."

Setelah itu Kevi pergi menuju kamarnya.

Tanpa Sagara tau, kalau Kevi juga sama gugupnya dengan keadaan seperti itu.

"Gua ngapain si?" Ucap Kevi.

....

Sagara baru ingat hari ini ia harus mengganti perban miliknya yang belum ia ganti.

Maka setelah itu ia mulai membuka perban di tangannya dengan hati-hati.

Seketika ia mengingat kejadian yang membuat tangannya terluka seperti ini.

Hari itu ia hendak pulang menuju rumah dengan berjalan kaki melewati sebuah taman yang sejalan dengan jalan menuju rumahnya.

Ia memutuskan untuk berhenti disana sebentar untuk sekedar duduk beristirahat.

Lalu setelah itu,ia memutuskan untuk mengambil jalan pintas yang jarang dan memang hampir tak pernah ia lalui.

Karena jujur ia mulai lelah, ketika sedang berjalan ia melihat sosok perempuan yang berhasil membuatnya terkejut.

Itu adalah ibunya. Ibu kandungnya.
Ia ingat betul wajah itu.

Mau selama apapun ia tak pernah bertemu, ia tak akan pernah bisa lupa wajah seorang wanita yang telah melahirkan dirinya ke dunia ini.

Entah apa yang sedang sang ibu lakukan dengan seorang pria yang tampak marah.

Awalnya ia hendak pergi, namun setelah pria itu mendorong sang ibu. Ia refleks berlari membantu sang ibu yang terjatuh.

Ia menundukkan kepalanya setelah membantu sang ibu bangun.

"Om, jangan kasar sama perempuan!" Ujarnya dengan marah.

Sang ibu menatap Sagara dengan intens,

"Kok anak ini kaya gak asing ya?" Pikir sang ibu.

"Siapa kamu? Jangan ikut campur urusan orang. Sini kamu!!" Ucapnya,lalu menarik tangan wanita itu dengan kasar.

"Om! Tunggu!! Jangan gangguin Mama !!" Ucapnya tanpa sadar sampai sang Ibu terkejut.

"Kalo om gak pergi saya udah panggil polisi."

Lanjutnya, dan lelaki tua itu menatap Sagara dengan tatapan tak suka setelah itu ia pergi saat mendengar suara sirine polisi tanda anak itu tidak berbohong perihal memanggil polisi.

Setelah kepergian lelaki itu, sang ibu menariknya pergi dari tempat itu.

"Apa maksud kamu?! Jadi anak haram ini masih hidup?" Ucapnya murka disertai dengan tangan yang sudah ia tampar kan ke wajah anak itu.

"Kamu pikir dengan kabur bisa bebas aja gitu? Kamu tau kenapa saya masih urus kamu walaupun saya gak mau waktu itu?," Tanyanya dengan penuh amarah.

Sagara hanya terdiam menundukkan kepalanya. Ia takut. Sungguh.

Bahkan tubuhnya bergetar saking takutnya.

"Satu-satunya alasan kamu masih hidup itu karena saya butuh kamu untuk anak saya."

"Setidaknya kamu lahir ke dunia ini tuh ada gunanya!"

"M-maaf.."

Dengan kencang sang ibu memegang tangannya dan menarik dia pergi bersamanya.

"Ma.. mau kemana.." Ucapnya berusaha melepaskan pegangan sang ibu.

"Diem kamu!"

"Aku gamau!! Ma lepasin!" Ia dengan susah payah mencoba melawan.

Namun karena tenaganya terlalu kuat pegangan sang ibu terlepas dan membuatnya terjatuh.

Ia terjatuh dengan posisi tangan kiri yang tertimpa tubuhnya.

Lalu dengan sekejap orang-orang langsung menghampiri dan membantu dirinya.

"Dek gak apa-apa?" Tanya seorang lelaki yang membantu dirinya.

"Pak.. tolongin saya.. saya takut." Ucapnya sambil menatap sang ibu.

Sang ibu yang merasa terintimidasi langsung pergi dengan cepat.

Sagara menghembuskan nafasnya lega, karena ia pikir ini adalah akhir dari hidupnya.

"Beneran gak apa-apa dek?" Tanya lelaki itu.

"Enggak apa-apa pak, makasih ya.." Ucapnya.

Lalu ia segera pergi menuju rumahnya.

Namun setelah sampai dirumah ia baru menyadari kalau jaket biru tua milik nya sudah basah dengan sesuatu yang berbau amis.

Lalu setelah ia membuka jaket miliknya tiba-tiba ia merasa pusing saat melihat luka kecil namun cukup dalam yang mengeluarkan banyak darah dari sana.

•••

"Sagara?!" panggilan itu seketika membuat dirinya terkejut.

Ternyata itu adalah Kevi. Dia datang dengan wajah yang bingung sekali.













To be continued

See u!

Sagara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang