Chapter 11

8.7K 771 14
                                    

Paginya ia terbangun dengan tubuh yang lebih segar.

Jika sebelumnya wajahnya terlihat pucat seperti mayat hidup, maka sekarang wajahnya sudah mendapatkan ronanya kembali.

Ia mengeliat pelan sambil merentangkan tangannya ke atas.

Ia kemudian turun ke bawah setelah berpakaian dengan rapi dengan memakai seragam sekolah dengan tambahan jaket jeans hitam miliknya.

Namun aneh sekali ia rasa, ia tidak menemukan tanda-tanda Kevi di rumah ini.

"Udah berangkat duluan apa gimana?" Gumamnya pelan.

"Tapi masa pagi banget." Lanjutnya lagi sembari mengolesi selembar roti tawar dengan selai cokelat kesukaannya.

Ia juga menuangkan susu fullcream sebagai sarapannya hari ini.

Gerakannya terhenti saat melihat memar di tangan kanannya, ia menyingkap lengan jaketnya. Kemudian ia baru ingat kalau kemarin tangannya tertindih oleh tubuhnya sendiri saat terjatuh kemarin.

Sakitnya biasa saja, namun karena penyakitnya lah yang membuat memarnya terlihat seperti menyakitkan.

Sebuah pesan masuk ke ponsel miliknya.

"Hari ini gausah sekolah. Biar gua yang minta izin ke wali kelas lo."

Pesan itu berasal dari Kevi.

"Gapapa, gausah. Udah mau berangkat, terlanjur siap-siap."

Balas Sagara kemudian segera bergegas pergi menuju sekolah.

Sesampainya disana semua orang di sepanjang kelas kini tengah menatapnya.

Sudah biasa memang ditatap dengan tatapan aneh seperti itu. Namun kali ini rasanya lebih aneh.

Seolah ia telah ketinggalan banyak pada hari kemarin.

"Woi Saga! Gua kira lu engga sekolah? Kenapa sekolah? Padahal gausah maksain." Ujar Jean.

"Hah? Engga,udah baikan gua. Santai." Jawabnya sambil merangkul Jean berjalan menuju kelasnya.

---

"Ck, terserah." Ucapnya setelah melihat balasan pesan dari Sagara.

Ia sempat berpikir kenapa juga ia terus memperdulikan Sagara.

Padahal jauh dari hari ini sebelumnya, ia bahkan peduli anak itu bernafas pun tidak.

Lantas kenapa beberapa hari ini begitu membuatnya tiba-tiba.

Dasar. Kevi yang labil.

"Hari ini biar gua yang pesenin deh, mau pada makan apa?" Tanya Jean baik hati.

"Gua mau mie ayam ih, udah lama banget." Ucapnya.

"Gua mau juga deh, tumben mengajukan diri. Biasanya kalo gak dipaksa suka gamau Jean."

Jean hanya memamerkan wajah juteknya saja sembari memalingkan mukanya.

"Dihh, pms kali ya?" Alvi berujar.

Disambut dengan gelak tawa Sagara.

Saat tengah enak menyantap mie ayam mereka, tiba-tiba seseorang datang menghampiri meja tempat Sagara berada.

"Permisi, boleh gabung gak? Gaada meja kosong duhh." Ucapnya kikuk.

Alvi dan Jean saling bertukar pandang, dengan refleks Sagara menepuk lengan Jean yang berada di sisinya.

Mengisyaratkan bahwa jangan bersikap seperti itu.

Sagara tersenyum,

"Boleh kok, duduk aja."

"Thanks."

"Yoii, btw kelas mana? Kok kaya gak pernah liat." Tanya Alvi

"Kelas Sebelas MIPA 4. Baru pindah hari ini, salam kenal Dion Medha." Ucapnya sambil mengulurkan tangannya kepada Sagara terlebih dahulu lalu baru kepada Jean dan Alvi.

"Ohh kelas sebelah, Kenalin Sagara kelas sebelas MIPA 2."

"Jean. Sama kaya dia."

"Alvi, sama juga. Kita bertiga sekelas."

"Oohh." Dion menganggukkan kepalanya.

"Sagara, kita pernah ketemu gak si?"

Sagara tampak berfikir.

"Engga deh kayanya."

"Ooh salah liat kali ya." Ucapnya datar dengan ekspresi yang sulit dibaca.

Selesai makan siang,mereka kembali lagi melanjutkan aktivitas belajarnya sampai selesai.

"Pulang duluan ya guys, mau temenin Mama ke butik dulu gua." Ucap Jean dengan sedikit terburu-buru.

"Gua juga ada acara, Saga gimana dong?!" tanya Alvi panik karena keluarganya sudah membuat dia harus cepat-cepat.

"Santuy,pulang aja sana."

"Beneran? Lagian gua bingung bisa-bisanya kita punya urusan bersama."

"Iyee elahh gapapa."

Mau tak mau mereka benar-benar pergi karena waktu yang sedikit. Menyisakan Sagara yang duduk di bangku menunggu Kevi.

Namun Kevi tak kunjung datang juga, akhirnya ia memutuskan untuk memeriksa parkiran tempat mobil Kevi diparkir.

Sagara kira ia akan pulang bersama Kevi, namun harapannya pupus ketika tidak melihat keberadaan Kevi di manapun saat sampai di tempat parkir.

"Lahh, Aga!! Bego banget kenapa bisa mikir gitu?" Ucapnya dalam hati sambil mengutuk dirinya yang terus berharap.

"Eh--Sagara?"

"Eum? Dion? Ngapain disini?" Tanya Sagara dengan sebaik mungkin mengatur raut wajahnya.

"Pulang, mau ambil motor disana. Tuhh motor gua." Ucapnya sambil menunjuk motor berwarna biru miliknya.

"Lo ngapain disini?"

"Emh,tadinya nungguin orang.. eh ternyata udah pulang duluan." Ucapnya disertai nada bercanda.

"Yok dah gua anterin."

"Ehh engga udah engga,gua mau pesen taksi aja."

"Gapapa ayo itung-itung salam perkenalan."

Tak bisa menolak, akhirnya Sagara menerima juga tawaran Dion.

"Waduhh thanks banget, jadi gaenak gua."

"Anjirrr kenapa gitu? Santai." ucapnya sambil tersenyum.

Sesampainya dirumah Sagara, Dion memerhatikan dengan baik rumah Sagara.

"Mampir dulu ga?" Tanyanya

"Engga ah, next time aja."

"Thanks banget ye sekali lagi."

"Iye sans."

Lalu Dion pergi meninggalkan Sagara yang masih melambaikan tangannya.

"Kenapa dia liatin rumah ini gitu banget ya?"















To be continued.

Maaf juga pas update datengnya modelan gajelas ginian aduwww~

Sagara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang