"Ck, baru kemaren pagi gua liat lo masih baik-baik aja. Sekarang tiba-tiba lo udah mau mati." Ucapnya disertai dengan air mata yang sudah membasahi kedua pipinya.
"Lo kemana aja sampe pulang-pulang ginjal tinggal sebelah? Lo jual ginjal buat bayar utang lo ke gua? Cih, goblok."
"Bangun bego, ngapain tidur? Apa enak tuh selang masuk mulut lo?" Ujarnya dengan memerhatikan sebuah ventilator yang terpasang di mulut Sagara.
Kevi meraih tangan yang terbebas dari infus kemudian menggenggamnya se-erat mungkin.
"Awas lo kalo berani samperin Mama sama Papa disana."
Tangannya yang terasa dingin benar-benar membuat seorang Kevi Xavier Mahesa sulit untuk menghentikan segala pikiran buruknya.
Perkataan dokter tadi sungguh membuatnya tidak menyangka. Apa yang terjadi hari ini sungguh tidak terduga.
Selain ginjalnya yang tidak ada, Sagara juga mengalami gejala pendarahan intrakranial.
"Pendarahan intrakranial terjadi karena cedera kepala seperti akibat pukulan, atau hantaman keras di kepala."
"Tadi saya menyaksikan adik kamu mengalami kejang dengan napas yang cepat dan juga pupil matanya tidak merespon pada perubahan cahaya. Saya tau ini berat bagi kamu sebagai saudaranya, adik kamu mengalami koma."
"Tapi kamu tenang dulu, pendarahan intrakranial ini belum bisa di konfirmasi. Kami harus melakukan pemeriksaan secara menyeluruh seperti pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan saraf juga kondisi mental dan kejiwaannya."
"Kami juga akan melakukan pemeriksaan penunjang seperti CT Scan, sebelumnya apa kamu tau bagaimana kondisi mentalnya?"
"Mungkin.. ada suatu trauma?"
.....
Rasanya baru sebentar sekali ia terlelap, kini ia dikejutkan dengan ponselnya yang tiba-tiba berdering. Ia bahkan terlelap sambil duduk di bangku depan ruangan ICU tempat Sagara di dalamnya.
Ia melihat disana terlihat waktu menunjukkan pukul 04.00 dini hari. Artinya ia terlelap 40 menit yang lalu.
Disana tertera nama Jean, tanpa pikir panjang ia langsung menerima panggilan itu.
"Kenapa Je?"
"Gimana? Saga ada? gua telponin lo dari kemaren baru nyambung sekarang, gua gak bisa tidur sumpah."
Benar juga. Ada banyak sekali panggilan yang masuk.
"Sagara..di rumah sakit."
"Hah?! Maksudnya gimana? Kok bisa?! Bentar gua siap-siap dulu. Rumah sakit mana?"
Sekitar dua puluh menit kemudian ia melihat Jean yang tengah panik di depannya.
"Kok lo diluar? Mana Sagara?"
Kevi menunjuk ke arah ruangan dengan kaca sebagai dindingnya. Disana, Sagara yang terlelap dengan berbagai kabel yang hampir menyelimuti seluruh badannya. Juga dengan wajah yang amat pucat sampai Jean sulit mengenalinya.
"K-kok..kenapa.."
"Kemaren gua sendiri liat dia masuk taksi mau pulang.. kenapa sekarang gini.." Ujar Jean yang tampak tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Semuanya salah gua Je. Gara-gara gua dia kaya gini.. gua nyesel banget ninggalin dia kemaren."
Kevi menarik napasnya dalam-dalam saat dirasa sesak tak tertahankan di dadanya yang disusul dengan bingkai air mata yang siap pecah kapan saja.
"Gua nyesel banget, gua kudu gimana ya Je.."
Ia menjambak rambutnya kuat-kuat saat dirasa sakit disana.
"Kev, lo gak boleh kaya gitu. Lo pikir Saga bakalan suka lo kaya gini?"
"Terus gimana?! Gua kudu gimana? Dia di diagnosa pendarahan intrakranial sama dokter. Dia koma Je! Dia juga udah sekarat karena darahnya yang emang udah keluar banyak banget gara-gara transplantasi ginjal yang sama sekali gua gak tau gimana rasanya."
"Demi Tuhan gua gak bakalan pernah maafin jalang sialan itu yang udah nyelakain Sagara. Liat aja nanti apalagi kalo sampe Sagara kenapa-kenapa gara-gara Ibunya yang sialan. Yang pertama gua bunuh pasti anak kesayangannya."
"A-apa? Lo becanda Kev? Koma?"
"Sejak kapan gua punya waktu buat becanda sampah kaya gini?"
Kevi terduduk di lantai sambil menatap Sagara yang terlelap di dalam sana.
Jean dengan sigap ikut duduk dan kemudian mengusap pundak kecil milik Kevi berusaha agar hal biasa itu bisa membuat Kevi sedikit lebih kuat.
Walaupun ia tau itu tak merubah apapun.
"Lo makan belom?" Tanya Jean dan Kevi hanya melamun di sana, tak sedikitpun berniat membalas pertanyaan yang Jean ajukan.
Melihat Kevi yang tidak peduli apapun yang ia katakan, rasanya ia sudah bisa menyimpulkan, ia yakin bahwa Kevi sama sekali belum memasukkan apapun kedalam perutnya untuk sekedar menambah tenaga.
"Lo tunggu disini, gua beli makanan dulu."
"Gak usah, gua gak nafsu makan."
"Ini bukan masalah nafsu atau enggak, lo bisa gak sih jangan egois? Lo mau ikutan sakit? terus nanti mau gimana Sagara kalo lo sakit?"
Kevi terdiam dengan tidak sedikitpun ia mengalihkan pandangannya pada Sagara.
To be continued
Jangan terlalu berekspektasi tinggi sama cerita ini yaww
See you guys💗💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Sagara
Teen Fiction"I hate my self, but i don't want to be someone else." He said. ⚠️ BUKAN CERITA BOYS LOVE/BL.⚠️ BROTHERSHIP SAMA BL ITU BEDA YA GUYS😭 ⚠️ Jangan plagiat sekalipun cerita ini gak sebagus itu untuk di apresiasi. Mohon pengertiannya, kita bisa sama sa...