Chapter 42

6.8K 652 125
                                    

Ia bangun sekitar pukul lima sore, terpaksa bangun karena rasa lapar yang benar-benar mengganggu dirinya.

Ia berjalan menuju bawah sambil sesekali memfokuskan pandangannya yang sedikit buram.

Tubuhnya menegang saat melihat sosok Mama yang sedang menata masakannya disana.  Sial. Ia mulai berhalusinasi.

Berkali-kali ia mengucek matanya sambil terus memerhatikan bahwa sosok itu benar-benar ada di hadapannya.

"Lohh akhirnya bangun juga kamu tuh."  Ucapnya saat melirik Kevi yang berdiri di ujung tangga.

Kevi terdiam menikmati ilusinya, kemudian ia menangis disana.

"Saking kangennya gua sama Mama, Mama sampe beneran ada disini."

"Eh, eh kok? Kok nangis sih Kev? Kenapa?"

Kevi terdiam. Tunggu, apa ia benar-benar gila? Pasalnya raut wajah sang ibu yang tengah menghampiri dirinya itu benar-benar nyata. Tapi bagaimana bisa.

Hingga saat tangan sang ibu sendiri yang menyentuh pipinya dengan hangat.

"Kenapa?"

"Mama?"

"Iya, kenapa hm?"

"Ini.. Mama?"

"Iya dong, emang ini keliatannya siapa? Kamu ini kenapa sih."

Kevi menggenggam tangan sang ibu dengan erat, "Ini beneran  Mama?"

"Iya Kev iyaa ya ampun.. ini anak kenapa sih, Pa!! Papa!!"

Sedetik kemudian Kevi memeluk erat-erat sang ibu sambil menenggelamkan kepalanya di ceruk leher sang ibu disusul dengan isak tangis miliknya.

"Eh--" Sang ibu yang tidak siap menerima pelukan sampai mundur beberapa langkah karena terdorong oleh tubuh anaknya tersebut.

"Mama jangan tinggalin Kevi lagi.."

Sang ibu mengusap rambut puteranya dengan sayang, "Iya.. Mama enggak kemana-mana."

"Ada apa Mah? Loh kok pada pelukan gitu kenapa?"

Papa. Itu suara Papa, pikir Kevi kemudian ia langsung mengalihkan pandangannya menuju asal suara.

"Tenang dulu, yuk duduk.." Ucap sang ibu dengan mengusap punggung Kevi sambil mengajaknya menuju sofa.

"Nih minum dulu.." Sang ayah menyodorkan segelas air disana.

"Jadi.. sebenernya kenapa nih, tiba-tiba kaya gini? Lagi sakit ya? Coba sini Mama liat." Ujar sang ibu dengan menyentuh dahi Kevi dengan punggung tangannya.

"Enggak ternyata."

Kevi melirik kedua orang tuanya tanpa henti.

"Kamu lagian tidur dari tadi siang sampe mau maghrib, makanya linglung kaya gitu."

Kevi terlihat bingung dengan sekitarnya.

"Sagara..ada?"

Kedua orang tuanya saling berpandangan. Kemudian sang ibu menjawab.

"Ada, tumben.. nanyain bukanya tadi pagi aja Papa kamu suruh berangkat bareng kamu malah gak mau."

"Hah?"

"Apanya Kev?"

"Sagara dimana?"  Tanyanya tanpa menjawab pertanyaan sang ibu.

"Di kamarnya lah, di mana lagi."

Iya juga pikirnya, ia juga baru sadar kalau ia terbangun di kamarnya sendiri padahal sebelumnya yang ia ingat kalau ia tidur di kamar Sagara.

Dengan langkah cepat ia pergi menuju kamar Sagara, sesampainya didepan pintu tanpa ragu Kevi mendorongnya.

Matanya langsung tertuju pada Sagara yang tengah terduduk di dekat meja belajarnya.

"K-kev?"

Kevi melihat jelas wajah terkejut, canggung, serta takut di wajah anak itu. Tampak segan dengan dirinya yang berada tepat di hadapannya.

"Ada apa Kev?" Ucapnya lagi setelah Kevi melihat jelas bahwa Sagara tengah mengatur tarikan napasnya.

Tanpa ragu Kevi memeluk Sagara sambil menepuk punggung Sagara berkali-kali.

"Gua kira lo beneran pergi.."

"M-maksudnya?"

Kevi menarik badannya kembali, "Lo gak apa-apa kan?" Tanyanya yang langsung di balas anggukan dari Sagara.

Kemudian ia menghela napasnya lega.

"Lo.. akhir-akhir ini ketemu Mama kandung lo gak?"

Sagara terkejut, namun kemudian kevi menggelengkan kepalanya.

"Kev, kalo lo mau balikin gua ke Mama, mending gua ke luar aja sendiri. Maksudnya supaya engga di rumah lo lagi, gua gak mau ke rumah Mama.. gua nanti cari dulu kontrakan ya Kev? Kasih waktu tiga hari aja.."

Kevi tertegun dengan ucapan Sagara barusan.

"Bukan gitu maksud gua, lo jangan kemana-mana. Kalo gak sengaja ketemu Mama lo, lo lari ya? Atau langsung kasi tau gua."

"Gimana Kev?"

"Gak apa-apa, ayo turun kita makan."

.....

Kedua orang tua itu tersenyum bahagia dari bawah ketika melihat kedua puteranya turun dengan melihat tangan Kevi yang berada di pundak Sagara. Terlihat akrab.

"Ada apa niii..." Papa berseru.

Kevi hanya tersenyum, sedangkan Sagara tersenyum dengan canggung.

"Duhh, nah gini dong akur anaknya Mama..seneng banget liatnya."

"Yuk ah, makan udah laper ini." Ucap sang ayah yang lebih dulu pergi menuju meja makan.

"Emang kalo urusan perut, Papa kalian juaranya." Ujar sang ibu sambil tertawa.




















To be continued

A/n: Segala kekhawatiran kalian aku hilangkan mentemenn😉

Sagara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang