Chapter 27

5.2K 595 9
                                    

"Untuk sementara jangan berbicara banyak, adik kamu itu tipe pemikir ya? Makanya bisa separah ini." Ucap seorang dokter melemparkan tatapanya kepada Kevi.

"Terus luka di dahinya juga gapapa cuman kamu tau sendiri penyebab keluar darah cukup banyak nya itu kenapa kan?"

Kevi mengangguk tanda mengerti penjelasan dari sang dokter.

"Terimakasih Dok, saya permisi." Ujar Kevi dan langsung di angguki oleh sang dokter.

Ia kembali ke ruangan Sagara disana, ia mengembuskan nafasnya prihatin dengan keadaan Sagara di depannya.

Ia jadi menyesal memarahi anak itu kemarin. Ia bahkan tidak bisa melindungi anak itu dari Ibunya yang tidak punya hati itu.

Dengan santainya ia mengabaikan Sagara, dan baru mengetahui semuanya lewat telepon dari Jean disana.

Otomatis itu tanpa sadar membuatnya marah dan langsung berlari mencari Sagara. Berharap ia bisa melindungi anak itu sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Dan benar saja. Sesampainya Kevi disana, Sagara sudah tidak ada ditempatnya. Otaknya merespon dengan cepat, ia berlari secepat mungkin mencari Sagara kemanapun kakinya melangkah. Sampai dirinya sendiri juga yang menemukan anak itu yang tengah ketakutan ditengah keramaian.

.....

Kevi duduk di sofa yang ada disana sambil menutup mata dengan sebelah tangannya sampai tanpa sadar ia tertidur disana.

Ia refleks membuka matanya saat mendengar benda jatuh.

"Kenapa?" Ucapnya saat melihat Sagara yang sudah terbangun disana.

Mulutnya tidak mengatakan apa-apa namun matanya mengarah pada ponsel miliknya yang terjatuh disana.

"Nih."

Kevi memungut ponsel itu, kemudian memberikannya kepada Sagara.

Tangan bergetar milik Sagara menerimanya, namun dengan mengalihkan pandangannya.

"Lu--" Ucapannya tertahan saat teringat kalau ia tidak boleh banyak berbicara. Karena takutnya, ia malah memperburuk suasana.

Sagara tampak fokus sendiri dengan ponsel miliknya, seolah-olah Kevi tidak ada disana.

Hanya terdiam melihat layar ponselnya, tidak melakukan apa-apa selain menatap kosong layar ponsel didepannya. Tidak pula mengatakan  apa-apa.

Hening menyelimuti keduanya, sampai Kevi berinisiatif untuk mengangkat suara.

"Ehmm, Lu mau minum ga?"

Sagara menatap Kevi sepenuhnya namun ia tidak mengatakan apa-apa juga.

"Ini, minum dulu." Ucap Kevi yang bingung melihat tingkah Sagara.

Tapi Sagara menerima air minum itu dan kemudian meminumnya sampai habis.

Yang membuat Kevi hampir kehilangan kesabarannya adalah dimana Sagara malah kembali sibuk dengan ponselnya.

Ia mengembuskan nafasnya kasar, "Kalo butuh sesuatu panggil gua aja ya?"

Kemudian ia pergi kembali ke kursinya dan merebahkan tubuhnya disana dengan tenang.

Sedangkan Sagara tengah sibuk dengan isi kepalanya yang sungguh membuatnya muak.

Ia menatap layar ponselnya yang dimana tengah menampilkan sebuah obrolan grup berisi dirinya dan kedua temannya yang sepi.

Tidak ada yang peduli dengannya.

Begitu pikirnya, ia melihat Kevi disana yang mungkin sudah masuk ke alam mimpinya.

Ia kemudian menurunkan kedua kakinya ke lantai, tanpa ragu ia mencabut jarum infus di tangan kirinya dan pergi dari sana dengan pelan. Mengabaikan tangannya yang mulai dilumuri oleh darahnya sendiri.

"Anak haram." katanya.

Mungkin itu adalah sebuah kata yang begitu kejam terhadap seorang anak yang bahkan tidak bisa memilih oleh siapa dan kenapa ia dilahirkan. Karena kembali lagi, bahwa semua itu adalah takdir Tuhan.

Mengapa harus menyalahkan anak itu? Mengapa semuanya malah membuat anak tak berdosa itu seolah-olah yang paling salah atas kehadirannya. Bukankah itu adalah buah hasil dari nafsu kedua orang tuanya?

Harusnya jika memang belum siap untuk mempunyai anak maka jangan sampai keterlaluan.

Pikirnya, terus menyalakan kehadiran dirinya sendiri di dunia ini.

Air matanya siap turun saat itu juga, ia menatap langit dengan pandangan kosongnya sambil terus menekan sebuah luka di tangan kirinya dengan penuh amarah.

Ia menatap langit kuning keemasan sore itu dengan sedih.

"Gua juga enggak pernah mau di lahirin kalo kaya gini.."

"Mama harusnya gausah lahirin Saga.. Mama Nindi juga harusnya gausah pungut Saga waktu itu.."

Kemudian ia menangis sendirian disana memeluk dirinya sendiri dengan kencang.

"Argh.."

"Sial! Sial!"

Kepalan tangannya berulangkali memukuli kepalanya frustasi.

"Sial! Bego--" Ucapannya tertahan saat dirasa seseorang kini memeluk dirinya dengan lembut.

"Mama.." Ucapnya saat merasakan wangi yang sama saat ia memeluk ibu angkatnya.

Wangi yang sama persis seperti yang dirindukan dirinya.

"Hmm? Gapapa ya.. gapapa.." Ucap seseorang itu yang terus mengusap lembut punggungnya.
















To be continued

Gaiss kalo ada typo maapin🤸 ngetiknya sambil ngusapin Jupri, kucing aku haha

See you🧡

















Sagara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang