"Lo jangan sekolah dulu aja." ucap Kevi.
"Kenapa gitu? Udah lama banget deh kayanya gak sekolah. Kebayang banget gak si, absen gua banyak banget bolongnya." Jawabnya sambil mengunyah roti tawar isi cokelat miliknya.
"Ya gausah di bayangin, ribet idup Lo."
"Kev?!"
Teriakan Sagara bagaikan angin lalu disana, Kevi pergi begitu saja meninggalkan Sagara yang kini pasrah karena kembali tidak bisa pergi ke sekolah.
Bukan apa-apa, Sagara sebenarnya bukan termasuk golongan anak yang rajin. Yang terobsesi dengan semua nilai. Namun sepertinya jika dia terus seperti ini yang ada ia tidak akan bisa naik kelas nantinya.
"Oii Chiki.." Sapanya sambil menghampiri kucing oranye yang tengah bersantai di lantai.
"Choco mana ya ki?" Tanyanya seolah kucing itu benar-benar mengerti dirinya.
Ia kini menggendong kucing itu dan kemudian hendak pergi menuju kamarnya, langkahnya terhenti ketika suara bel terdengar tanda ada orang di luar sana.
"Siapa si, Kevi ada paket atau apa ya? Chiki kamu balik duluan aja ya.. sana." Ia menurunkan kembali kucing itu dan membersihkan sisa-sisa bulu kucing yang menempel di hoodie hitamnya.
"Iya bentar!!" Teriaknya dengan setengah berlari menuju pintu.
"Siapa--" Refleks ia mendorong pintu kembali bermaksud untuk menutupnya cepat-cepat saat melihat sang ibu dengan dress hitamnya disana.
Namun posisi sang ibu yang berada di posisi yang cukup membuat pintu tidak bisa ditutup dengan menyilangkan sebelah kakinya untuk menahan pintu.
"Ck ck ck.. duhh dari tadi kalo saya niat mau masuk ya udah masuk kali. Toh pintunya juga gak dikunci tadi." Ucapnya yang diiringi dengan tawa.
Sagara menarik napasnya dalam-dalam, kesialan apa lagi pikirnya sambil terus mengutuk dirinya dalam hati.
Sang ibu masuk perlahan ke dalam rumah, "Santai aja Saga. Saya gak akan bunuh kamu kok." Ucapnya tenang, namun justru itu membuatnya terasa menyeramkan.
"Saya kesini mau to the point aja ya.." Sang ibu mengeluarkan sebuah pisau kecil dari dalam tasnya.
"Lebih baik kamu pulang ke tempat kamu, soalnya saya butuh kamu buat sesuatu. Anggap aja bayaran buat saya ngandung sama ngelahirin kamu. Saya tagih mulai hari ini ya?" Ucapnya tanpa beban.
Sementara Sagara disana tengah mengepalkan tangannya yang tidak pernah berhenti bergetar.
"Gak. Mama siapa, kemana aja? Berani banget mau atur hidup aku yang notabenenya udah enggak dianggap anak lagi. " Ucapnya lantang dengan tatapan miliknya yang kini menyala.
Wanita itu tertawa kecil kemudian tanpa ragu mengacungkan pisau kecil yang ada ditangannya kepada Sagara. Kini posisi pisau itu berada tepat menempel di lehernya.
"Siapa? Ohh iya, emang saya bukan siapa-siapa kamu sih.. cuman gimana ya, sialnya cuma kamu harapan saya buat sembuhin Dion. Anak saya. Mau gimana pun kamu juga lahir dari saya."
Sagara tertawa, betapa tidak ada harganya dirinya sebagai manusia disana.
"Enggak, Saga yang dulu udah meninggal. Aku bukan anak kamu. Begitupun dengan yang kamu bilang dulu, kalo aku gak akan pernah bisa di sebut anak kamu disaat aku lahir sebagai dosa waktu itu."
Ucapan Sagara membuat amarah sang ibu membesar sampai menekan lebih kencang pisau kecil disana sampai mengalirkan aliran kecil dari darah yang keluar dari lehernya.
"Kalau kenyataannya kamu memang dosa mau gimana?! Kamu emang dosa. Cuma saya coba pertahanin kamu waktu itu bukan karena mau. Tapi sesuatu yang Dion cari itu ada di kamu Sagara! Kalopun ada di orang lain mungkin sudah saya berikan sedari dulu. Gak perlu saya repot-repot kesini buat cari anak haram kaya kamu. Cuma sialnya cuma kamu yang bisa buat Dion,anak saya sembuh."
Anak ya? Lalu dirinya tak lebih dari sebuah sampah begitu? Mengapa bisa ia dilahirkan sebagai anak diluar nikah disini.
Sagara memfokuskan pandangannya saat dirasa pusing melanda, ia kemudian mengerjap pelan. Rasanya sesak sekali sampai menghirup udara saja sesakit ini.
"Gak usah banyak drama Sagara. Saya benci orang yang banyak drama kaya kamu."
"Bunuh aja Saga sekarang. Jujur aku lebih baik mati dibunuh sekarang dibandingin mati secara perlahan nanti setelah donorin ginjal sama Dion."
"Brengsek banget anak ini." Ucapnya marah dengan mendorong Sagara sampai tersungkur ke depan.
"Ayo!! Kita pergi sekarang, Dion udah hampir kehabisan waktu buat nungguin." Sang ibu menarik lengan Sagara dengan kencang namun Sagara menahannya dan terus mengelak.
"Nyusahin banget sih! Apa susahnya. Saya cuma minta satu ginjal kamu. Kamu gak akan mati hari itu juga. Gak usah munafik!"
"Enggak!! Aku bilang Engga!!" Teriak Sagara menghempaskan cengkraman sang ibu di tangannya.
"Ah!" Ringisnya saat sesuatu terasa menusuk lehernya.
"Berisik! Kalo gak diem juga saya tambah jadi dua suntikan biar mati sekalian!" Ucapnya sambil melemparkan suntikan yang sudah kosong itu.
To be continued
Awokwowkwk anjir lah gimana si?
Kalo ada typo sama keanehan lain, maapin🤏
KAMU SEDANG MEMBACA
Sagara
Teen Fiction"I hate my self, but i don't want to be someone else." He said. ⚠️ BUKAN CERITA BOYS LOVE/BL.⚠️ BROTHERSHIP SAMA BL ITU BEDA YA GUYS😭 ⚠️ Jangan plagiat sekalipun cerita ini gak sebagus itu untuk di apresiasi. Mohon pengertiannya, kita bisa sama sa...