Chapter 38

5.5K 529 26
                                    

"Terus mayatnya mau dibawa kemana?"

Lelaki itu tersenyum,"Masalah mayat, saya bukan sekali dua kali lakuin ini. Buang mayat yang udah enggak berguna itu gampang, kalo memang mau biarin anak ini. Saya gratiskan bayaran saya dari kamu soal ini. Biar saya jual saja sisa organ yang ada, di lihat-lihat milik anak ini bagus juga kualitasnya. Jadi bagaimana?"

"Pinter juga. Tapi saya sudah bilang kalau saya mau dia hidup. Setidaknya saya memberi rasa kasihan saya kepadanya. Kamu tenang saja soal uang. Akan saya bayar setelah Dion di operasi."

"Bagaimana jika anak ini benar-benar hidup dan membuat kamu dipenjara?"

"Gak akan, karena setelah ini saya akan pergi ke luar negeri dan kemungkinan akan tinggal disana selamanya. Mungkinkah dia langsung sehat dalam dua hari?"

"Haha, baik. Pertama kita mau kemanakan dulu dia?"

"Buang dia di jalan. Kalau ia bernasib baik maka akan ada yang menemukan. Jika tidak, itu terserah Tuhan."

...

"Adik saya hilang pak! Gimana bisa saya tenang." Teriaknya tersulut emosi.

"Tenang dulu ya dek, kita coba usahakan. Kita tunggu dulu, siapa tau adik kamu cuma main sebentar dan lupa bilang sama kamu."

Kevi memasang wajah tidak percayanya, "Saya sudah cari kemana-mana dia gak ada. Saya percaya sama kalian kalo kalian bisa bantu saya, tapi dengan kaya gini rasanya saya tidak yakin."

"Biar saya cari sendiri." Ucapnya yang kini pergi begitu saja setelah sekitar 50 menit ia masuk ke dalam sana.

Tak ada yang menanggapi dia selain mengucapkan tenang dan tunggu. Mereka hanya menanggapi ucapan Kevi seolah itu hanya hal yang sepele.

"Sialan."

Ia mengacak rambutnya kasar kemudian berjongkok dipinggir jalan dekat motornya.

"Kenapa lo bego banget si."

Getaran di ponselnya mengalihkan perhatiannya, ia melirik layar ponselnya yang retak. Disana terdapat panggilan masuk dari Linda-- ketua kelasnya.

"Halo?"

"Kev! Lo dimana?"

"Kenapa? Kerja kelompok ya? Sorry banget gak bisa ikut. Gua lagi sibuk."

"No, Kevi. Adek Lo!"

"Apa?! Dimana?"

...

Kevi mengendarai motornya sekencang mungkin, menuju tempat dimana Linda menemukan Sagara disana. Untung saja, lokasinya dekat. Jadi dengan cepat juga ia sampai disana.

"Saga! Dia kenapa? Kok gini?!" Ucapnya dengan menjatuhkan dirinya di hadapan Sagara.

Kakinya lemas saat melihat wajah pucat pasi milik adiknya. Tangannya yang bergetar meraih tangan Sagara yang tidak berdaya di sana.

"Gak tau Kev, gua abis pulang dari minimarket terus liat orang-orang ngumpul disini."

"Kenapa pada diem?! Kok malah liatin doang!" Teriaknya yang kini merengkuh tubuh dingin adiknya sambil menekan laju darah yang bersumber dari perut Sagara.

"Sabar Kev, kita udah panggil ambulan."

Melihat raut wajah kesakitan Sagara, Kevi meneteskan air matanya.

"Sorry Ga.. Sorry.. lo bakalan baik-baik aja.. hm?"

...

"Fuck!"

"Kev, minum dulu,tenangin diri lo. Berdoa aja semoga adek lo gapapa."

Kevi menerima sebotol air mineral yang Linda berikan kepadanya.

"Thanks. Lo pulang aja, udah malem. Orang tua lo pasti nyariin. Sorry banget gak bisa anter." Ucapnya.

"Iya gak apa-apa gua ngerti. Sorry juga gak bisa nemenin, nanti gua kesini lagi."

•••

"Ini semua salah gua. Coba aja tadi gua gak egois. Mungkin aja dia bakalan gak kenapa-kenapa sekarang." Ucapnya pelan kepada dirinya sendiri.

"Harusnya gua gak ninggalin dia tadi."

"Harusnya gua gak usah marah-marah gak jelas ke dia."

"Gua bahkan ngomong kasar sama dia."

"Mama sama Papa udah titipin dia ke gua, anjing dasar gak becus."

Tiga jam kemudian seorang dokter keluar dari UGD tempatnya menangani Sagara tadi.

"Gimana dok? Dia kenapa?" Ucapnya dengan cepat berdiri dari bangku tempatnya duduk tadi.

Sang dokter tampak ragu, ia memerhatikan Kevi. Masih sangat muda pikirnya.

"Orang tuanya kemana? Kalo bisa saya ingin bicara langsung sama orang tuanya." Ucapnya.

Kevi melirik sang dokter, benar. Setaunya dokter ini tidak pernah bertemu dengan mereka.

"Saya aja dok, kita udah enggak punya orang tua."

"O-oh.. maafkan saya kalau begitu ada kerabat lain seperti paman, bibi, atau siapa saja orang dewasa?"

"Gak ada dok. Bilang aja gimana keadaan adik saya."

"Yasudah kalau begitu mari bicara di ruangan saya."






To be continued

Sagara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang