Chapter 9

8.8K 856 3
                                    

"Woii Sagara! Ceritain dong gimana caranya bisa dipungut sama orang kaya?" Ucap seseorang dari kelas sebelah yang bahkan Sagara tidak mengenal dirinya.

Pagi ini mood nya tiba-tiba rusak saat kata-kata hinaan dan diikuti dengan tawa kencang dari semua orang itu terdengar di telinganya.

Paginya yang ia awali dengan semangat rusak begitu saja di sekolah pagi ini.

Sebenarnya ia tidak masalah jika di ejek seperti itu. Namun rasanya ia yang telah ikut mempermalukan kedua orang tua angkatnya.

Ia tidak masalah  di ejek dengan kata-kata bahwa dirinya memanglah bukan anak kandung dari orang tua angkatnya.

Tapi ia merasa begini saja sudah merasa cukup sekali atas perhatian, dan juga kasih sayang yang mereka berikan melebihi apapun.

Ia menutup matanya dan menghirup nafas dalam-dalam lalu menghembuskan nya.

Dengan langkah pasti ia berjalan melewati orang-orang yang telah mengolok-olok dirinya tersebut dengan santai. Berusaha mengabaikan mereka dan sampai di kelasnya dengan cepat.

Ia harus memutuskan untuk tidak peduli apapun. Ia tak boleh goyah dengan kata-kata dari orang yang bahkan tidak ia kenali.

"Widihhh, mantep juga gayanya." Ucap salah satu dari mereka sambil menyodorkan kaki miliknya menangkas Sagara yang sedang berjalan.

Hal itu menyebabkan Sagara terjatuh ke depan dengan posisi kepala menyentuh lantai duluan membuat dirinya pusing seketika.

"Anjing lo, jangan kek gitu juga gila! Kalo ketauan guru abis kita." Ucap salah satu temannya menegur saat melihat Sagara yang terjatuh.

"Yok cabut."

Setelah mereka pergi Sagara menghela nafasnya lelah saat hidungnya kembali mengeluarkan darah.

Ia menutup hidungnya dengan sapu tangan yang selalu ia bawa, kemudian ia berjalan dengan cepat menuju toilet. Mengingat bahwa ia harus cepat-cepat pergi menuju kelasnya karena ini sudah pasti akan telat.

"Ck."

Sagara sudah begitu jengkel dengan darahnya yang terus keluar.

Ia menahan tubuhnya yang sudah terasa begitu lemas dengan berpegangan erat pada wastafel disana.

Untungnya disini sepi, karena memang ia sudah telat sekitar 40 menit kurang lebih dari jam masuk yang seharusnya.

Ia mengedipkan matanya berkali-kali saat matanya terasa buram.

Getaran di saku celananya terasa, menandakan ponsel miliknya tengah mendapat panggilan dari seseorang.

"Ga? Dimana njir?! Katanya tadi pagi udh otw? Lu sakit? Apa izin? Pak Wira marah-marah banyak yang alfa hari ini." Ujar Alvi yang terdengar gelisah.

"Gua di toilet. Udah dulu ya, bentar lagi otw kelas." Jawabnya dan setelah itu ia langsung mematikan sambungan teleponnya dan memasukkan kembali ponselnya.

Ia membasuh hidungnya lagi sambil terus menundukkan kepalanya menghadap wastafel agar mimisannya cepat berhenti.

Ia mengangkat kepalanya sambil sesekali meraup udara, namun  setelah mengangkat kepalanya, pusing luar biasa ia rasakan, tak lupa dengan penglihatannya yang tiba-tiba menghitam serta dengungan yang terdengar ditelinga miliknya.

Refleks tangannya menahan tubuhnya yang kehilangan keseimbangan setelah menunduk.

Niat hati dirinya ingin berpegang pada wastafel, namun karena wastafel yang licin, tangannya terpeleset sampai membuat dirinya hampir terjatuh kalau saja jika tidak ada seseorang yang menangkap tubuhnya.

"Eh! Ga?!" Ucap seseorang itu dengan kaget.

"Eumm?.." Jawab Sagara pelan sekali dengan mata yang tertutup, juga sedikit darah yang memang sedari tadi belum juga berhenti keluar.

.....

"Kok bisa gini Vi?" Tanya Jean kepada Alvi yang berada di dalam ruang UKS tersebut.

"Gak tau gua juga, untung gua susul ke toilet. Kalo engga, gak tau dah udah bocor kepalanya kali karena jatoh nabrak wastafel." Jawabnya

Sedari awal Alvi menelpon anak itu, ia sudah merasa ada yang tidak beres.

Karena Sagara tidak mungkin diam di toilet saat sudah masuk kelas jika tidak ada sesuatu.

Maka dengan cepat ia buru-buru pergi menuju toilet untuk memastikan kekhawatirannya. Dan ternyata, Benar saja.

"Kalo lo tau Je, di wastafel banyak banget darah. Kebayang banget dia udah sebanyak apa mimisan sampe lemes kaya gitu."

"Hah.. apa perlu gua kasih tau orang tuanya?" Tanya Jean sedikit gusar melihat keadaan Sagara kini sedang beristirahat di ruang UKS.

"Jangan.." Tawab Sagara yang sejak tadi mendengarkan percakapan teman-temannya.

"Ga? Lu oke?" Tanya Jean.

"Jangan.. Jangan kasih tau Mama.. Papa," Ucapnya pelan dengan mata yang kapan saja siap mengeluarkan airnya.

"Mereka baru seminggu lebih berangkat.. gua enggak mau ganggu lagi.. please jangan.." Lanjutnya.

Alvi dan Jean saling memandang lalu menatap Sagara lagi.

"Eum! Iya.. gua enggak bakal kasih tau kok." Ucap Alvi menenangkan Sagar yang tampak gelisah.

"Thanks."

"Lu istirahat aja, kalo infus nya udah abis bisa langsung pulang. Nanti gua anterin." Ucap Jean.

Setelah memastikan Sagara tertidur, mereka berdua pergi menuju kelasnya untuk menyelesaikan dua pelajaran terakhirnya sebelum pulang.

Dan beberapa saat kemudian Kevi datang dengan ekspresi yang tak bisa ditebak.

Lalu tangannya tergerak menyentuh kepala Sagara dengan ragu.

Namun seketika ia urungkan niat itu dan menarik tangannya kembali.

Dengan melihat wajah pucat nya saja ia rasa menang sudah jelas kalau anak itu memang benar-benar sakit.

"Lemah banget." Ucapnya pelan. Terdengar seperti gumaman.

Lalu sedetik kemudian kedua kelopak mata yang semula tertutup itu kemudian terbuka.

Sepasang mata jernih itu menatap kosong dirinya.

"M-maaf.." Ucapnya serak.

Kevi terkejut bukan main. Sungguh, ia juga tidak bermaksud berbicara seperti itu dan berakhir melukai perasaannya.

Salahkan saja lidahnya yang memang ditakdirkan untuk berbicara seperti itu.

"Gausah minta maaf." Ujarnya sedikit ketus.

Padahal ia hanya menutupi rasa canggungnya.

Tanpa disangka Sagara menangis dan tentunya membuat Kevi semakin panik.

"Dihh ngapa nangis anjrit, cengeng banget." Ucapnya panik. Jujur ia tidak tau apa yang harus ia katakan.

Dan ini adalah pertama kalinya Sagara menangis didepannya langsung.

Setelah itu Kevi pergi begitu saja saking bingungnya dengan apa yang harus ia lakukan.

Ia pergi tanpa menghiraukan Sagara yang masih menangis walaupun sedari tadi tangisannya tidak bersuara.

"Umurnya berapa sih?"





















To be continued.

Dahlah, welcome to gaje gaje club:v

Sagara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang