Chapter 12

8K 862 2
                                    

"Kev, lu gak pulang?" Tanya Gevan kepada Kevi yang tengah tertidur di sofa yang berada di kamar miliknya.

"Hmm..males ah nginep gua sekarang." Jawabnya dengan nada malas.

"Tumben."

"Yaudah,gua cabut." Ujar Kevi sambil mengambil jaket miliknya. Namun gerakannya segera Gevan tahan.

"Yaelah nanya doang, baper amat si bapak." Ucapnya sambil tertawa.

Kevi kembali ke posisi semula dan kembali tertidur, Gevan hanya menggelengkan kepalanya tanda tak mengerti.

"Mau makan apa? Sekalian gua keluar nih."

"Kemana?"

"Depan lah bentar,mau ngemil gua gabut."

"Gua ikut."

•••

Pada akhirnya Kevi ikut  keluar bersama Gevan yang katanya ingin membeli camilan.

"Lu mau ikut ke dalem ga?" tanya Gevan sambil menunjuk ke arah minimarket didepannya dengan dagunya.

"Gak ah, beliin gua soda dingin aja. Sprite."

Gevan hanya mengangkat jempolnya sebagai tanda iya kepada Kevi.

Sementara Kevi duduk disebuah bangku didekat minimarket tersebut.

"Hah.." ia menghembuskan nafasnya lelah sambil mengusap rambutnya ke belakang.

Sementara di rumah Sagara sedang kebingungan mengapa Kevi belum pulang juga.

Jujur saja itu membuatnya khawatir, mungkin efek perubahan Kevi akhir-akhir ini.

Sagara merasa jaraknya dengan Kevi selangkah  lebih dekat dari sebelumnya.

Entah sudah berapa kali ia menghubungi Kevi dengan ponsel miliknya, namun tak ada satu panggilan pun yang mendapat jawaban.

Pada akhirnya ia menyerah juga. Ia memilih mengirimkan sebuah pesan saja semoga Kevi membacanya. Begitu harapnya.

Setelah itu panggilan masuk dan dengan cepat Sagara mengangkat panggilan itu.

"Kevi? Lo dimana?" Ucapnya antusias.

"Hah? Kevi?"

Tunggu, Sagara membeku di tempatnya setelah mendengar suara dari telepon tersebut yang ternyata bukan berasal dari Kevi.

Ia kemudian melirik nomor panggilan itu.

"Eh-- sorry, ini siapa ya?" Tanyanya kikuk. Merasa tidak enak kepada penelpon tersebut.

"Ini Dion. Hahaha sorry juga ya tiba-tiba nelpon lu."

"Dion?"

"Iya.."

"Eumh.. jadi ada apa nelpon gua?" Tanya Sagara to the point.

Sebenarnya ada hal yang ia inginkan tanyakan juga, namun ia rasa ini yang paling penting.

"Enggak sih, cek doang. Ganggu ya?"

"Kebetulan iya, sorry ya. Kalo engga ada kepentingan apa-apa gua tutup sekarang. Lain kali gua telpon lagi."

Aneh sekali, Sagara tiba-tiba merasa tidak enak setelah mengatakan hal itu terlebih kepada orang yang baru dikenalnya.

Ia merasa kalau ia terlalu kasar, namun bagaimana lagi. Dion menelpon dirinya yang tengah sibuk menghubungi saudara angkatnya.

Kemudian ia memutuskan untuk menghubungi Kevi lagi, namun niatnya diurungkan ketika sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal.

"Ini gua. Gevan. Kevi nginep di rumah gua."

Singkat padat dan juga jelas. Tipe orang yang tidak suka berbasa-basi.

"Ohh kenapa gak bilang dari tadi sih? Apa juga susahnya angkat telepon dari gua?" Ucapnya dengan nada kesal sambil berjalan menuju kamar miliknya.

Setelah itu tiba-tiba hujan datang dengan derasnya. Membuat Sagara menjadi kesepian dan memilih untuk tidur cepat-cepat.

Niat hati ingin pergi mencuci wajahnya terlebih dahulu, namun sepertinya semesta tengah tidak berpihak kepadanya, lampu padam begitu saja saat sebuah halilintar terdengar dengan kerasnya.

Refleks ia terduduk di lantai kamar mandi miliknya sambil memeluk tubuhnya sendiri disana karena terkejut.

Kedua tangannya cepat-cepat menutup erat kedua telinganya berharap itu bisa meredam suara petir yang membuatnya gemetaran.

Tubuhnya gemetar ketakutan sambil mencari ponselnya di dalam saku, harapannya pupus ketika baru mengingatnya jika ponselnya ia letakan di kasur miliknya.

Keadaan rumah kini gelap sekali, tak ada yang bisa dilihat selain gelap disana.

Gelap adalah yang paling dibenci olehnya, maka dari itu ia menghindari itu.

Tiba-tiba bayangan masalalu miliknya muncul secara acak sampai membuatnya pusing.

Ia berusaha menghentikan itu dengan memikirkan hal lain. Namun entah bagaimana caranya semakin ia ingin melupakan ingatan tersebut semakin sering pula ingatan itu datang.

Ia berkali-kali memukul kepalanya dan mulai menangis.

Ia ketakutan.

Ia tiba-tiba merasa kesulitan mengambil nafas saat bayangan ibunya memukuli ia di gudang gelap itu.

Rasanya sakit sekali sampai ia tidak bisa melupakan itu.

"Udahh!! Aku mohon.." Teriaknya tanpa sadar sambil memukuli apapun yang ada didepannya secara brutal.

Bukannya berhenti,namun ia rasa suaranya semakin kencang ia dengar. Begitupun dengan bayangan dirinya yang dipukuli dan di tendang tiada henti.

"Udah.. Mama.. Saga anak mama.."

"Jangan pukul pukul..sakit.."

Ia kini meracau sambil menarik rambutnya.

Maka dari itu ia kini mulai membenturkan kepalanya ke sebuah dinding berulang kali. Saat semuanya mulai kehilangan kendali, seseorang datang memeluknya sambil berusaha menghentikan dirinya membentur kepalanya sendiri.

"Heh! Liat gua!!" Teriaknya sambil menahan tubuh anak itu.

"Lo kenapa? Gila lo ya! Jangan kaya gitu anjing." Teriak Kevi lagi saat melihat Sagara yang tampak berusaha membenturkan kepalanya sendiri.

"Jangan pukul! Sakit! Jangan.." Ucap Sagara yang membuat Kevi kebingungan. Siapa yang memukul dirinya. Jelas-jelas Kevi hanya berdiam diri saja.

Kemudian Kevi tersadar dan menarik tubuh Sagara lebih erat lagi supaya tidak kembali membenturkan dirinya sendiri.

"Mama.. Aga, salah ya?" Suaranya pelan sekali dengan nada memelas.

"Aga..juga gak mau jadi anak haram.. mama jangan pukul.."

Ia tiba-tiba terdiam saat mendengar suara Sagara ditengah kegelapan ini.

Suaranya yang pelan terdengar begitu jelas meskipun ditemani dengan suara rintik hujan yang belum reda juga.

Tiba-tiba ia merasa menyesal telah meninggalkan anak itu sendirian.
Dan untuk kesekian kalinya ia mengutuk dirinya lagi. Mengapa ia sekarang sering menjadi orang pertama yang menemukan seorang Sagara tengah terluka.
















To be continued.

A/n: sehat selalu ya wan kawanzzz

Sagara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang