"BERANI BANGET LO SEMUA SAMA ADEK GUA."
"MAJU SINI ANJING!" Teriak Kevi dengan menarik kerah siswa yang tengah merundung Sagara.
"Weh weh weh, kalem Kev kalem.." Ucap teman-temannya berusaha menghentikan Kevi.
"Halahh bahasa Lo kalem kalem, Bacot!"
"Kalem dong Kev, lagian segitunya Lo belain dia." Ia menunjuk ke arah Sagara dengan wajah menyebalkan miliknya.
"Cih."
Kevi tanpa ragu meludah depan wajahnya, "Sampah Lo! Beraninya kaya gitu najis."
"Anjing Kev?! Gua laporin Lo, berani-beraninya ludah di muka gua."
Ia tersenyum miring, "Gua aja, gak usah repot-repot laporin. Yang salah tetep Lo."
"Ayo!" Lanjutnya sambil memapah Sagara pergi.
"Awas Lo Kev." Ributnya seakan menyusul Kevi, namun tertahan karena teman-temannya yang menghentikan dirinya karena semakin lama tiba-tiba banyak orang yang melihat mereka.
"Gua tunggu."
....
Kevi rasa jika ia tadi tidak menuju toilet untuk sekedar mencuci tangannya karena ia tidak sengaja menyenggol sebotol minuman cokelat dan menyiram sebelah tangannya, ia tidak akan tau Sagara mengalami hal-hal seperti ini.
Saat tengah memapah, diam-diam Kevi memerhatikan tangan Sagara yang bergetar sambil memegangi perutnya.
"Brengsek." Ucapnya tanpa sadar.
Sagara melirik Kevi dengan terkejut.
"Bukan ke Lo."
"Mana biar perawat liat." Ucap Kevi kesal melihat Sagara yang terlihat jelas meringis namun tak kunjung mengaku.
"Gak usah, gak apa-apa kok." Sagara berucap sambil menahan tangannya di atas perut.
"Gak. Ayo cepetan cuma mau liat doang."
"Gua malu Kev.." Ucapnya pelan sekali nyaris tidak terdengar disertai dengan wajah yang kian memerah menahan malu.
Kevi menatap Sagara dengan tajam.
"Lo masih mikirin malu?"
"Iya, itu kan perawatnya cewek."
"Mau ke rumah sakit sekalian?"
"Kok?" Ucapnya tidak terima.
"Ayo, sini." Ujar Kevi sambil menunjuk punggungnya tanda ia berniat menggendong Sagara.
"G-gak usah deh, repot.. ini aja." Ucapnya dengan ragu mulai menunjukkan perutnya.
Kevi berbalik dan melihat memar disana dengan sekilas.
"Ikut gua."
"Kemana?"
"Rumah sakit aja sekalian."
"Enggak Kev, ini baru hari pertama sekolah loh masa ke rumah sakit lagi? Terus berhemat juga. Jangan ke rumah sakit mulu."
"Maksud Lo?"
"Enggak Kev, gak usah kemana-mana. Gini aja udah tanggung."
Kevi menghela napasnya, "Gua sebenernya gak mau ngomongin ini disini."
Sagara menatap Kevi.
"Lo setuju gak kalo lo homeschooling aja?"
"Hah?"
"Setelah kejadian barusan, gua yakin mereka gak bakal berhenti gitu aja. Dan gua juga gak akan setiap waktu ada tolongin Lo. Gua tau satu sekolah ini juga diem-diem bikin lo gak nyaman kan? Ngaku."
"Tapi Kev--"
"Yang kedua soal uang, gak usah mikirin itu. Mama Papa kurang cukup apa gila kerja dari sebelom gua lahir? Lo pikir penghasilan mereka cuma sejuta dua juta? Enggak Sagara! Mereka tau bakalan mati cepet-cepet makanya gila kerja. Supaya bisa nyimpen uang buat kita." Ucapnya yang entah kenapa merubah suasana hatinya.
"Kev, gak usah. Gua gak apa-apa serius. Gua kaya gini aja udah syukur."
"Dan lo tetep mau biarin mereka nge-bully lo gitu?"
"Gak, gitu.. gua cuma gak mau bikin lo repot. Lagian gua juga gak mau sekolah sendirian di rumah Kev.."
"Lo bisa gak sih diem aja nurut sama Gua? Gua tuh cape kaya gini terus. Mama, Papa nitipin Lo ke Gua Sagara!" Ucap Kevi panjang lebar dan disertai emosi pada kalimat akhir yang Kevi rasa ia akan menyesalinya.
"Kev.."
"Sekarang yang bertanggungjawab atas Lo itu Gua. Gua yang jadi pengganti Mama Papa. Lo mau nurut atau enggak?"
"Kalo enggak yaudah, terserah Lo deh sekarang maunya gimana. Toh gua juga bukan siapa-siapa."
Sagara terdiam, mendengar perkataan Kevi barusan, ia tidak mengira pembicaraan ini menjadi seperti ini. Ia jadi semakin merasa kalau ia disini sedari awal sudah menjadi beban bagi orang-orang di sekitarnya.
Sagara juga tidak menyangka akan menjadi serumit ini.
Kemudian Kevi melangkah pergi meninggalkan Sagara disana yang kini menatap lantai putih dibawahnya.
"Loh, Kev? Mau kemana?" Ucap seorang perawat yang sedari tadi diam di luar.
"Ke kelas."
Perawat yang memang mantan kakak kelasnya itu menatap kepergian Kevi disana. Kemudian ia pergi memasuki ruang kesehatan disana.
Baru selangkah ia masuk, ia sudah disuguhi Sagara yang tengah menangis disana. Tampak jelas sekali ia terkejut melihat hadirnya dan dengan cepat ia mengusap matanya.
"Gak apa-apa lanjutin aja. Nanti Kakak masuk lagi ya?" Ucapnya. Namun Sagara menggelengkan kepalanya.
"Enggak kok, duh malu hehe.." Ujar Sagara sambil tersenyum sampai matanya menghilang tertutup kelopaknya.
Perawat itu tersenyum getir, merasa canggung.
"Ekhem, iya haha gak apa-apa kok gak usah malu. Anak cowo juga manusia."
"Iya Kak."
"Jadi.. mau di periksa gak?" Tanyanya. Sagara terdiam.
"Kalo enggak gini deh, apa yang kamu rasain? maksudnya sakit gitu."
"Gak apa-apa kok, biasa cuma memar doang."
To Be Continued
Haii temen-temen 🌚🌚🌚
Anak aku yang satu ini udah mau end hahaha
KAMU SEDANG MEMBACA
Sagara
Teen Fiction"I hate my self, but i don't want to be someone else." He said. ⚠️ BUKAN CERITA BOYS LOVE/BL.⚠️ BROTHERSHIP SAMA BL ITU BEDA YA GUYS😭 ⚠️ Jangan plagiat sekalipun cerita ini gak sebagus itu untuk di apresiasi. Mohon pengertiannya, kita bisa sama sa...