20: Menuju Pemilihan OSIS

11 2 0
                                    

"Lo beneran mau calonin diri?"

"Sebenarnya sih aku nggak mau. Tapi Kak Satria suruh aku ikut."

"Lo tau nggak? Rehan juga calonin diri lho."

Lisa memasukkan wafer ke dalam mulutnya. Mengunyah.

"Rehan?"

"Gue cuma merasa yakin kalau dia bakal jadi ketua OSIS."

Ely menyimak.

"Dia kan tenar di beberapa sekolah SMP. Bandnya sering tampil kalau ada acara sekolah gitu."

"Oh."

"Tapi gue juga yakin kalau lo bisa punya kesempatan."

"Bukannya Kak Darwin sama Kak Hilda juga calonin diri? Mereka juga terampil dan berbakat."

"Iya, sih. Tapi kan tahun lalu pemilihan Kak Darwin udah jadi wakil terus Kak Hilda jadi bendahara. Jadi akan lebih besar kesempatan calon baru buat menang."

"Kenapa gitu?"

Ely tidak mengerti dengan ucapan Lisa.

"Orang kan pasti pengen merasakan hal baru."

"Benar juga kata kamu."

Ponsel Lisa berbunyi. Ia mendapatkan telepon. Senyuman mengembang di wajahnya.

"Rehan."

Lisa memberitahu Ely. Ia tau kalau tatapan Ely seolah bertanya siapa yang menelepon.

"Hallo." Lisa mengangkat telepon.

"Nggak. Memang kenapa?"

Ely memilih menyantap nasi goreng yang ia pesan. Lagipula tidak baik terlalu kalau terlalu kepo dengan urusan orang lain.

"Ely? Ada urusan apa?"

Ely yang mendengar namanya disebut langsung melirik Lisa mengapa tiba-tiba gadis itu menyebut namanya?

Sepi sekali kantin kalau sudah jam istirahat kedua.

"Ely."

Lisa sudah selesai berteleponan dengan Rehan.

"Kenapa?"

"Lo dicari Rehan."

"Ada urusan apa?"

Lisa mendecak. "Mana gue tau. Langsung aja ke orangnya."

"Temenin dong. Masa aku sendirian."

"Males ah. Mending makan wafer." Lisa memasukkan batang wafer ke dalam mulutnya. Mengunyahnya dengan bringas.

Ely bengong. Matanya mengerjap lucu.

***

Amanda mendengus. Gadis itu melemparkan tasnya asal ke sofa. Perasaan kesal masih menyelimutinya.

Amanda tidak habis pikir dengan semua kejadian yang ia alami selama ia sudah menikah. Gadis itu merasa hidupnya sudah berantakan.

Dan semua itu karena satu orang. Erham!

"Awas aja kalau dia pulang. Gue maki habis-habisan."

Amanda mengeluarkan ponsel dari sakunya.

"Kemana lagi tuh orang? Masih di sekolah, kah?"

Amanda hanya berharap kalau semua ini hanya mimpi, tetapi kenyataannya semua telah terjadi. Dan ia merutuki nasibnya.

Sudah cukup lama Amanda bermain ponsel.

Cekrek.

Mata gadis itu langsung tertuju pada pintu yang terbuka. Erham muncul dari balik pintu dengan tatapan sayu mengarah pada Amanda.

Loves Lives (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang