19: Hari (Ter)Buruk

14 2 2
                                    

Amanda langsung duduk di kursinya. Gadis itu gelisah setengah mati. Ia menarik napas dalam. Mencoba menetralkan perasaannya.

Daniar yang duduk di sebelahnya jadi merasa kebingungan. Ada apa dengan Amanda?

"Lo kenapa, sih?" Daniar bertanya. "Lo habis ribut sama Dinda lagi?"

"Nggak!"

"Terus?"

"Tadi itu ...."

Amanda langsung menghentikan niatnya untuk memberitahu Daniar. Hampir saja gadis itu keceplosan memberitahu Daniar.

"Tadi kenapa?"

"Nggak ada." Amanda menarik kedua sudut bibirnya dengan terpaksa. "Gue cuma kecapean."

"Yakin?"

Amanda mengangguk.

Sebernanya Daniar sedikit tidak mempercayai Amanda. Tapi kalau Amanda sudah bilang dirinya baik-baik saja, Daniar tidak mau bertanya lagi. Takut Amanda jadi marah.

"Okee." Daniar membaca bukunya kembali.

Ishh!

Nyali Amanda menjadi ciut. Gadis itu membenamkan wajahnya di meja. Mengapa perasaan gelisah itu masih saja ada?! Sampai-sampai gadis itu menggigiti kukunya sendiri.

"Heh. Udah mau masuk. Kok lo tidur?" Daniar mengguncang bahu Amanda.

"Manda."

"Shhtt!" Amanda memelototi Daniar. "Diam bisa nggak?"

"Ih. Lo aneh banget, sih? Gue kan cuma kasih tau."

Amanda mendengus. "Virni mana?"

Amanda yakin. Pasti jawaban Daniar akan sesuai dengan yang ia pikirkan. Amanda juga bertanya untuk merubah topik.

"Biasalah. Sukanya jalan-jalan."

Benar dugaan Amanda.

Jadi, sejak berteman dengan Virni di kelas satu, Amanda mengetahui kebiasaan Virni yang sangat unik dan jauh lebih tidak penting dari menimba ilmu di sekolah.

Gadis itu suka berpergian ke luar kota, mengikuti Mamahnya melakukan pekerjaan, atau sekedar berjalan-jalan. Hampir setiap hari libur sekolah gadis itu selalu melakukan kegiatan itu.

Katanya itu adalah hal yang harus ia lakukan, sebelum ia mungkin tidak akan bisa melakukannya. Takut kalau tidak akan pernah bisa.

Tapi ... benar juga. Cuma waktunya yang tidak tepat.

Amanda memukul jidatnya. Mengapa ia jadi memikirkan kebiasaan Virni? Seharusnya Amanda mengkhawatirkan keadaannya sekarang.

Tap tap tap.

Refleks manusia memang natural. Semua pasang mata langsung tertuju pada sosok yang berdiri di hadapan mereka.

Siapa lagi kalau bukan Erham.

Mata Amanda terpaku pada Erham. Nyali Amanda ciut. Gadis itu mengumpat dalam hati.

Ish! Kenapa sih harus di kelas ini?!

"Nda."

"Apa?"

"Itu guru baru yang katanya bakal ngajar IPS?"

"Mana gue tau."

Daniar merasa sangat heran dengan perilaku Amanda. Marah-marah terus. Gadis itu pun memilih fokus saja pada guru baru itu.

Semua murid perempuan tampak merasa senang. Terkecuali Amanda.

"Selamat pagi."

"Selamat pagi, Pak."

Loves Lives (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang