Bagian 2

7.4K 1K 61
                                    

Setelah mengunjungi ruangan Profesor Dumbledore, aku berjalan menuruni setiap turunan untuk menuju pondok Hagrid. Aku mengenal Hagrid saat tahun pertama dia memandu para anak kelas satu, itu terakhir kalinya aku bertemu dengan Hagrid. Dan sekarang Hagrid telah menjadi guru untuk Pemeliharaan Satwa Gaib.

Hagrid berdiri menunggu murid-muridnya di pintu pondoknya. Dia memakai mantel tikus mondoknya. Fang, anjing besar pemburu babi hutannya, di dekatnya. Hagrid kelihatannya sudah tak sabar.

"Ayo, ayo, kita mulai!" serunya ketika aku dan anak-anak lain sudah dekat. "Ada kejutan buat kalian hari ini! Pelajaran istimewa! Semua sudah kumpul? Baik, ikuti aku!"

Aku berjalan dipaling belakang, kelas kali ini Gryffindor digabung dengan Slytherin. Aku hanya diam mendengarkan para anak-anak berbicara. Aku mengira Hagrid akan membawa kami ke dalam Hutan Terlarang. Tetapi ternyata Hagrid berjalan menjauh dari tepi pepohonan, dan lima menit kemudian, kami tiba di semacam tempat merumput.

Tak ada apa-apa di situ.

"Semua berkumpul dekat pagar di sini!" Hagrid memanggil. "Bagus—jangan sampai kalian tidak lihat. Nah, yang pertama harus kalian lakukan adalah buka buku kalian..."

"Bagaimana caranya?" tanya anak yang mengenakan jubah Slytheri dengan angkuh.

"Eh?" kata Hagrid.

"Bagaimana caranya kami membuka buku kami?" Dia mengulangi.

Aku mengeluarkan Buku Monster milikku, yang sudah diikat erat dengan seutas tali.

Anak-anak yang lain juga mengeluarkan buku masing-masing. Beberapa anak, mengikatnya dengan ikat pinggang; ada yang menjejalkannya ke dalam tas sempit atau menjepitnya dengan jepitan besar.

"Apa tak ada yang bisa buka buku kalian?" tanya Hagrid, tampak kecewa sekali.

Anak-anak semua menggeleng.

"Kalian harus belai dia," kata Hagrid, seakan hal ini sudah sangat jelas. "Lihat..." Dia mengambil buku Hermione Granger dan mengoyak Spellotape yang membebatnya. Buku itu mencoba menggigitnya, tetapi Hagrid membelai punggungnya dengan satu jarinya yang besar. Si buku bergidik, kemudian membuka dan menggeletak diam di tangannya.

Aku melakukannya persis seperti yang dicontohkan oleh Hagrid. Dan aku berhasil.

"Oh, bodoh benar kita semua!" cemooh Draco Malfoy. "Kita mestinya membelainya! Kenapa tak terpikir, ya!"

"Menurutku buku ini lucu. Benarkan?" Hermione Granger—teman satu asramaku berkata dengan dua teman laki-laki di sampingnya.

"Sungguh jenaka, memberi kami buku yang mencoba menggigit tangan kami sampai copot!" Draco Malfoy menyahut. "Bagus sekali ya tuhan, tempat ini benar-benar kacau. Tunggu saja sampai ayahku mendengar bahwa Dumbledore menyuruh orang bodoh ini untuk mengajar!" dia membuat suara sangat keras agar Hagrid mendengarnya.

"Diam Malfoy," kata anak laki-laki berkacamata dengan tegas—dia Harry Potter.

Aku sering mendengar namanya di sebut di seluruh kastil ini, bukan hanya oleh manusia, tetapi juga para hantu.

"Hati-hati, Potter, ada Dementor di belakangmu!"

Aku melirik anak lelaki itu—Draco Malfoy, aku mengenalnya. Memangnya mana mungkin aku tidak mengenalnya? Dia sering berbisik-bisik bersama temannya jika aku melewati mereka.

A Silent Girl [X Hogwarts Boy]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang