𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝟕𝟐

1.7K 158 57
                                    

"Kau harus pergi, mereka semua membutuhkanmu,"

[Name] bingung bagaimana cara merespon Dumbledore, bahkan ketika sudah mati, dia masih sempat-sempatnya memerintahkan [Name] untuk melakukan sesuatu. Kalau di ingat, ini adalah percakapan pertama mereka setelah kematiannya, karena waktu itu, saat [Name] kesini, dia hanya melihat Dumbledore tertidur di dalam lukisannya.

"Aku tidak menerima perintah dari orang yang sudah mati," kata [Name], membalikkan kursinya lagi untuk membelakangi Dumbledore.

Dumbledore tersenyum di dalam piguranya, walaupun [Name] tidak melihat itu.

"Keberanian," kata Dumbledore. "Kau memiliki keberanian yang tidak di miliki teman-temanmu, di bandingkan menggunakan otak, kau lebih suka menggunakan kekuatanmu,"

"Dalam artian itu, kau ingin mengatakan bahwa aku bodoh?" [Name] menggerutu.

"Tidak, topi seleksi sudah sangat benar memasukanmu ke Gryffindor," kata Dumbledore tenang. "Karena seorang Gryffindor akan berlari dan membantu teman mereka yang sedang berjuang tanpa harus berpikir,"

"Aku menjalani hidupku selama lima tahun terakhir ini untuk membatu orang," gumam [Name]. "Apakah itu masih kurang untukmu?"

"Tidak," Dumbledore kembali tersenyum. "Aku ingin mengatakan, bahwa sudah saatnya untuk mengakhiri semua ini,"

Keheningan terjadi selama beberapa menit, [Name] menoleh, dan mendapati lukisan Dumbledore kembali kosong. Dia melirik arloji di tangannya dan terkaget. Hampir setengah dari waktu yang diberikan Voldemort bagi mereka untuk menyerahkan Harry telah habis. Dan dia tidak tahu dimana keberadaan ketiga temannya saat ini.

[Name] berlari pergi, dan dia tak menoleh ke belakang ketika menutup pintu ruangan itu.

Kastil dalam keadaan kosong. Berjalan sendirian di sana dia merasa seakan-akan sudah mati. Para penghuni potret di dinding masih belum kembali; kastil itu diam
dalam atmosfir yang membuat merinding, seakan-akan sisa kehidupan tempat itu terpusat di Aula Besar yang penuh dengan mayat-mayat dan orang-orang yang
menangisinya.

Dia turun lantai demi lantai, akhirnya menuruni anak tangga marmer menuju aula depan.

Kemudian Neville hampir saja berjalan melaluinya. Dia bersama seorang lain sedang menggotong sesosok tubuh. [Name] melirik ke bawah dan merasa satu pukulan
hebat lagi di dalam perutnya: Colin Creevey, meskipun masih di bawah umur, pastilah ikut menyelinap masuk, sebagaimana Malfoy, Crabbe dan Goyle juga. Dia terlihat kurus dalam matinya.

"Rasanya aku bisa menggotongnya sendiri Neville," kata Oliver Wood, dan memanggul tubuh Colin di pundaknya meniru cara petugas pemadam kebakaran, dan membawanya masuk Aula Besar.

Neville bersandar sejenak pada kusen pintu dan menyeka dahinya dengan punggung tangan. Dia terlihat bagai seorang pria tua. Lalu dia menoleh ketika menyadari kehadiran [Name].

[Name] melirik ke belakangnya, ke arah pintu masuk Aula Besar. Orang-orang sibuk bergerak ke sana kemari, saling menghibur, minum, berlutut di samping jenazah. Dan keluarganya berkumpul di sana bersama keluarga Weasley. Dia juga melihat ke arah Edward, yang sedang duduk di samping jenazah Lupin, memegang tangan temannya itu sambil menunduk.

[Name] kembali menuruni anak tangga dan keluar menuju kegelapan. Hampir jam 4 pagi, dan keheningan jalan yang menyeramkan terasa seolah mencengkeram nafasnya. Dia bergerak ke arah Neville yang sedang membungkuk di atas mayat lain.

"Apakah kau melihat Harry?" [Name] bertanya kepada Neville yang wajahnya tampak tegang.

"Apa?" Neville balik bertanya. "T-idak, aku tak lihat,"

A Silent Girl [X Hogwarts Boy]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang