Pagi hari pukul setengah tujuh pagi, Gia sudah berada di halte bus depan komplek perumahanya. Memilih bus sebagai kendaraan sehari-harinya ke sekolah sudah menjadi kebiasaannya sejak bersekolah di sekolahnya yang dulu. Menurutnya lebih ramah lingkungan daripada menggunakan kendaraan pribadi.
Gia berdiri begitu sebuah bus berhenti di depan halte, lalu bertanya pada kenek bus yang menggelayut di ambang pintu bus. "Bang lewat ke SMA Harmoni, kan?" tanya Gia.
Si Abang kenek nampak bingung, "Serius neng mau naik bus?"
"Lah, emang napa Bang?"
"Biasanya murid di sana kagak ada yang pernah pake bus ginian! Pakenya alphard!" balas si Abang kenek.
"Yaudah, saya anak Harmoni pertama yang naik bus!" ujar Gia tak sabar untuk naik bus, kakinya sudah pegal.
"Eh, kagak deh, lu yang kedua neng! Yang pertama tuh cowok itu tuh! Yang pegang hape." Tunjuk si Abang pada cowok yang sedang fokus bermain ponsel.
Gia meliriknya dari luar jendela, lalu mengangguk saja agar cepat naik. "Iya, Bang, iya. Serah dah, saya mau naik nih, pegel kaki saya!" Gia mendorong pelan tubuh si Abang kenek yang menghalangi jalan masuk, dengan gerak cepat dia masuk dan duduk di samping cowok tadi.
Lima menit berjalan, lima menit juga Gia sudah duduk di samping cowok itu, tetapi belum ada sedikit pun kata yang keluar dari mulut cowok itu. Cowok berjaket abu-abu itu masih sibuk dengan ponselnya.
"Ehem!" Gia berdeham pelan, lalu melirik cowok itu lagi, siapa tahu ada perubahan. Bisa aja kan dia jadi temen pertama gue di sekolah, sekalian mau tanya-tanya tentang Citra, siapa tahu dia tahu sesuatu kan....
Gia membuang rasa gengsinya, cewek itu mengulurkan tangannya. "Eum...gue Gia lo si-"
Cowok itu mengangkat tangan menolak tanpa menoleh, "Sorry, males gue temenan sama orang yang nyusahin," balas cowok itu dingin.
"What? Nyusahin? Siapa? Gue?" Gia menunjuk dirinya sendiri. Amarahnya sudah di ujung kepala.
Cowok itu mengangkat kepala, menatap sebentar Gia, kemudian menatap ke sekitar. Kalau dari gerak mulutnya, Gia bisa menangkap jika cowok itu sedang menghitung sesuatu, tapi entah apa yang dia hitung.
"Sembilan," ujarnya kemudian.
Gia mengangkat alis tidak mengerti, "Apanya yang sembilan?!"
Yang ngikutin lo, ada sembilan hantu. Jawab Galen dalam hati.
"Neng! SMA Harmoni dah sampe!" teriak si Abang kenek nyaring hingga terdengar oleh seluruh penumpang.
Fokus Gia beralih kepada Abang kenek, "Iya Bang!" balasanya. Sebelum berdiri, Gia mendelik pada Galen. Cowok rese!
Belum sempat melangkah, tangan Gia ditarik Galen hingga kembali terduduk di samping cowok itu. Gia melotot kaget, dia tak terima diperlakukan seperti ini.
"Apa?!" tanya Gia sewot.
Galen berbisik di dekat telinga Gia membuat seketika bulu kudunya merinding, "Turun dari sini lo ke koperasi," ucap Galen.
Gia mendelik lagi, "Apaan sih lo? Mau modus, ya?!" tuduhnya.
Galen berdecak kesal. Sepertinya gadis ini sangat keras kepala. Galen membuka jaket abu-abunya, lalu diberikannya pada Gia.
"Apa nih? Enggak-enggak gue gak-" omongan Gia kembali dipotong Galen.
"Lo lagi dapet, kan?" potong Galen hingga membuat Gia melotot seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Go Away Ghost! [SELESAI]
Teen Fiction(Ghost Series #3) Galen punya satu keistimewaan yang tidak banyak orang tahu. Keistimewaan yang membuatnya menjadi lebih dekat dengan sosok Gia, cewek pindahan yang terkenal karena sering kesurupan. "Kalau gue kesurupan, lo colek gue aja setannya k...